Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Sejarah Madain Saleh, Kota Batu Misterius di Jazirah Arab
12 April 2025 11:43 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sejarah Madain Saleh telah menjadi perhatian banyak peneliti karena menyimpan kisah peradaban besar sekaligus kehancuran yang tragis.
ADVERTISEMENT
Situs ini dikenal pula dengan nama Al-Hijr atau Hegra, terletak di wilayah Hijaz, Arab Saudi, dan pernah menjadi pusat penting dalam perdagangan kuno.
Kini, peninggalan yang masih berdiri kokoh menjadi saksi bisu dari berbagai periode sejarah yang pernah berkuasa di wilayah tersebut.
Sejarah Madain Saleh
Berikut adalah sejarah Madain Saleh yang dimulai jauh sebelum masa Nabi Salih menurut tradisi Islam, dikutip dari p2k.stekom.ac.id.
Awal mula adanya Madain Saleh berkaitan dengan pemukiman kuno yang diduga sudah ada sejak abad ke-3 sebelum Masehi.
Para arkeolog menemukan peninggalan dari peradaban Lihyan, yang hidup di wilayah sekitar Madain Saleh dan menjadikan daerah ini sebagai pusat niaga penting.
Letaknya yang berada di jalur perdagangan utama yang menghubungkan selatan Arab dengan Syam (Levant) menjadikannya kawasan yang strategis dan makmur.
ADVERTISEMENT
Kota ini kemudian berkembang pesat ketika dikuasai oleh Bangsa Nabatea, yang juga membangun kota megah Petra di Yordania.
Berada di bawah kepemimpinan Raja Aretas IV, Madain Saleh menjadi kota terbesar kedua setelah Petra.
Bangsa Nabatea dikenal memiliki kemampuan luar biasa dalam mengukir batu dan mengembangkan sistem pertanian di wilayah gurun yang kering.
Mereka membangun makam-makam raksasa yang dipahat langsung dari tebing batu, lengkap dengan hiasan arsitektur yang menunjukkan gaya khas mereka.
Tak hanya itu, mereka juga berhasil mengelola sumber air dan membangun saluran irigasi untuk menopang kehidupan oasis di tengah padang pasir.
Namun, kejayaan Madain Saleh mulai meredup setelah wilayah Nabatea dicaplok oleh Kekaisaran Romawi pada tahun 106 Masehi.
Ketika Romawi mengambil alih jalur perdagangan rempah-rempah dan mengalihkan rute lewat laut, posisi Madain Saleh sebagai pusat dagang darat kehilangan maknanya.
ADVERTISEMENT
Perlahan-lahan, kota ini ditinggalkan dan berubah menjadi kota mati yang nyaris terlupakan selama berabad-abad.
Dalam tradisi keagamaan, khususnya Islam, Madain Saleh disebut sebagai tempat tinggal kaum Tsamud. Kaum ini diceritakan dalam Al-Qur’an sebagai umat Nabi Salih, yang diberi peringatan agar kembali kepada ajaran tauhid.
Namun, meskipun telah diberi mukjizat berupa unta betina yang keluar dari batu, kaum Tsamud justru membangkang dan membunuh hewan tersebut.
Setelah itu, azab Allah datang menimpa mereka dalam bentuk gempa dahsyat dan suara menggelegar yang menghancurkan seluruh permukiman mereka.
Tragedi ini disebut dalam banyak ayat sebagai peringatan bagi umat manusia agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Hingga kini, sisa-sisa peninggalan kaum Tsamud dan Nabatea masih dapat dilihat di Madain Saleh, berupa makam-makam batu yang berukir indah, lorong-lorong sempit di antara tebing, serta bukti pemukiman manusia di masa lampau.
ADVERTISEMENT
Karena nilai sejarah dan arkeologisnya yang tinggi, UNESCO menetapkan Madain Saleh sebagai Situs Warisan Dunia pada tahun 2008, menjadikannya lokasi pertama di Arab Saudi yang memperoleh status tersebut.
Namun, pelestarian situs ini tidak lepas dari kontroversi. Sebagian ulama dan masyarakat menolak pengembangan Madain Saleh sebagai destinasi wisata.
Penolakan ini muncul karena adanya larangan dalam hadis untuk mengunjungi tempat-tempat yang pernah diazab, kecuali untuk mengambil pelajaran dan merenung dalam ketakutan kepada Tuhan.
Di sisi lain, pemerintah Arab Saudi berusaha mempromosikan situs ini sebagai bagian dari transformasi budaya dan pariwisata dalam visi modernisasi negara.
Sejarah Madain Saleh bukan hanya tentang reruntuhan batu yang menakjubkan, melainkan tentang peringatan keras dari masa lalu.
ADVERTISEMENT
Ia mengajarkan bahwa kemegahan dan kemajuan teknologi bukanlah jaminan atas keselamatan peradaban, jika nilai moral dan spiritual diabaikan.
Dari setiap ukiran batu dan puing-puing kuno, tersimpan pesan yang dalam tentang kehancuran yang bisa datang kapan saja, jika manusia lupa akan batas dirinya. (Shofia)