Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Cak Nur dan Pencarian Titik Temu
13 September 2023 15:46 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Yudhi Andoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Titik temu adalah slogan yang sering dikumandangkan Nurcholish Madjid (Cak Nur) dalam memecah kebuntuan perspektif kemanusiaan umat Islam ketika mereka harus berkomunikasi dengan umat lain. Pada berbagai forum Cak Nur senang sekali jika telah berbicara tentang titik temu ini.
ADVERTISEMENT
Bagi dia titik temu mungkin merupakan solusi mencairkan hubungan tersebut, yang bila dipersempit, yakni dengan kelompok yang disebut Ahlul Kitab. Ahlul Kitab ini menurut Cak Nur adalah kelompok masyarakat Nasrani, Yahudi, Hindu, Buddha, dan sebagainya yang pendeknya memiliki kitab suci.
Pencarian titik temu itu sendiri menurut Cak Nur mendapat landasan teologis dalam Islam lewat Q.S. Al Imran: 64. Perintah pencarian titik temu ini menurutnya tidak terbatas hanya pada persoalan akidah, yakni hanya akan menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya, yang bila mereka (Ahlul Kitab) tidak mau diiringi persaksian bahwa kami orang Islam sebagai penegasan identitas, tapi juga menyangkut persoalan kehidupan sosial, katakanlah dalam sebuah negara. Dan titik temu ini bisa jadi dalam hal kepentingan umum yang baik.
ADVERTISEMENT
Titik temu merupakan jalan kompromi sosial umat Islam dengan umat lain. Titik temu merupakan komunikasi dua arah yang memungkinkan terjadinya persesuaian tujuan dalam mengembangkan moral dan etika kemasyarakatan sehingga terciptanya kehidupan sosial yang harmonis.
Komunikasi yang baik dalam kehidupan bermasyarakat bagi kaum Muslim menyaratkan adanya pengakuan kebaikan setiap pribadi.
Cak Nur dalam Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi (1999) menjelaskan:
Dinamika pertumbuhan dan perkembangan tersebut dalam masyarakat, termasuk masyarakat Islam mesti bersifat mobil atau bergerak ke arah yang lebih baik.
Salah satu aspek terpenting kemanusiaan itu ialah perkembangan dan oleh sebab itu tidak boleh menjadi statis. Dengan demikian, Islam sebagai agama kemanusiaan dapat direduksi dalam kata amal saleh yang dinamis lewat pengapresiasian kemodernan berdasarkan ajaran agama yang sah.
ADVERTISEMENT
Pandangan optimis-positif terhadap manusia melalui vitalnya peran titik temu itu menurut Cak Nur akan melahirkan sikap-sikap persahabatan yang hangat dan disertai sikap baik sangka. Maka dari itu, rasialisme sebagai paham pembedaan manusia oleh bentuk-bentuk fisiknya merupakan tantangan dan hinaan akan kemampuan Allah dalam mencipta. Islam dalam hal ini sangat jelas mengajarkan bahwa sebagai makhluk yang dimuliakan Allah, manusia terlahir secara fitrah dan tidak mengenal adanya dosa turunan yang merupakan inti pandangan persamaan manusia.
Pandangan persamaan manusia dan adanya tanggung jawab pribadi setiap muslim di hadapan Allah SWT merupakan dasar nilai Islam sebagai agama kemanusiaan. Dasar ini dinyatakan Cak Nur,
“Karena hakikat dasar yang mulia ini, manusia dinyatakan sebagai puncak segala makhluk Allah, yang diciptakan-Nya dalam sebaik-baik ciptaan, yang menurut asalnya berharkat dan bermartabat yang setingginya-tingginya. Setiap pribadi manusia adalah berharga, seharga kemanusiaan sejagad.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu setiap pribadi manusia harus berbuat baik kepada sesamanya, dengan memenuhi kewajiban diri pribadi terhadap pribadi yang lain, dan dengan menghormati hak-hak orang lain, dalam suatu jalinan hubungan kemasyarakatan yang damai dan terbuka” (Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, 1995).
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia sebagai makhluk kebaikan. Sebagai makhluk yang sempurna dan berharkat serta bermartabat, manusia dalam pandangan Islam menempati urutan tertinggi yang diwajibkan menjaga keseimbangan alam semesta dengan tetap teguh menjalankan kewajibannya menghormati hak-hak manusia lain.
Hasrat akan kehidupan yang damai dan terbuka sebagai jalur kehidupan yang mesti dijaga merupakan penunjuk bahwa manusia merupakan makhluk terbaik ciptaan Allah.
Manusia sesungguhnya puncak ciptaan Tuhan yang Maha Pencipta, yang dikirim ke muka bumi agar menjadi khalifah atau wakil-Nya. Oleh karena itu setiap perbuatan mereka yang membawa perbaikan manusia, oleh sesama manusia sendiri, mempunyai nilai dan keluhuran kosmis tertinggi, serta menjangkau batas-batas jagad raya, menyimpan makna kebenaran dan kebaikan universal, suatu nilai yang berdimensi kesemestaan seluruh alam.
ADVERTISEMENT
Masing-masing dari perorangan itu pulalah yang akhirnya dituntut untuk mencitrakan dirinya sebagai makhluk moral yang bertanggung jawab, yang akan memikul segala amal perbuatannya tanpa kemungkinan mendelegasikannya kepada pribadi yang lain.
Karena itu nilai seorang pribadi adalah sama dengan nilai kemanusiaan universal, sebagaimana nilai kemanusiaan universal adalah sama nilainya dengan nilai kosmis seluruh alam semesta. Jadi harkat dan martabat setiap perorangan atau pribadi manusia harus dipandang dan dinilai sebagai cermin, wakil, atau representasi harkat seluruh umat manusia.
Maka penghargaan dan penghormatan kepada harkat masing-masing manusia secara pribadi bagi Cak Nur adalah suatu amal kebajikan yang memiliki nilai kemanusiaan universal. Demikian pula sebaliknya, pelanggaran dan penindasan kepada harkat dan martabat seorang pribadi adalah tindak kejahatan kepada kemanusiaan universal, suatu dosa kosmis, dosa yang amat besar” (Masyarakat Religius, 2000).
ADVERTISEMENT
Titik temu di tengah masyarakat plural seperti Indonesia sebuah kebutuhan sistemis dan kultural. Tanpa pencarian titik-temu di tengah menguatnya intoleransi, maka Indonesia akan sampai pada situasi bak api dalam sekam. Sewaktu-waktu dapat membesar bila ada yang meniup kebencian dan kedengkian sesama anak-bangsa.