Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Nilai Keteladanan Perang Jagaraga yang Berkobar di Bali
18 Januari 2024 22:38 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Nilai keteladanan Perang Jagaraga terdiri dari cinta tanah air, persatuan dan kesatuan, semangat juang, rela berkorban, dan pemimpin strategis.
ADVERTISEMENT
Nilai keteladanan Perang Jagaraga bisa dipahami dan diterapkan oleh masyarakat pada era globalisasi ini. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai nilai keteladanan Perang Jagaraga.
Nilai Keteladanan Perang Jagaraga
Perang Jagaraga merupakan salah satu dari empat perang puputan yang terjadi di Bali . Perang Jagaraga dipimpin oleh Patih Jelantik dan terjadi di Buleleng selama tahun 1848-1949.
Berdasarkan buku Cerita Perang Kemerdekaan Indonesia karya Mujibah Utami, perang tersebut terjadi karena Raja Buleleng dan Raja Karangasem tidak menaati kesepakatan dengan Belanda.
Lalu, apa nilai keteladanan yang bisa dipetik dari Perang Jagaraga dan Perang Puputan lainnya? Berikut penjelasannya.
1. Cinta Tanah Air
Perang Jagaraga terjadi karena Raja Buleleng dan Raja Karangasem saat itu menolak kesepakatan dengan Belanda yang salah satunya adalah mengakui Raja Belanda sebagai pemimpin.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Bali berusaha keras untuk mempertahankan wilayah mereka sebagai bagian dari Indonesia dengan seluruh semangat yang berkobar.
2. Kesatuan dan Persatuan
Perang Jagaraga diikuti oleh semua masyarakat tanpa terkecuali, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, juga dari semua kasta, termasuk keluarga kerajaan.
Hal ini menunjukkan bahwa Perang Jagaraga mampu menyatukan seluruh masyarakat Bali dalam usaha mempertahankan kedaulatan Indonesia tanpa pandang bulu.
3. Semangat Juang
Perang Jagaraga di Bali termasuk dalam puputan. Puputan dalam bahasa Bali sendiri berarti habis-habisan yang berarti perang atau perlawanan habis-habisan hingga titik darah terakhir.
Meskipun masyarakat Bali saat itu memiliki persenjataan yang tidak memadai dibandingkan tentara Belanda, tetapi mereka terus berjuang untuk melawan.
4. Rela Berkorban
Puputan bukan usaha masyarakat Bali untuk meraih sebuah kemenangan dalam perang, tetapi untuk menyambut kematian oleh musuh hingga habis tidak tersisa.
ADVERTISEMENT
5. Pemimpin Strategis
Patih Jelantik sebagai sosok yang memimpin perang memiliki kemampuan untuk menyusun rencana yang rapi, terlepas dari kurangnya sarana dan prasarana saat itu.
Bahkan, Patih Jelantik berhasil mengalahkan Belanda pada perang pertama setelah berhasil melakukan strategi, seperti membuat benteng pertahanan, melatih prajurit, membakar semangat, dan meminta bantuan Raja-Raja Bali dalam persenjataan.
Demikian adalah beberapa nilai keteladanan Perang Jagaraga yang terjadi di Bali. (SP)