Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Keruntuhan Kesultanan Berau Setelah Politik Adu Domba Belanda
6 April 2024 22:30 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kesultanan Berau merupakan kesultanan yang berdiri di wilayah Berau, sekarang ini menjadi kabupaten Berau. Sayangnya, di masa lalu Kesultanan ini tidak bertahan lama. Sebab keruntuhan Kesultanan Berau terjadi pada abad ke-19 setelah politik adu domba Belanda.
ADVERTISEMENT
Pusat pemerintahan Kesultanan Berau sendiri ada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau. Kesultanan ini sudah ada sejak abad ke-14 yang dipimpin oleh Baddit Dipattung bergelar Aji Raden Suryanata sebagai raja pertama.
Dikutip dari buku Ekonomi Islam Nusantara karya Ahmad Ubaidillah, berikut ini penjelasan lengkap tentang runtuhnya Kesultanan Berau.
Keruntuhan Kesultanan Berau
Kesultanan Berau awalnya adalah sebuah kerajaan di Kalimantan Timur yang berdiri pada abad ke-14. Awalnya, kerajaan ini bercorak Hindu-Buddha, kemudian berubah menjadi corak Islam seiring dengan masuknya agama Islam di wilayah Berau.
Tidak lama kemudian pada abad ke-19, Kerajaan Berau runtuh setelah berubah dari kerajaan menjadi Kesultanan Berau. Keruntuhan Kesultanan Berau pada abad ke-19 ini karena menjadi korban politik adu domba yang dilancarkan pihak Belanda.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, Kesultanan Berau ini terletak di Kecamatan Gunung Tabur, Berau, Kalimantan Timur. Perubahan dari kerajaan menjadi Kesultanan ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Hasanuddin.
Waktu itu Kesultanan Berau berhasil mencapai masa kejayaan, hal ini dibuktikan dengan keberhasilan Sultan Muhammad Hasanuddin dalam mengusir Belanda. Sayangnya harus runtuh sejak Belanda mulai masuk ke wilayah Berau pada abad ke-17.
Kedatangan Belanda ini tujuannya ingin menanamkan pengaruhnya dengan menguasai perdagangan di wilayah Kutai dan Berau. Namun belum berhasil diwujudkan karena perjuangan pantang menyerah Sultan Muhammad Hasanuddin.
Belanda tidak menyerah begitu saja, justru berupaya lebih intensif dari yang sebelumnya agar mudah menguasai Kesultanan Berau. Kematian pemimpin terakhir Kesultanan Berau menjadi salah satu pemicu keruntuhan karena perebutan kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut tentu saja dimanfaatkan Belanda untuk memasukkan politik divide et impera atau adu domba. Strategi ini berhasil memecah Kesultanan Berau menjadi dua bagian, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur.
Kemudian Kesultanan Sambaliung dipimpin oleh cucu Sultan Muhammad Hasanuddin, Raja Alam. Sedangkan pemimpi Kesultanan Gunung Tabur adalah Aji Kuning II bernama Gazi Mahyudin.
Kesimpulannya, keruntuhan Kesultanan Berau disebabkan oleh penerapan politik adu domba oleh Belanda dan masalah internal kesultanan.(DSI)