Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Kisah Demang Lehman dalam Perjuangan Melawan Penjajah
12 April 2025 12:27 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kisah Demang Lehman merupakan salah satu narasi heroik yang tumbuh dari tanah Banjar. Cerita ini menggambarkan perjuangan tanpa henti dalam menghadapi penjajahan.
ADVERTISEMENT
Di balik namanya, tersembunyi tekad dan keberanian yang menginspirasi banyak generasi.
Kisah Demang Lehman
Dikutip dari laman bpmbkm.uma.ac.id, inilah kisah Demang Lehman yang menjadi panutan dalam perjuangan mempertahankan martabat rakyat Banjar.
Ia lahir pada tahun 1832 dengan nama Idies, dan mendapat gelar Kiai Demang saat dipercaya menjadi kepala distrik Riam Kanan.
Awalnya, ia adalah ajudan dari Pangeran Hidayatullah II sejak tahun 1857. Karena kesetiaan dan kecakapannya, ia diangkat menjadi pemimpin daerah dan dipercaya memimpin pasukan dalam Perang Banjar.
Peranannya sangat terlihat saat memimpin 3.000 pasukan menyerbu Keraton Bumi Selamat pada 30 Agustus 1859. Meski serangan itu gagal, semangat juangnya tak surut.
Bahkan ketika Benteng Tabanio diserbu Belanda, ia bersama Kiai Langlang dan Penghulu Haji Buyasin berhasil bertahan dan menggagalkan serangan.
ADVERTISEMENT
Serangan lanjutan dari Belanda dengan bantuan kapal perang juga tak mampu membuat mereka menyerah. Demang Lehman dan pasukannya bertahan, lalu memusatkan kekuatan di Benteng Gunung Lawak.
Pada 27 September 1859, benteng tersebut diserang kembali. Lebih dari seratus pasukannya gugur, namun tekad tetap menyala.
Perjuangan berlanjut ke Kandangan, tempat di mana pertemuan antara para pemimpin pejuang menyepakati untuk menolak segala bentuk kompromi dari Belanda.
Semboyan "Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing" menjadi sumpah mereka untuk terus melawan.
Dalam rencana menyerbu Benteng Amawang, Demang Lehman menyelundupkan dua orang kepercayaannya untuk menjadi pekerja Belanda di dalam benteng.
Saat penyerbuan dilakukan pada 31 Maret 1860, keduanya mengacaukan pasukan musuh dari dalam. Meski pada akhirnya pasukan harus mundur, semangat perlawanan tetap membara.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, Demang Lehman bergabung dengan Pangeran Hidayatullah di Barabai, tempat benteng pertahanan lain dibangun untuk menghadapi serangan besar-besaran Belanda.
Ekspedisi militer Belanda yang dipimpin Gustave Marie Verspijck mengerahkan ratusan serdadu serta kapal perang. Namun, taktik gerilya yang digunakan oleh rakyat membuat mereka kesulitan.
Meskipun akhirnya Barabai jatuh, perjuangan tetap berlanjut. Belanda kemudian menetapkan harga kepala Demang Lehman sebesar 2.000 gulden sebagai upaya menangkapnya.
Usaha perundingan dilakukan, tetapi Demang Lehman menolaknya mentah-mentah.
Ia tetap memilih jalur perjuangan hingga akhirnya sepakat turun ke Martapura dengan syarat Pangeran Hidayatullah diangkat kembali sebagai Sultan Banjar.
Pada 6 Oktober 1861, ia datang ke Martapura dengan 250 pasukan, siap menghadapi segala bentuk pengkhianatan. Janji-janji Belanda tidak memikat hatinya. Ia tetap pada pendiriannya: berjuang sampai akhir demi tanah Banjar.
ADVERTISEMENT
Kisah Demang Lehman menjadi simbol semangat perjuangan yang tak mengenal lelah. Sepanjang hidupnya, ia memperjuangkan kehormatan bangsanya tanpa tergoda oleh imbalan atau tawaran kompromi dari penjajah.
Kisah ini layak dikenang sebagai wujud perlawanan sejati dari tanah Banjar terhadap penindasan kolonial. Semangatnya hidup dalam sejarah sebagai inspirasi untuk generasi berikutnya. (Khoirul)