Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Politik Adu Domba yang Diterapkan Belanda di Kerajaan Banten
1 Desember 2024 8:24 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Politik adu domba yang diterapkan Belanda di Kerajaan Banten berhasil menciptakan konflik internal yang merugikan kerajaan sekaligus menguntungkan penjajah dalam upaya mereka memperluas kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Dengan memanfaatkan perselisihan antara para pemimpin kerajaan, Belanda mampu memecah belah solidaritas internal Banten.
Strategi ini memberikan peluang besar bagi penjajah untuk mengambil alih kendali wilayah secara perlahan tanpa perlu menghadapi perlawanan besar-besaran dari pihak kerajaan.
Awal Mula Politik Adu Domba yang Diterapkan Belanda di Kerajaan Banten
Bagaimana politik adu domba yang diterapkan Belanda di Kerajaan Banten menjadi salah satu strategi kolonial yang paling efektif untuk memperluas kekuasaan mereka di Nusantara?
Belanda memanfaatkan perpecahan di dalam kerajaan, menciptakan konflik di antara para pemimpin lokal agar fokus mereka terpecah. Dengan cara ini, Belanda mampu memperlemah kekuatan Banten tanpa harus melakukan konfrontasi langsung secara besar-besaran.
Setelah berhasil mendirikan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), Belanda menyadari bahwa persaingan dan ketegangan di dalam kerajaan-kerajaan Nusantara dapat dimanfaatkan untuk memperkuat posisinya.
ADVERTISEMENT
Di Kerajaan Banten, politik adu domba mulai diterapkan dengan cara mendukung pihak-pihak tertentu dalam konflik internal kerajaan.
Dukungan ini diberikan kepada pemimpin atau kelompok yang dianggap bisa bekerja sama dengan VOC, sementara pihak lain dihasut untuk menentangnya. Salah satu contohnya adalah dukungan VOC terhadap Sultan Haji, putra dari Sultan Ageng Tirtayasa.
Berdasarkan jurnal ojs.unm.ac.id, Belanda mulai menanamkan politik adu dombanya kepada Sultan Haji dan Sultan Ageng Tirtayasa. Ketika Sultan Haji menjadi pemimpin yang memuat politik di kesultanan Banten menjadi berubah dan berbau politik Eropa atau politik Belanda.
Sultan Haji merasa tersingkir dalam perebutan kekuasaan dan meminta bantuan Belanda untuk melawan ayahnya sendiri.
Konflik ini menjadi awal dari keruntuhan kekuatan politik Kerajaan Banten, karena Sultan Ageng Tirtayasa, yang sebelumnya menentang VOC, berhasil ditaklukkan dengan bantuan militer Belanda.
ADVERTISEMENT
Dampak Politik Adu Domba bagi Kerajaan Banten
Politik adu domba yang diterapkan Belanda membawa dampak besar bagi kelangsungan kerajaan. Perpecahan internal yang dipicu oleh konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji melemahkan solidaritas kerajaan.
Akibatnya, VOC dengan mudah menguasai perdagangan di Banten, khususnya rempah-rempah, yang menjadi komoditas utama. Selain itu, pengaruh Belanda semakin kuat karena mereka berhasil menanamkan kontrol politik dan ekonomi di Banten.
Kejatuhan Banten juga membuka jalan bagi VOC untuk memperluas kekuasaannya ke wilayah-wilayah lain di Nusantara.
Kerajaan Banten yang dulunya menjadi pusat perdagangan maritim di Asia Tenggara akhirnya kehilangan pengaruhnya akibat politik adu domba yang dilakukan Belanda.
Politik adu domba yang diterapkan Belanda di Kerajaan Banten mengajarkan pentingnya persatuan dalam menghadapi ancaman dari luar.
ADVERTISEMENT
Ketidakmampuan para pemimpin Banten untuk mempertahankan solidaritas internal menjadi celah yang dimanfaatkan oleh VOC.
Oleh karena itu, persatuan dan kerja sama antar pemimpin menjadi kunci untuk melindungi kedaulatan suatu wilayah dari campur tangan pihak asing.
Politik adu domba yang diterapkan Belanda menjadi contoh nyata bagaimana strategi tersebut digunakan untuk menguasai suatu wilayah.
Dengan memanfaatkan konflik internal, Belanda berhasil memperlemah Kerajaan Banten tanpa harus melakukan perang besar-besaran. (Rahma)