Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sejarah Tanjak, Ternyata Bukan Penutup Kepala Biasa
6 November 2024 22:53 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belum banyak yang tahu mengenai sejarah tanjak, padahal tanjak bukanlah sekedar penutup kepala biasa, tetapi penggunaannya memiliki aturan dan makna tersendiri bagi masyarakat Melayu .
ADVERTISEMENT
Mengulas sejarahnya, tanjak merupakan penutup kepala khas Melayu yang diperkirakan berasal dari masyarakat di Sumatra . Selain nama tersebut, masyarakat juga menyebutnya dengan ikat-ikat, mahkota kain, atau tengkolok.
Fungsinya ada beragam, di antaranya sebagai perlengkapan wajib pakaian adat Melayu, menghalangi keringat jatuh ke mata, simbol penghormatan kepada tanah yang dipijak, penanda negeri asal, harkat dan martabat, serta merapikan rambut.
Sejarah Tanjak
Dikutip dari situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, berdasarkan buku Destar Alam Melayu karya Johan Iskandar, tanjak pertama sudah ada sejak tahun 1400 yang disebut dengan sebutan takur tukang besi atau ibu tanjak.
Keberadaan tanjak sendiri sudah ada sejak masa Kesultanan Palembang yang dikenakan oleh para priyai, bangsawan , pembesar, serta tokoh-tokoh masyarakat.
Bukti keberadaannya bisa dilihat dari sketsa atau lukisan, di antaranya pada peristiwa Perang Palembang (1819-1821), Perang Jati (Lahat) tahun 1840-an, Perang Gunung Merakso (Lintang) tahun 1845, Perang Mutir Alam (Besemah) tahun 1860, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, di tahun 1823, Belanda menghapus tanjak dari Kesultanan Palembang Darussalam. Meskipun begitu, penggunaan tanjak masih dilakukan oleh masyarakat Melayu hingga saat ini sebagai simbol budaya.
Istilah tanjak berasal dari bahasa Melayu Palembang tanjak atau nanjak yang menunjukkan suatu hal yang ditinggikan, bukan direndahkan.
Berdasarkan hal itu, pembuatan tanjak diberi syarat khusus yakni harus terbuat dari kain segi empat yang dilipat menjadi bentuk segitiga dengan ujungnya dibuat meninggi. Mengenai jenis kainnya beragam, bisa kain songket, pardo, batik, maupun angkinan.
Berdasarkan sumber yang beredar, tanjak yang terbuat dari kain songket dahulunya hanya dikenakan oleh para priyai, bangsawan, pangeran, dan orang dengan jabatan tertentu.
Bagian terpenting dari tanjak selain bentuknya adalah simpul yang terbagi menjadi dua, yaitu simpul kanan dan kiri. Bagian tersebut menjadi lambang persatuan dan ikatan
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, diketahui sudah ada 21 jenis tanjak Melayu, di antaranya adalah lang melayang, cogan daun kopi, balung ayam, lang mengongsong angin, dan masih banyak lainnya.
Demikianlah pembahasan seputar sejarah tanjak yang ternyata sangat menarik karena mengnadung makna dan filosofi mendalam. (Nay)