Konten dari Pengguna

Sumpah Pocong Saka Tatal: Solusi atau Masalah Baru dalam Sistem Hukum Indonesia?

Setiawan Jodi Fakhar
Penulis merupakan Sarjana Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Kolumnis Hukum Online, Konten Kreator Santri Lawyer, Founder Macan Keadilan Indonesia, Associate JDP Law Firm Jakarta Pusat dan Relawan Rumah Dunia.
5 September 2024 13:25 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Setiawan Jodi Fakhar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Saka Tatal, mantan terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi pada tahun 2016, menjalani sumpah pocong di Padepokan Agung Amparan Jati, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, pada Jumat, (9/8/2024).  Foto: Dok. kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Saka Tatal, mantan terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi pada tahun 2016, menjalani sumpah pocong di Padepokan Agung Amparan Jati, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, pada Jumat, (9/8/2024). Foto: Dok. kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sempat viral nih, Kantor Hukum Farhat Abbas melayangkan surat undangan sumpah pocong pada Minggu, 4 Agustus 2024 kepada Iptu Rudiana, ayah dari Alm. Muhammad Rizky Rudiana (Eki) yang menjadi korban kasus pembunuhan berencana di Cirebon, Jawa Barat. Jadi gini, undangan sumpah pocong itu ajakan dari Saka Tatal mantan terpidana perkara a quo kepada Iptu Rudiana. Saka Tatal yang kini telah dinyatakan bebas bersyarat, ia sudah mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Cirebon, melalui kuasa hukumnya Farhat Abbas.
ADVERTISEMENT
Usut punya usut, dalam isi surat undangan itu, khususnya pada angka 2 menanggapi pernyataan Iptu Rudiana, “Saya berani untuk sumpah pocong atau sumpah apa pun, Demi Allah, tujuh turunan saya mati semua kalau saya bohong. Saya tidak pernah merekayasa dugaan pembunuhan almh. Vina dan alm. Eki”. Dilanjut pada angka 3, “Klien Kami sebaliknya juga pula berani untuk bersumpah pocong dan sumpah apa pun, jika Klien Kami tidak terlibat dalam peristiwa Pembunuhan almh. Vina dan Eki.”
Intinya begini, surat itu dimaksudkan untuk mencari titik terang siapa yang benar-benar tidak berbohong untuk bersama-sama melaksanakan sumpah pocong, karena diyakini oleh sebagian masyarakat Cirebon, melaksanakan sumpah pocong akan terbukti mendapatkan azab dan laknat dari Tuhan.
ADVERTISEMENT
Saka Tatal dengan gagah berani melaksanakan prosesi sumpah pocong pada Jumat, 9 Agustus 2024 di Padepokan Amparan Jati Cirebon-Jawa Barat. Namun, Iptu Rudiana tidak hadir entah kemana dirimu Pak Polisi, kamu tak mengindahkan undangan Kantor Hukum Farhat Abbas.
Ketidakhadiran Iptu Rudiana, Pengacara Farhat Abbas menginformasikan pada media “Rudiana tidak hadir, tapi Saka tetap melaksanakan sumpahnya bahwa Saka bukan pelakunya, Saka bukan pembunuhnya dan mudah-mudahan tujuh orang terpidana bisa dibebaskan!” tutur Farhat.
Masyallah, sumpah pocong yang dilaksanakan Saka Tatal itu viral di media sosial, melalui konten YouTube Official iNews berjudul “Detik Detik Saka Tatal Jalani Sumpah Pocong: Saya Siap Diazab!” videonya telah ditonton hingga 1,6 juta kali tayang.
Sumpah Pocong: Antara Keimanan atau Kesesatan?
ADVERTISEMENT
Sejarah sumpah pocong sendiri dikenal sebagai kepercayaan dan tradisi lokal masyarakat Indonesia terutama di Jawa. Sumpah pocong biasanya mengacu pada janji atau sumpah yang dibuat oleh seseorang sebelum meninggal untuk mencegah hal-hal buruk terjadi kepada keluarganya atau untuk mendapat perlindungan dari Tuhan.
Tujuan diadakannya sumpah itu untuk memberi keterangan jika tidak benar akan mendapatkan hukuman dari Tuhan. Prosesi sumpah pocong yang dilaksanakan oleh Saka Tatal seperti ini guys: Dimandikan, dikafani, diadzani, setelahnya Saka Tatal dituntun Ust. Raden Sugiono untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dan membaca sholawat.
ADVERTISEMENT
Sumpah pocong yang diucapkan oleh Saka Tatal, apakah diperbolehkan dalam Islam? Jika dilihat dari pendapat Prof. Quraish Shihab, sebagai seorang ulama dan intelektual muslim terkemuka di Indonesia. Secara umum, beliau kerap menekankan ajaran Islam harus dipahami dan diamalkan berdasarkan sumber yang shahih, yaitu Al-Qur'an dan Hadis, serta dengan pemahaman yang benar sesuai konteks zaman dan kondisi masyarakat.
Dalam Islam sendiri dikenal sumpah mubahalah, jika dikaitkan dengan sumpah pocong maka akan berbeda dalam konteks pemahaman Islam. Sumpah pocong merupakan praktik tradisional yang berkaitan dengan kepercayaan atau budaya setempat, sehingga tidak memiliki dasar dengan ajaran Islam.
Sementara, sumpah dalam Islam yang diakui hanya sumpah mubahalah. Mubahalah merupakan konsep yang diatur dalam ajaran Islam yang melibatkan doa atau sumpah kepada Allah untuk memohon keadilan dan kebenaran dalam suatu perselisihan antara kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
Praktik mubahalah dilakukan dengan mengajak para pihak yang berperkara untuk berdoa bersama memohon kepada Allah agar ditunjukkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Dengan demikian, mubahalah merupakan praktik yang sah dalam Islam.
Maka dalam pandangan Prof. Quraish Shihab, penting untuk membedakan antara ajaran agama yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadis dengan praktik budaya. Sejalan dengan adagium hukum tentang sumpah menyumpah, bahwa “Memberikan sumpah ialah sama halnya dengan memanggil Tuhan sebagai saksi, hal itu adalah keagamaan”. (Jurare eat deum in testem vocare et est actus divini cultus).
Itu berarti ketika seseorang hendak mengatakan sumpah demi Tuhan, jangan jadikan sumpah sebagai lelucon, sumpah merupakan hal sakral. Seseorang yang bisa disumpah di Pengadilan saja sebagaimana dinyatakan pada Pasal 160 ayat (2) KUHAP harus bersumpah dengan kepercayaan agama yang dianutnya, artinya bahwa seseorang itu harus mengimani adanya Tuhan.
ADVERTISEMENT
Sumpah Pocong Sebagai Alternatif Penyelesaian Kasus Hukum Pidana?
Sumpah pocong bukanlah prosedur hukum yang sah, karena hal begituan tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Misalnya dalam hukum positif, penyelesaian perkara pidana itu harus melalui proses hukum formal penyelesaian perkara pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Prosedurnya diawali dengan penangkapan atau penahanan tersangka, dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh penyidik Pasal 1 angka 1 KUHAP, kemudian berlanjut ke tahap penuntutan oleh Jaksa yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke Pengadilan Pasal 1 angka 8 KUHAP, dan terakhir pengadilan akan memutus perkara tersebut berdasarkan alat bukti dan argumentasi hukum dari jaksa serta kuasa hukum berdasarkan Pasal 1 angka 11 KUHAP. Nah, hal itu adalah cara penanganan perkara pidana yang paling sah dan diakui keberadaanya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam praktik non-litigasi misalnya, karena sumpah pocong ini bagian dari praktik budaya atau keagamaan, ia tidak memiliki hubungan langsung dengan sistem hukum pidana. Oleh karenanya, bagi penegak hukum yang menggunakan praktik ini dengan tujuan untuk menyelesaikan perkara pidana, maka akan berpotensi mengabaikan prosedur hukum yang telah ditetapkan dalam hukum pidana sehingga dapat menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lain, jadi kudu seimbang lur.
Penulis berharap, agar kasus pembunuhan berencana Vina-Eki di Cirebon itu bisa diselesaikan melalui jalur hukum formal yang telah diatur dalam hukum acara pidana. Proses hukum pidana yang tepat adalah melalui kepolisian, kejaksaan dan persidangan di pengadilan hingga diperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Semua itu harus dilalui oleh kedua belah pihak dalam perkara a quo agar terwujudnya keadilan bagi para pihak yang terlibat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Vina-Eki di Cirebon. Kasus ini harus tetap kita pantau guys, jangan sampe tenggelam ditelan sebelum kasusnya terbongkar!
ADVERTISEMENT
Setiawan Jodi Fakhar, S.H. Penulis merupakan Sarjana Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Kolumnis Hukum Online, Konten Kreator Santri Lawyer, Founder Macan Keadilan Indonesia, Associate JDP Law Firm Jakarta Pusat dan Relawan Rumah Dunia. Bercita-cita untuk melanjutkan pendidikan S2 Magister Hukum Pidana.
foto pribadi