Upaya Dedolarisasi Melalui Rencana Pembentukan Mata Uang BRICS

Sekarsari Sugihartono
Mahasiswi Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Studi Hubungan Internasional
Konten dari Pengguna
31 Juli 2023 11:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sekarsari Sugihartono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
BRICS merupakan perkumpulan 5 negara yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Perkumpulan ini dibentuk atas dasar perkembangan ekonomi negara-negara anggota yang dinilai maju pesat dan dapat menumbuhkan optimisme terhadap perlawanan akan kekuatan hegemoni Amerika Serikat. Walaupun banyak skeptisme yang muncul saat BRICS pertama kali dibentuk, namun perkumpulan ini telah berkembang menjadi platform kerjasama pemerintah yang dinilai berpotensi menyamai G7.
Konferensi oleh negara-negara anggota BRICS pada tahun 2022. Sumber: shutterstock
Pada tahun 2014, BRICS meluncurkan dana sebesar 50 milliar US Dollar sebagai modal untuk membentuk bank mereka sendiri, dalam upaya untuk menyaingi Bank Dunia maupun IMF. Penyaluran modal ini pun memiliki kelonggaran bagi negara anggotanya yang disebut Pengaturan Cadangan Kontinjensi yang membantu mereka saat mengalami kesulitan ekonomi. Melihat aksi ini, banyak negara-negara lain yang ingin ikut bergabung, termasuk Uni Emirat Arab maupun Indonesia. Fenomena ini dilatarbelakangi oleh pengalaman mereka dengan IMF yang dinilai memiliki beberapa problematika struktural. Pada akhirnya di tahun 2021, ada beberapa negara yang ikut bergabung dalam Bank BRICS, yakni Uni Emirat Arab, Uruguay, Bangladesh, dan Mesir.
ADVERTISEMENT
Pada bulan Agustus 2023, Konferensi BRICS dilaksanakan di Afrika Selatan dan memiliki salah satu agenda yaitu membentuk mata uang baru oleh mereka. Langkah ini dianggap merupakan usaha geopolitik dalam menantang dominasi oleh negara-negara Barat, terutama AS. Selama beberapa tahun terakhir, negara-negara anggota BRICS telah berusaha mengurangi dependensinya terhadap mata uang dolar. Dengan adanya perang antara Rusia dan Ukraina yang menimbulkan banyak sanksi AS terhadap Rusia, memudahkan usaha ini untuk dilakukan. Adanya kenaikan suku bunga dan krisis plafon pinjaman terhadap dolar juga merupakan salah satu yang memotivasi adanya pembentukan mata uang baru oleh BRICS. Potensi kehancuran dolar di masa depan telah membuat banyak negara-negara lain turut tertarik dalam rencana pembentukan mata uang baru. Untuk sekarang, BRICS sedang melakukan upaya untuk mengembangkan rencana secara internasional dan menstabilkan kebijakan-kebijakan baru yang akan dibuat.
Ilustrasi pelengseran mata uang dolar AS atau disebut dedolarisasi. Sumber: infobrics.org
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah apakah mata uang BRICS hanya akan digunakan untuk perdagangan antar negara anggotanya, atau digunakan secara global? Sebagai contoh upaya sejauh ini yang telah dilakukan adalah perdagangan bilateral antara China dan Rusia yang menggunakan mata uang Yuan, namun dengan perdagangan yang terjadi diantara kedua negara tersebut, Rusia enggan mengambil sisa impor dari China dan memperjualbelikannya kembali dengan negara-negara lain yang masih menggunakan dolar. Hal ini memunculkan skeptisme terhadap upaya dedolarisasi yang dilakukan oleh BRICS. Fenomena ini terjadi karena rencana pembentukan mata uang BRICS masih dinilai prematur dan masih banyak langkah-langkah preventif yang harus diambil. Disamping itu, masih banyak optimisme yang diharapkan dari langkah ini.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2022, secara keseluruhan, BRICS mengalami surplus perdagangan sebesar $387 miliar, sebagian besar dari kontribusi China. BRICS juga menyatakan bahwa mereka siap untuk memberi bantuan swasembada dalam perdagangan internasional bagi negara-negara yang telah menghindari serikat mata uang lainnya di dunia. Karena serikat mata uang BRICS tidak akan berada di antara negara-negara yang disatukan oleh batas teritorial bersama, anggotanya kemungkinan akan dapat menghasilkan barang yang lebih luas daripada serikat moneter yang ada. Kebijakan ini mengkonfirmasi akan adanya upaya dedolarisasi yang dilakukan oleh BRICS.
Kendati demikian, setidaknya berdasarkan sudut pandang ekonomi, prospek kesuksesan mata uang yang dikeluarkan BRICS adalah hal baru. Betapapun prematurnya rencana awal ini serta banyak pertanyaan kritis yang belum terjawab, mata uang seperti itu berpotensi dapat mengeluarkan dolar AS sebagai mata uang cadangan anggota BRICS. Tidak seperti pesaing yang diusulkan di masa lalu, seperti yuan digital, mata uang hipotetis ini sebenarnya berpotensi merebut, atau setidaknya mengguncang, posisi dolar di atas takhta.
ADVERTISEMENT