Konten dari Pengguna

Tokoh Penengah antara Golongan Tua dan Golongan Muda di Peristiwa Rengasdengklok

Sejarah dan Sosial
Artikel yang membahas seputar sejarah hingga topik sosial lainnya.
25 Januari 2025 17:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Tokoh Penengah antara Golongan Tua dan Golongan Muda di Peristiwa Rengasdengklok, Unsplash/Nick Agus Arya
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tokoh Penengah antara Golongan Tua dan Golongan Muda di Peristiwa Rengasdengklok, Unsplash/Nick Agus Arya
ADVERTISEMENT
Tokoh penengah antara golongan tua dan golongan muda di peristiwa Rengasdengklok memainkan peran penting dalam menjembatani perbedaan pandangan antara kedua pihak terkait proklamasi kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari situs fahum.umsu.ac.id, peristiwa Rengasdengklok terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 ketika sejumlah pemuda dari golongan muda menculik Soekarno-Hatta untuk mendesak keduanya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Rengasdengklok sendiri adalah nama daerah di utara Karawang, Provinsi Jawa Barat.

Tokoh Penengah antara Golongan Tua dan Golongan Muda di Peristiwa Rengasdengklok

Ilustrasi Tokoh Penengah antara Golongan Tua dan Golongan Muda di Peristiwa Rengasdengklok, Unsplash/Zoraya Project
Tokoh yang menjadi penengah antara golongan tua dengan golongan muda pada peristiwa Rengasdengklok adalah Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.
Dikutip dari situs esi.kemdikbud.go.id, Achmad Soebardjo adalah tokoh yang memegang peranan penting pada saat situasi genting menjelang proklamasi Indonesia. Dia termasuk golongan tua yang disimbolkan oleh generasi Soekarno-Hatta.
Ini berbeda dengan golongan muda seperti Sayuti Melik, Wikana, dan Chaerul Saleh.
Para pemuda inilah yang kemudian ‘menculik’ Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok dan mendesak keduanya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan dan bukan menunggu pemberian dari Jepang.
ADVERTISEMENT
Situasi tegang itu segera mereda setelah Achmad Soebardjo menjadi penengah dengan menjamin dirinya untuk menyegerakan Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan.
Menjadi tokoh penengah antara golongan tua dan golongan muda di peristiwa Rengasdengklok, Achmad Soebardjo adalah orang yang menjembatani dari progresifitas golongan muda dan menjalankan kehati-hatian golongan tua.
Kedudukannya yang menjadi penengah yang dapat meredakan ketegangan 2 golongan aktivitas pergerakan ini bukan hal yang muncul tiba-tiba. Aktivitas pergerakannya telah teruji sejak dia menjadi mahasiswa.
Achmad Soebardjo diketahui berasal dari Teluk Jambe, Jawa Barat, dan lahir pada tanggal 23 Maret 1986. Dia adalah putra dari seorang pegawai gubernemen Hindia Belanda.
Ini memberikan kesempatan baginya untuk mengenyam pendidikan di Hogere Burger School (HBS) yang selesai pada tahun 1917 di Batavia.
ADVERTISEMENT
Dia melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden hingga lulus dengan gelar Meester in de Rechten (sarjana hukum). Menjelang kemerdekaan, Achmad Soebardjo terpilih menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Dia menjadi penjamin dari tuntutan para pemuda yang ‘menculik’ Soekarno-Hatta’ karena kedekatannya dengan kelompok pemuda tersebut dalam asrama mahasiswa.
Selain itu, dia juga mendapatkan dukungan dari Laksamana Maeda sehingga akhirnya dia dapat meyakinkan semua pihak agar mengembalikan Soekarno-Hatta ke Jakarta.
Setelah Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta, langkah-langkah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia segera dipersiapkan.
Sebagai seorang politisi sekaligus negarawan, kiprah Achmad Soebardjo yang krusial adalah keterlibatannya dalam masa revolusi antara tahun 1945-1946 ketika upaya pemerintahan yang baru berdiri ini terbagi-bagi dalam berbagai pendapat.
ADVERTISEMENT
Dia meninggal pada 15 Desember 1978 dalam usia 82 tahun dan dimakamkan di Cipayung, Bogor.
Sebagai tokoh penengah antara golongan tua dan golongan muda di peristiwa Rengasdengklok, atas jasa-jasanya dia diberi gelar pahlawan nasional pada tahun 2009. (Mey)