Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Proses Sidang Tidak Resmi yang Dilaksanakan BPUPKI dalam Sejarah Indonesia
14 April 2025 18:09 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Proses sidang tidak resmi yang dilaksanakan BPUPKI menjadi titik balik penting dalam perumusan dasar Negara Indonesia.
ADVERTISEMENT
Meski berlangsung di luar forum resmi, sidang ini berhasil menjembatani perbedaan ideologis antar golongan dan menghasilkan landasan konstitusional yang inklusif.
Proses Sidang Tidak Resmi yang Dilaksanakan BPUPKI
Pertanyaan bagaimana proses sidang tidak resmi yang dilaksanakan BPUPKI menjadi penting dalam menelusuri sejarah lahirnya dasar negara Indonesia.
Mengutip dari situs unnes.ac.id, sidang ini berlangsung antara 2 Juni hingga 9 Juli 1945, di tengah kebuntuan pasca-sidang resmi pertama BPUPKI.
Dalam masa krusial tersebut, perbedaan pandangan antara golongan nasionalis sekuler dan Islam berhasil dijembatani lewat pendekatan musyawarah.
Peran Panitia Sembilan dalam Proses Konsensus
Untuk menyatukan visi kebangsaan menjelang kemerdekaan Indonesia, dibentuklah Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945. Panitia ini terdiri dari tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Bagus Hadikusumo, hingga KH Wahid Hasyim.
ADVERTISEMENT
Meski dibentuk oleh BPUPKI, pertemuan mereka berlangsung dalam suasana yang tidak terikat pada aturan formal dan lebih bersifat dialog intensif dan terbuka demi mencapai mufakat.
Dari pertemuan tersebut, lahirlah Piagam Jakarta, sebuah naskah awal yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD 1945.
Piagam ini merupakan hasil kompromi antara aspirasi kelompok Islam dan nasionalis, dengan kalimat awal yang menyatakan “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Kalimat tersebut merefleksikan semangat untuk mengakomodasi nilai-nilai keagamaan dalam kerangka negara yang baru merdeka.
Demi menjaga persatuan bangsa yang majemuk, kalimat tersebut kemudian diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Perubahan ini mencerminkan kelapangan hati dan semangat toleransi para pendiri bangsa.
Mereka sadar bahwa fondasi negara harus menjamin kesetaraan dan kebebasan beragama bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa mengesampingkan nilai-nilai keimanan yang luhur.
ADVERTISEMENT
Menjawab pertanyaan bagaimana proses sidang tidak resmi yang dilaksanakan BPUPKI, dapat disimpulkan bahwa meskipun tidak formal, proses ini sangat strategis.
Lewat dialog terbuka, kompromi, dan musyawarah, para tokoh bangsa berhasil menyusun fondasi negara yang inklusif dan pluralistik.
Sidang tidak resmi BPUPKI adalah bukti nyata bahwa kemerdekaan Indonesia diraih bukan hanya lewat senjata, tapi juga lewat kebijaksanaan dalam perbedaan. (Echi)