Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Makan Nasi Padang Terus
27 September 2023 13:11 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Yudhi Andoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Enak ya tiap hari makan Nasi Padang terus di sana?! Kira-kira seperti inilah kata-kata istri seorang kolega kala ia menyampaikan cemberut istrinya pada kami beberapa waktu lalu. Kala itu kami mengundangnya yang berasal dari UGM, Yogyakarta, mengisi satu pelatihan jurnal ilmiah di Padang.
ADVERTISEMENT
Pada sesi istirahat ia pun menelepon istrinya. Ia mengabarkan kalau akan pulang satu hari lagi. Saat itu ia sedang rehat dan makan siang. Sambil bercanda istrinya pun menyindir kalau enak ya tiap hari makan Nasi Padang.
Ia pun tergelak. Setelah menelepon istrinya, kolega tadi ngomong kalau istrinya agak iri sama dia karena makan Nasi Padang selama dua hari kegiatan kami. Ia pun mengatakan pada istrinya, ya kalau di Padang mana ada Nasi Padang. Semua makanan di sini ya Nasi Padang. Kami pun tertawa geli.
Penulis yang pernah sekolah di Yogyakarta selama hampir enam tahun paham maksud kolega tersebut. Bagi sebagian orang di Yogyakarta, makan Nasi Padang terkesan mewah dan mahal. Jadi pergi ke rumah makan Nasi Padang, seperti RM Sederhana kadang bila ada momen spesial atau rapat-rapat di kantor.
ADVERTISEMENT
Nasi Padang di berbagai daerah di luar Sumbar telah menjadi viral, selain tawaran lauk-pauk yang beragam, dan atraksi pelayan rumah makan yang mampu membawa piring banyak dengan satu tangan. Namun bila Anda ke Padang atau kawasan lain di Sumbar seperti Bukittinggi, Batusangkar, atau Payakumbuh semua rumah makan rerata sama, kecuali atraksi bawa piring banyak dalam satu tangan itu. Cuma rumah-rumah makan besar atau restoran yang masih memperlihatkan, seperti RM Makan Lamun Ombak, RM Sederhana, dan beberapa lagi.
Bisa kita katakan semua rumah makan yang menyediakan Nasi Padang di Sumbar memiliki hidangan yang sama. Hidangan itu misalnya nasi putih hangat yang harum karena ditanak dengan Beras Solok, rendang, ikan goreng balado, gulai ikan patin atau ikan karang, gulai kepala ikan Sisiak (tuna kecil), ikan nila bakar dengan racikan bumbu pedas manis, dan ditemani segelas teh goyang.
ADVERTISEMENT
Seorang teman dari luar Padang heran dengan teh Goyang. Ia pun mencicipinya, dan katanya tak jauh beda dengan minum teh biasa yang bedanya tak manis-manis amat seperti di Jawa. Apakah metode buat tehnya yang beda? tanya teman ini.
Penulis pun menjelaskan kalau Teh Goyang ini memang air putih yang diseduh dengan teh biasa dan diberi gula sedikit. Darimana asal istilah kata Teh Goyang, mungkin karena adukan putaran sendok menggoyangnya cuma sebentar saja, kata penulis.
Para pemilik rumah makan di Padang memang relatif kreatif membuat istilah dalam hal minuman ini. Semuanya juga ada di rumah makan sampai restoran. Misalnya Anda bisa minat teh taluo tapai.
Teh Talua Tapai adalah minuman energi yang berasal dari kuning telor saja kemudian diaduk dengan gula, dan diseduh air mendidih. Biasanya telor yang dipakai adalah telor itik. Setelah mengeluarkan ruapnya kena air panas, teh talua dimasukkan tape satu potong, dan ditetesi setengah jeruk nipis potong.
ADVERTISEMENT
Selain minuman, beberapa rumah makan Padang juga menawarkan hidangan khas mereka. Umumnya rumah makan seperti Kota Sawahlunto, menyediakan “dendeng batokok”. Dulu daging bahan pembuat dendeng ini adalah daging kerbau. Daging ini cukup alot bertahan, bahkan sebagai bekal pergi merantau.
Sebuah catatan perjalanan dari seorang asing ke Bukittinggi pada dekade pertama abad ke-20 menuliskan soal dinding (dendeng) sebagai makanan khas orang “darek”, orang pedalaman Minangkabau. Namun dendeng sekarang menjadi masakan khas dari Sawahlunto dengan nama “dendeng batokok”.
Dendeng batokok kini dibuat dari daging sapi tanpa lemak. Setelah dilekatkan dengan bumbu-bumbu racikan rahasia setiap tukang masak, daging dendeng kemudian ditumbuk jadi lembek dan digoreng dengan minyak tanak, atau minyak kelapa yang dibuat secara tradisional. Dendeng batokok yang enak adalah yang berbau wangi dengan campuran minyak kelama, serta rempah, dan memiliki rasa manis, lembut, sekaligus renyah di lidah.
ADVERTISEMENT
Sayang kolega tadi tak sempat penulis bawa ke Sawahlunto menikmati kuliner “dendeng batokok”. Ia mesti cepat pulang dengan deg-degan karena istrinya pasti meminta membawa dirinya dan anak-anak makan ke rumah makan Padang, katatnya. Sementara bagi banyak kalangan di Padang kali ini justru tengah berburu kuliner dari luar Sumbar.
Saat ini bertebaran kuliner dari luar Sumbar, seperti pecel lele, nasi kebuli, coto Makassar, kebab Turki, nasi uduk, mi ayam, dan banyak lagi. Tempat-tempat tongkrongan anak muda Padang tak ada menyediakan nasi padang. Bagi mereka makan nasi itu kalau sedang mentraktir teman, keluarga, atau acara makan malam.
Jadi ketika kolega tadi pulang ke Yogyakarta mencari Nasi Padang. Penulis pun mesti membawa anak-anak dan istri ke salah satu outlet makanan yang baru buka di Padang. Mereka menawarkan nasi kebuli pedas seharga Rp 15 ribu se-pinggan.
ADVERTISEMENT