Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perempuan Hujan yang Menanti Pelangi
10 Juli 2021 16:38 WIB
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:01 WIB
Tulisan dari Alivia Sekar Firnanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rintik hujan membasahi muka bumi. Niat hati menenangkan siapa saja yang melihatnya. Gelap gulitanya pagi menyambutku dengan senang hati. Dengan tersenyum menerima mantel yang diberikan Ibu. Aku getir melihat semangatnya untuk mengantarkan anaknya sampai tujuan. Bagaikan sebuah penyakit yang menular, semangatku menjadi semakin besar karenanya.
Sebagai seorang anak pertama, aku mengerti mengapa ibu ingin sekali melihat aku menjadi seorang wanita yang dihormati banyak orang. Perjalanan yang jauh cukup membuat diriku lelah untuk sampai tujuan. Tetapi apakah pantas aku mengeluh? Bagaimana dengan ibu yang kedinginan karena hanya baju dan jaket yang menyelimutinya? Menjadi seorang perempuan yang kuat merupakan salah satu didikan ibu yang selalu ku terapkan. Menyukai hujan menjadi salah satu favoritku.
ADVERTISEMENT
Hujan berhenti disaat yang bersamaan sampai di tempat kerjaku. Seakan tahu ada semangat yang ingin memulai hari baru. "Bu, berangkat dulu ya, doain supaya cepet pulang," ucapku pada ibu. Ibu tertawa. Aku tahu, sebenarnya ia tidak tega melihat anak perempuannya bekerja sambil kuliah. Dia masih cukup untuk memberikan kebutuhan kepada keluarganya.
Dari jauh ibu masih menatapku dengan senyum yang tak lepas dibalik helmnya. Perjuangannya lebih dari apa yang kulakukan saat ini. Menahan tangis dalam hati agar ibu tahu anaknya kelak akan menjadi seorang perempuan yang sukses. Pahit hidup sudah banyak kami lalui. Jembatan penyebrang jalan yang panjang membuatku masih bisa melihat ibu yang masih menatapku. Seakan tidak mau beranjak pergi sampai melihat putrinya sampai dengan selamat.
ADVERTISEMENT
Memulai dengan senyuman menyapa orang-orang yang baru kulihat hari itu. Memakai seragam dengan tulisan 'crew running'. Menyiapkan tatanan meja yang di atasnya berisikan minuman segar dan buah-buahan. Terangnya matahari belum menunjukkan batang hidungnya. Banyak teman yang tidur dengan alas kardus sambil menunggu waktu pagi yang terang.
Berpikir dan merenung menjadi pilihanku saat itu. "Ibu memang tidak kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, tapi aku mau bantu ibu. Aku mau belajar bagaimana rasanya bekerja. Aku mau menjadi wanita yang kuat apapun itu prosesnya," ucapku dalam hati. Mengingat bagaimana wajah ayah yang sedih sekaligus bangga tadi membuatku semangat untuk bekerja. Walaupun kedua bola mata ini berat rasanya untuk tidak menutup.
Matahari terbit menunjukkan pagi sudah datang. Memulai langkah dengan memberikan sebuah botol air mineral untuk para pelari. Mengingat bagaimana perjuanganku sampai di tempat ini, sama seperti mereka yang sedang berusaha mencapai garis finish. Bagaimana mereka lari dengan kuat melupakan rasa lelah yang mereka rasakan untuk mendapatkan apa yang mereka mau.
ADVERTISEMENT
Sebagai sebuah pelajaran dan pengalaman yang berharga di hidupku, ini merupakan momen yang tidak pernah kulupakan sampai kapanpun. Dari ibu yang semangat melihat anaknya yang ingin mencoba bekerja sampai aku yang mengerti susahnya mencari uang. Aku yakin aku akan menjadi seorang yang berguna bagi semua orang di sekelilingku, dan aku yakin akan ada pelangi setelah hujan.