Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Pak Lurah Semar
17 Agustus 2023 21:38 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Yudhi Andoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Entah bercanda, serius, atau pesan penting, Presiden Jokowi melontarkan pernyataan menarik kala menyampaikan pidato dalam sidang tahunan MPR/DPR dan DPD pada Rabu 16 Agustus 2023 lalu. Beliau menyoroti adanya istilah “Pak Lurah” yang disematkan pada dirinya terkait “cawe-cawe” calon presiden dan wakil presiden yang riuh menjelang Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Jokowi dalam pidatonya di hadapan majelis rakyat Indonesia pun bereaksi dengan mengujar bahwa ia bukanlah Pak Lurah yang senantiasa disebut-sebut sebagai penentu calon pemimpin pasca dirinya itu. “Saya adalah Presiden republik Indonesia. Ternyata Pak Lurah itu kode," sebut Jokowi seperti dikutip dari kumparan (17/8).
Namun apa pun klarifikasi Presiden atas istilah atau kode itu dalam gelut-politik 2024 sekarang. Hal itu jelas sebuah pesan politik penting dalam dunia kekuasaan di Indonesia, sekaligus menunjukkan besarnya pengaruh Jokowi pada calon presiden dan wakilnya di kalangan politisi kita.
Semar
Sebutan Pak Lurah dalam masyarakat Indonesia, terutama orang Jawa bukan semata sebuah jabatan politik terendah dari sistem pemerintahan di negeri ini.
Pak Lurah erat kaitannya dengan keberadaan tokoh Semar di pewayangan yang memiliki pengaruh besar dan menentukan bagi jalannya Baratayudha; perang besar antara Keluarga Kurawa dengan Keluarga Pandawa.
ADVERTISEMENT
Semar adalah suara rakyat dalam intonasi ilahia. Ia adalah Lurah sekaligus pembimbing atau punakawan bagi keluarga Pandawa yang terdiri dari Puntadewa, Wrekudara, Janaka, Nakula dan Sadewa.
Pak Lurah Semar digambarkan sangat sakti. Ia penguasa meski tidak menduduki jabatan apa-apa di istana. Puntadewa yang menjadi raja tunduk dan patuh pada wejangan Pak Lurah Semar, karena pada dirinya terdapat perwujudan Sang Hyang Wenang sebagai penguasa jagad raya. Pak Lurah Semar oleh karena itu diturunkan sebagai “dalang” di balik berbagai perubahan dunia ke arah lebih baik.
Para raja, bangsawan, dan rakyat jelata sangat segan, sekaligus takut pada kemurkaan Pak Lurah Semar. Salah satu senjata andalan Pak Lurah Semar adalah kentutnya yang bahkan dapat membuat dewa di kahyangan kelimpungan dan minta ampun karena kedahsyatannya.
ADVERTISEMENT
Jadi arahan, nasihat, dan “cawe-cawe” Pak Lurah Semar sangat dinantikan semua orang, termasuk Kresna titisan Sang Dewa Wisnu, dan pun Keluarga Kurawa yang jadi lawan Pandawa di Medan Kurusetra.
Membangun Kahyangan
Salah satu kisah popular Pak Lurah Semar adalah keinginannya membangun kahyangan dalam lakon “Semar Mbangun Kahyangan”. Kahyangan dalam dunia pewayangan adalah domain para dewa, tempat tinggal para penguasa unsur-unsur pengatur dunia. Namun Semar ingin membangun kahyangan baru, tempat para Pandawa dapat membuat dunia lebih baik bagi rakyatnya.
Dikisahkan, Semar meminta anaknya pergi menghadap Yudhistira atau Puntadewa yang jadi raja Amarta agar meminjamkan pusaka Jamus Kalimasada untuk membuat Kahyangan.
Namun keinginan Semar ditolak Kresna dan Batara Guru, bahkan kedua dewa ini pun melakukan berbagai usaha menggagalkan niat Pak Lurah Semar. Hal itu membuat Pak Lurah Semar murka dan memburu Batara Guru dan Kresna.
ADVERTISEMENT
Kresna yang sakti, dan raja dunia Batara Guru tak dapat menghadapi Pak Lurah Semar. Setelah reda kemarahannya, Pak Lurah Semar menerangkan kalau Kahyangan yang hendak dibangunnya adalah dunia batin para Pandawa agar tetap berpijak pada rakyatnya, bukan pada ego dan nafsu liar keduniawian mereka.
Setelah jelas duduk perkaranya, Kresna dan Batara Guru pun insaf niat baik Pak Lurah Semar dan memohon maaf atas kesilapan sikap suuzon mereka.
Presiden Jokowi jelas bukan Pak Lurah Semar. Meski begitu ia adalah peraih suara rakyat terbanyak dalam dua Pilpres, dan “orang kuat” dalam politik Indonesia meski ia bukanlah ketua umum partai atau ketua koalisi pengusung calon presiden 2024 nanti.
Ia sampai 2024 mendatang masih memegang tali kekuasaan yang dapat menjerat siapa saja, dan dapat mengarahkan siapa saja tanpa harus tampil ke depan.
ADVERTISEMENT
Selama ini para politisi mahfum akan gaya Jokowi yang sarat simbolik, namun berdaya magis/sakti dalam menentukan arah perpolitikan Indonesia, termasuk “kentutnya” yang bisa bersyiir ke siapa saja yang tak disukainya.
Kalau sudah begitu siapa yang tak kalang kabut dibuatnya, bahkan bolak-balik ke istana atau tampil ke publik membuat pernyataan menggelikan ke hadapan rakyat kita?