Deklarasi Partai Gelora, Ketua Garbi Riau Malah Emoh Gabung

Konten Media Partner
11 November 2019 22:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
JUPRIZAL, Ketua Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) Riau, Juprizal.
zoom-in-whitePerbesar
JUPRIZAL, Ketua Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) Riau, Juprizal.
ADVERTISEMENT
SELASAR RIAU, PEKANBARU - Meski Deklarator Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi), Fahri Hamzah dan Anis Matta, sudah secara resmi Deklarasi Partai Gelombang Rakyat (Gelora), namun tak semua anggota Garbi ingin bergabung dalam partai baru tersebut.
ADVERTISEMENT
Di Riau, secara khusus, Ketua Garbi Riau, Juprizal, kepada Selasar Riau, mengatakan memang Partai Gelora dibentuk oleh para pendiri Garbi, namun Garbi dan Gelora tidak sama.
"Garbi tidak berevolusi menjadi gelora. Garbi tetap ormas. Garbi tetap ormas didirikan banyak kader partai," kata Juprizal, Senin, 11 November 2019.
Juprizal mengakui, ia belum tertarik gabung dengan Gelora, karena tujuan pembentukan Garbi adalah jembatan antara kanan dengan kiri dan antara nasionalis dengan agamis.
"Saya tidak masuk gelora, saya tetap di garbi. Tapi kalau ada anggota Garbi masuk gelora ya tidak apa-apa. Saya tidak melarang dan tidak menyuruh, karena politik itu kan pilihan," tambahnya.
Keengganan Juprizal masuk Gelora, karena tidak 'sreg' dengan sistem partai politik di Indonesia saat ini. Pasalnya, partai kerap mendikte kadernya sekarang menjadi kepala daerah.
FAHRI Hamzah, saat berkunjung ke Pekanbaru atas nama Garbi Pusat.
"Karena memang kita melihat sudah banyak kepala daerah masih menjadi petugas partai. Partai itu harus melepas kalau kadernya jadi pemimpin. Itulah alasan mengapa saya tak mau gabung partai," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Garbi, sambung mantan caleg DPD ini, merupakan ormas berhimpunnya semua kader partai guna mendiskusikan arah baru dengan melihat fenomena perpolitikan saat ini.
"Semuanya berjumpa di Garbi. Itu yang namanya arah baru. Kalau arah lama ya politik identitas berdampak negatif di masyarakat bawah. Banyak perbincangan negatif di media sosial misalnya," tuturnya.
Dicontohkannya, sosok ulama Ustadz Tengku Zulkarnaen menjadi sasaran haters hanya karena perbedaan politik.
"Ustadz Tengku Zul dibilang kadrun dan sebagainya. Jadi tidak berkualitas perbincangan kita, peradaban suatu bangsa itu ditentukan pembicaraan masyarakatnya. Kalau begini peradabannya masih peradaban hewan. Rendah betul peradaban kita," jelasnya.
Makanya, ujar Juprizal, Garbi jadi wadah bagi terbelah itu. Itu ide awalnya dari Bang Fahri, ia bisa merangkul semua, fleksibellah komunikasinya," ulasnya.
ADVERTISEMENT