Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Sejarah Tradisi Tabuik di Sumatra Barat beserta Asal-Usulnya
1 April 2025 16:16 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sejarah tradisi tabuik merupakan bagian penting dari budaya Minangkabau, khususnya di daerah Pariaman, Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Tabuik, yang berbentuk replika miniatur, menjadi simbol penghormatan terhadap perjuangan dan pengorbanan Imam Husain.
Sejarah Tradisi Tabuik di Sumatra Barat
Sejarah tradisi tabuik dimulai sebagai sebuah upacara penting yang dilaksanakan oleh masyarakat Pariaman, Sumatra Barat.
Dikutip dari jurnal Tabuik, Warisan Budaya Islam Sumatera Barat oleh Inda Violina (2023) sejarah tradisi tabuik dimulai sebagai sebuah upacara penting yang dilaksanakan oleh masyarakat Sumatra Barat, untuk memperingati peristiwa tragis yang terjadi pada perang Karbala.
Tradisi ini bertujuan untuk mengenang syahidnya Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad saw, yang dibunuh secara kejam oleh pasukan Yazid bin Mu’awiyah.
Sudah berlangsung sejak dua abad yang lalu, tradisi tabuik selalu dilaksanakan setiap awal bulan Muharram, bertepatan dengan peringatan hari Asyura.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Pariaman, yang mayoritas menganut agama Islam melaksanakan prosesi ini sebagai bentuk penghormatan dan kecintaan kepada Imam Husein, serta untuk mengenang pengorbanan dan perjuangan beliau dalam mempertahankan ajaran Islam.
Tradisi tabuik kini menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan identitas masyarakat Pariaman, yang tetap dilestarikan hingga saat ini.
Tabuik pertama kali dibawa ke Indonesia oleh pedagang-pedagang asal Timur Tengah, khususnya dari daerah Persia dan Gujarat (India), yang datang ke Nusantara pada abad ke-16 dan ke-17.
Para pedagang tersebut tidak hanya membawa barang dagangan, tetapi juga ajaran Syiah dan budaya serta tradisi yang berkaitan dengan peringatan Asyura, termasuk perayaan dengan membuat replika kuburan atau tabuik.
Tradisi tabuik ini kemudian diadopsi oleh masyarakat Minangkabau, khususnya di Pariaman, yang menjadi pusat pelaksanaan tradisi ini di Sumatra Barat.
ADVERTISEMENT
Meskipun tradisi tabuik memiliki pengaruh kuat dari ajaran Syiah, masyarakat Pariaman yang mayoritas Sunni tetap menjaga dan melestarikan tradisi ini.
Hal ini menunjukkan adanya akulturasi budaya yang terjadi di antara berbagai aliran dalam Islam di Indonesia.
Tradisi tabuik menjadi cerminan kebudayaan yang kaya akan nilai-nilai sosial, religius, dan gotong royong yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Pariaman.
Kini, tradisi tabuik tidak hanya menjadi milik masyarakat Pariaman, tetapi juga menjadi daya tarik wisata budaya yang dikenal luas di Indonesia.
Setiap tahunnya, ribuan wisatawan datang untuk menyaksikan prosesi ini yang menjadi salah satu bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Meskipun ada beberapa kontroversi terkait dengan pelaksanaan tradisi tabuik, baik dari segi agama maupun pandangan masyarakat lainnya, tradisi ini tetap menjadi simbol kuat dari identitas budaya dan sejarah yang mendalam bagi masyarakat Pariaman.
ADVERTISEMENT
Itulah sejarah tradisi tabuik telah menjadi bagian penting dari warisan budaya masyarakat Pariaman dan Sumatra Barat secara keseluruhan.
Melalui tradisi ini, masyarakat tidak hanya mengenang peristiwa bersejarah di Karbala, tetapi juga memperlihatkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan penghormatan terhadap pengorbanan dalam mempertahankan kebenaran. (shr)