Konten dari Pengguna

Konseling di Era Teknologi: Membangun Kesehatan Mental di Kalangan Siswa

sekar anggi larasati
Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret
6 November 2024 9:46 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari sekar anggi larasati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Madison Inouye: https://www.pexels.com/id-id/foto/perawatan-diri-bukan-tanda-yang-egois-2821823/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Madison Inouye: https://www.pexels.com/id-id/foto/perawatan-diri-bukan-tanda-yang-egois-2821823/
ADVERTISEMENT
Di era digital yang terus berkembang, teknologi tejadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Berbagai inovasi telah mengubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan menjalani aktivitas sehari-hari. Teknologi juga memberikan dampak positif bagi kehidupan, seperti kemudahan akses informasi dan konektivitas global. Namun penggunaan yang berlebihan dari teknologi ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental kita. Dalam konteks ini, konselor memiliki peran penting dalam membantu individu untuk membangun kesehatan mental yang seimbang.
ADVERTISEMENT
Di era modern yang penuh tekanan dan tantangan, kesehatan mental siswa menjadi perhatian penting. Dengan berbagai perubahan sosial, kemajuan teknologi, dan tuntutan akademis yang semakin tinggi, siswa sering menghadapi stres, kecemasan, dan berbagai masalah emosional lainnya. Sebuah studi oleh Royal Society for Public Health menemukan bahwa penggunaan media sosial yang intensif dapat meningkatkan tingkat kecemasan dan depresi di kalangan remaja. Sekitar 70% responden melaporkan bahwa mereka merasa lebih cemas setelah menggunakan platform seperti Instagram dan Facebook. Menurut laporan dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) dan WHO (World Health Organization), sekitar 20% anak dan remaja mengalami gangguan kesehatan mental yang signifikan. Ini mencakup masalah seperti depresi, kecemasan, dan ADHD. Oleh karena itu, konseling di lingkungan pendidikan berperan penting dalam membantu siswa mengatasi tantangan ini dan membangun kesehatan mental yang kuat.
ADVERTISEMENT
Di era modern ini siswa menghadapi berbagai tantangan yang dapat memengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan mereka. Berikut adalah beberapa tantangan utama:
1. Tekanan Akademi
Tuntutan untuk meraih prestasi tinggi di sekolah sering kali sangat berat. Ujian, tugas, dan persaingan untuk masuk ke perguruan tinggi dapat menyebabkan stres dan kecemasan.
2. Pengaruh Media Sosial
Media sosial dapat menjadi sumber tekanan sosial. Siswa sering membandingkan diri mereka dengan teman-teman atau influencer, yang dapat menyebabkan masalah citra diri dan kesehatan mental.
3. Kecemasan dan Depresi
Tingkat kecemasan dan depresi di kalangan remaja meningkat, sering kali dipicu oleh faktor lingkungan, tekanan akademis, dan dinamika sosial yang kompleks.
4. Cyberbullying
Penyebaran perilaku bullying melalui platform digital telah menjadi masalah serius, yang dapat berdampak pada kesehatan mental dan emosional siswa.
ADVERTISEMENT
5. Isolasi Sosial
Meskipun teknologi memungkinkan koneksi, banyak siswa mengalami perasaan kesepian dan isolasi, terutama setelah periode pembelajaran jarak jauh akibat pandemi.
6. Perubahan Lingkungan Sosial
Transisi dari masa anak-anak ke remaja membawa perubahan signifikan dalam hubungan sosial. Siswa mungkin merasa bingung atau tertekan menghadapi perubahan ini.
7. Ketidakpastian Masa Depan
Siswa sering merasa cemas tentang masa depan mereka, termasuk pilihan karir, stabilitas ekonomi, dan isu-isu global seperti perubahan iklim.
8. Keseimbangan Kehidupan
Mencari keseimbangan antara akademik, kegiatan ekstrakurikuler, dan kehidupan sosial menjadi tantangan tersendiri. Banyak siswa merasa terjebak dalam rutinitas yang membuat mereka stres.
9. Keterbatasan Akses ke Sumber Daya
Tidak semua siswa memiliki akses yang sama ke dukungan kesehatan mental, pendidikan, atau teknologi yang diperlukan untuk belajar dengan baik.
ADVERTISEMENT
10. Stigma terhadap Kesehatan Mental
Meskipun kesadaran tentang kesehatan mental semakin meningkat, stigma masih ada. Siswa mungkin enggan mencari bantuan karena takut dihakimi.
Sebagai garda depan dalam menjaga kesehatan mental siswa di era digital, konselor berperan krusial dalam mengatasi dampak negatif penggunaan teknologi yang berlebihan. Dengan pendekatan yang holistik dan berbasis bukti, konselor membantu siswa:
1. Mengenali dan mengatasi: Membekali siswa dengan pengetahuan tentang tanda-tanda awal gangguan mental terkait teknologi, serta memberikan keterampilan untuk mengelola emosi dan pikiran negatif.
2. Membangun keseimbangan: Membantu siswa menciptakan keseimbangan antara dunia online dan offline, serta mengembangkan kebiasaan digital yang sehat.
3. Meningkatkan resiliensi: Membina ketahanan mental siswa agar mampu menghadapi tekanan dan tantangan yang muncul akibat penggunaan teknologi yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
4. Kolaborasi aktif: Bekerja sama dengan orang tua, guru, dan komunitas untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan digital siswa.
Melalui berbagai teknik konseling, seperti terapi kognitif-behavioral, mindfulness, dan pengembangan keterampilan sosial, konselor berperan sebagai:
1. Pendengar yang empati: Memberikan ruang aman bagi siswa untuk berbagi perasaan dan pengalaman.
2. Fasilitator perubahan: Membantu siswa mengidentifikasi pola pikir dan perilaku yang tidak sehat, serta mengembangkan strategi untuk mengubahnya.
3. Pemberi dukungan: Memberikan dorongan dan motivasi kepada siswa untuk mencapai tujuan kesejahteraan mereka.
Dengan demikian, konselor tidak hanya menjadi penyembuh, tetapi juga pencegah, serta pembimbing bagi siswa dalam menghadapi kompleksitas dunia digital saat ini.
Membangun ketahanan mental di era digital sangat penting untuk kesejahteraan kita. Ketahanan mental adalah kemampuan individu untuk bertahan dan pulih dari stres atau kesulitan yang sedang dihadapi.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, melalui teknologi yang modern ini para konselor dapat membantu individu membangun ketahanan mental yang kuat di era digital. Peran konselor dalam kesehatan mental siswa di era teknologi sangat krusial dan semakin kompleks. Di tengah akses informasi yang melimpah dan penggunaan media sosial yang tinggi, siswa sering menghadapi berbagai tantangan terkait kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan masalah identitas. Konselor berfungsi sebagai jembatan antara siswa dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut. Pertama, konselor dapat membantu siswa mengenali dan memahami dampak dari penggunaan teknologi, baik positif maupun negatif. Mereka bisa memberikan pendidikan tentang batasan penggunaan media sosial dan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia maya dan kehidupan nyata. Dengan begitu, siswa dapat lebih bijak dalam menggunakan teknologi. Selain itu, konselor juga berperan dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung. Dengan menyediakan ruang bagi siswa untuk berbagi pengalaman dan perasaan mereka, konselor dapat membantu mengurangi stigma seputar kesehatan mental. Ini penting, terutama di era di mana banyak siswa merasa terisolasi meskipun terhubung secara digital. Konselor juga dapat memanfaatkan teknologi dalam metode penanganan mereka. Misalnya, mereka bisa menggunakan aplikasi kesehatan mental atau platform daring untuk memberikan akses yang lebih mudah bagi siswa yang mungkin merasa canggung untuk berbicara langsung. Hal ini dapat meningkatkan keterlibatan dan membuat siswa merasa lebih nyaman dalam mencari bantuan. Namun, tantangan tetap ada. Konselor perlu terus mengembangkan keterampilan mereka untuk mengikuti perkembangan teknologi dan tren yang muncul. Mereka juga harus peka terhadap dampak negatif dari informasi yang salah atau berlebihan yang sering beredar di dunia maya.
ADVERTISEMENT
Disusun oleh: Sekar Anggi Larasati dan Prof. Dr. Andayani, M.Pd.