Pasang Spanduk Larang Berpolitik di Masjid, Polda Riau Tuai Perdebatan

Konten Media Partner
19 Maret 2019 7:36 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
SPANDUK dibuat dan dipasang oleh anggota polisi pada pagar-pagar mesjid. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
SPANDUK dibuat dan dipasang oleh anggota polisi pada pagar-pagar mesjid. (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
SELASAR RIAU, PEKANBARU - Sejak sepekan terakhir, di pagar-pagar masjid di Kabupaten Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) dipasang spanduk bertuliskan Mesjid Adalah Tempat untuk Bersujud pada Allah, Bukan untuk Berpolitik Apalagi Menyebarkan Ujaran Kebencian dan Radikalisme.
ADVERTISEMENT
Tokoh Masyarakat Riau, Azlaini Agus, mempertanyakan pembuatan dan pemasangan spanduk tersebut. Ia memperoleh informasi pemasangan tersebut langsung dari beberapa pengurus masjid di Panam, Pekanbaru. Pemasangan dilakukan di pagar-pagar masjid oleh anggota polisi setempat.
"Mengapa anggota Polri harus bersusah payah memasang peringatan seperti tertulis di spanduk? Ternyata menurut sumber di Polda Riau, dipasang di semua masjid? Mengapa harus polisi membuat dan memasang spanduk tersebut," kata Azlaini kepada SELASAR RIAU, Selasa (19/3).
Ia menilai tindakan yang dilakukan para polri ini sebagai tindakan 'menyemai angin' yang akhirnya mendatangkan badai. Menurut dia, sebaiknya polri tidak memulai prahara yang nantinya tak sanggup mereka atasi sendiri.
Azlaini menyebutkan, sebaiknya untuk melakukan pemasangan spanduk-spanduk tersebut, pihak kepolisian berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Masjid Indonesia (IKMI) Riau, FUI, dan atau Kementerian Agama serta para pihak lainnya. Sehingga terlihat lebih santun dan patut tidak terkesan polisi mengintimidasi masjid dan jemaahnya.
ADVERTISEMENT
Azlaini menyayangkan kenapa pemasangan spanduk tersebut hanya dipasang di masjid-masjid. Jika memang spanduk tersebut dipasang bertujuan untuk mengingatkan agar tempat ibadah tidak dijadikan sebagai tempat berpolitik mengapa gereja, wihara, kuil, spanduk bernada seperti itu tidak dipasang juga. Azlaini kemudian mempertanyakan, apakah polri begitu yakin di tempat-tempat ibadah selain masjid tidak ada ceramah bermuatan politik dan tidak ada kegiatan politik praktis.
"Pada Pilpres 2014, saya didatangi beberapa petani kebun dengan mengendarai sepeda motor butut, meminta atribut Capres Prabowo-Hatta. Karena di kampung mereka tidak ada atribut tersebut. Sedangkan atribut Capres Jokowi-JK berserakan terpasang di pelosok-pelosok perkebunan," jelasnya mengingat kejadian pada Pilpres 2014.
Beberapa hari kemudian, tuturnya, ia masuk ke lokasi tersebut, dan bertemu warga sedang memasang atribut Jokowi-JK. "Bang, dari mana dapat atribut sebanyak ini? Warga tersebut menjawab, kami mendapatkannya karena dibagi-bagikan tadi seusai kebaktian, dan kami (kata warga tersebut) diminta memasangnya dan membagikan kaos-kaos ini kepada warga. Polisi tidak tahu itu kan? Karena tidak ada polisi sampai ke kebun-kebun sawit itu," cerita Azlaini mengenang apa dia alami.
ADVERTISEMENT
Azlaini mengatakan, bukan tidak mungkin kejadian yang terjadi di Pilpres 2014 bisa kembali terjadi di Pilpres 2019. Apalagi sampai ada sikap polri yang tidak netral.
"Mereka lihat hanya masjid, dan seakan-akan di masjid orang-orang tak boleh bicara politik. Rasulullah Muhammad SAW menjalankan pemerintahan dari masjid. Dari masjid beliau menjalankan Assiyasah (politik) dari masjid beliau menjalankan perekonomian, pendidikan, sosial, dan budaya," ujar mantan Anggota Komisi III DPR RI Periode 2004-2009 ini.
Ia juga mempertanyakan, mengapa saat ini umat Islam tidak boleh berembuk ke mana suara mereka mau diberikan saat pencoblosan pilpres dan pileg pada Rabu, 17 April 2019.
"Tetapi, saya sangat setuju di masjid tidak boleh ada ujaran kebencian, begitu juga di tempat-tempat ibadah agama lain. Islam itu agama damai. Polisi hendaknya secara sadar kembali kepada khittah-nya sebagai Bhayangkara Negara, bukan Bhayangkara Presiden, apalagi Bhayangkara Capres-Cawapres," kata Azlaini mengingatkan.
ADVERTISEMENT
MUI Akui Polda tak Ada Koordinasi
Pemasangan spanduk bertuliskan Masjid adalah tempat untuk bersujud pada Allah, bukan untuk berpolitik, apalagi menyebarkan kebencian, dan radikalisme, ternyata sama sekali tidak pernah dikoordinasikan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau.
Ketua MUI Provinsi Riau, Nazir Karim, mengatakan MUI sama sekali tidak memberi rekomendasi, apalagi izin terkait pemasangan spanduk bernuansa politik dan dipasang di masjid-masjid.
Bahkan, mantan Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) ini khawatir spanduk tersebut akan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat. Alhasil, beberapa spanduk terpasang di masjid-masjid justru dilepas. "Sebagian memang sudah ada kita buang dan lepaskan," jelasnya.
Nazir menjelaskan pencopotan dan pencabutan spanduk yang diduga dipasang oleh anggota polisi tersebut dikhawatirkan akan menambah sederetan aksi adu domba dari dan untuk masyarakat Islam. Meskipun Nazir mengaku menyebar kebencian dan radikalisme adalah dilarang.
ADVERTISEMENT
"Kita sepakat menyebar kebencian dan radikalisme tidak boleh, tapi tidak harus ditulis seperti itu juga," jelasnya.
Kekesalannya bertambah justru mencuatnya imbauan untuk tidak menjadikan masjid sebagai tempat politik. Sebab Islam sendiri mengajarkan umatnya untuk berpolitik.
"Islam itukan mengatur semuanya. Ada ekonomi, budaya termasuk politik. Lagian politik di masjid sekarang kan normatif saja, tidak masalah lah," ujarnya.
Polda Riau Akui Buat Spanduk
Kepala Bidang Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto, mengakui spanduk yang bertuliskan masjid adalah tempat untuk bersujud pada Allah, bukan untuk berpolitik, apalagi menyebar ujaran kebencian dan radikalisme dipasang oleh pihaknya. Ia mengatakan hal tersebut merupakan imbauan kepada seluruh masyarakat.
Dikatakan Sunarto, spanduk tersebut bertujuan untuk mengajak kebaikan kepada warga, agar masjid tetap sebagai fungsinya. Spanduk, ujarnya, dipasang atas inisiatif masing-masing instansi polisi.
ADVERTISEMENT
"Spanduk untuk imbauan kepada semua warga. Berupaya untuk kebaikan kan tidak harus menunggu perintah," ujarnya singkat.