Kisruh Orang Mati Jadi 'Peserta' JKN-KIS di Riau

Konten Media Partner
13 Juni 2019 13:09 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Inilah rumah Nurhayati, peserta JKN KIS di Pekanbaru yang sudah meninggal tahun 2013, namun kepesertaannya aktif dan negara masih harus membayar preminya.
zoom-in-whitePerbesar
Inilah rumah Nurhayati, peserta JKN KIS di Pekanbaru yang sudah meninggal tahun 2013, namun kepesertaannya aktif dan negara masih harus membayar preminya.
ADVERTISEMENT
SELASAR RIAU, PEKANBARU - Perempuan muda itu, Vera (31 tahun), tidak tahu apa yang harus dilakukannya terhadap Kartu Indonesia Sehat (KIS) milik ibunya, Nurhayati. Pada 2015 lalu, saat malam hari, tetangganya, Reno, memberikan kartu KIS atas nama Nurhayati kepadanya.
ADVERTISEMENT
Padahal ibunya telah meninggal sejak 2013 silam. Tentu pemberian tersebut tidak bisa digunakan, sebab kartu terbit setelah nama peserta tercatat di dalamnya telah meninggal dunia.
“Saya pernah membawa KIS ini ke kelurahan karena ingin mengembalikannya. Namun, pihak kelurahan menyuruh saya menyimpan dulu saja kartu ini,” kata Vera sambil menunjukkan KIS atas nama Nurhayati kepada Selasar Riau, kala mengunjungi rumahnya di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Sail, Kota Pekanbaru, akhir Maret 2019.
Selasar Riau melakukan liputan mendalam (in-depth reporting) selama Maret, April, dan Mei 2019, di Kota Pekanbaru, menelisik praktik peserta sudah meninggal "hidup" kembali dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Peserta Bukan Iuran (PBI) APBN di Kota Pekanbaru.
Kembali ke cerita yang dialami Vera. Ia tinggal di rumah petak berdinding kayu dengan lantai semen bersama suami, dua putra, dan seorang adik kandungnya yang disabilitas. Sejak puluhan tahun lalu, di rumah kontrakan yang biaya sewanya Rp 300 ribu per bulan dan sering kebanjiran itulah, Nurhayati pernah tinggal.
ADVERTISEMENT
Ibunya merupakan seorang penerima bantuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Peserta Bukan Iuran (PBI) APBN di Kota Pekanbaru. Perempuan kelahiran 1962 tersebut sebelumnya peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Inilah bagian dalam rumah Nurhayati, peserta JKN KIS yang sudah meninggal namun kartu JKN KIS dimilikinya masih aktif. Negara rugi membayar tagihan kepesertaan sejak Nurhayati meninggal dunia, 2013 silam.
Enam tahun lalu, Nurhayati sakit hingga meninggal dunia. Uniknya, dua tahun kemudian kartu KIS atas namanya terbit, kemudian diserahkan kepada Vera. Sementara ibu dua anak bersuamikan seorang tukang tersebut, bangunan rumahnya bukanlah penerima JKN KIS, meskipun telah diusulkan dan melengkapi persyaratan yang diminta kelurahan.
Kasus terbitnya kartu KIS ketika pemiliknya telah meninggal juga dialami mendiang Asni, warga Kelurahan Sukaramai, Kecamatan Pekanbaru Kota, Pekanbaru.
Di bulan April lalu, kartunya terbit, padahal ia sudah meninggal sejak dua tahun silam. Kartu miliknya ada di antara sejumlah kartu yang belum terdistribusi di RT 002/RW 007 Kelurahan Sukaramai, Kecamatan Pekanbaru Kota.
ADVERTISEMENT
Tak hanya Asni saja, penelusuran Selasar Riau juga menemukan kasus serupa di kelurahan lainnya di Pekanbaru.
Berdasarkan data peserta BPJS PBI Kota Pekanbaru 2017, ada nama Sumiati, warga Kelurahan Tobek Godang, Tampan, Kota Pekanbaru, yang sudah meninggal beberapa bulan lalu.
Selain itu, juga ada Abdul Kadir dan Ermansyah, warga Kelurahan Sukaramai, telah meninggal dunia 2016 silam. Namun, ketiganya masih sempat menggunakan KIS sebelum meninggal.
Jumlah Penerima Bantuan JKN KIS dan PBI APBN d9i Kota Pekanbaru selama empat tahun terakhir.
Saat dikonfirmasi ke BPJS Kantor Wilayah Riau di Pekanbaru, awal April lalu, nama-nama peserta JKN PBI yang sudah meninggal tersebut masih masuk ke dalam peserta aktif. Hanya kartu milik Ermansyah yang sudah tidak aktif lagi.
“Nama-nama orang datanya disebutkan itu, kartunya masih aktif. Hanya KIS atas nama Ermansyah sudah tidak aktif,” kata Humas BPJS, Anung.
ADVERTISEMENT
Istri Ermansyah, Sudarsih (40), tidak tahu kalau kartu suaminya yang meninggal dunia di Rumah Sakit Ibnu Sina Pekanbaru, sudah tidak aktif. Padahal, ia belum pernah melaporkan kartu itu ke BPJS Kesehatan ataupun Dinas Sosial Kota Pekanbaru.
“Setelah suami saya meninggal September 2016 lalu, saya tidak tahu harus diapakan kartunya. Selama ini hanya saya simpan saja,” ujarnya saat ditemui di rumahnya di RT 001, RW 007, Kelurahan Sukaramai, Februari lalu.
Ketua RT di mana Sudarsih tinggal, juga tidak pernah melapor ke petugas berwenang perihal kematian Ermansyah. Demikian pula sebaliknya, tidak ada petugas memverifikasi data penerima JKN PBI APBN ke wilayahnya.
“Saya tidak pernah melaporkan kalau warga kami atas nama Ermansyah sudah meninggal dunia. Itu tugas keluarga melapor. Saya hanya bertindak sebagai saksi saat ahli waris mengurus surat kematian milik Ermansyah,” jelas Ketua RT 001/RW 007 Kelurahan Sukaramai, Afrizal.
ADVERTISEMENT

Estimasi Kerugian Negara dalam Klaim Premi

Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Triono Hadi, menduga kasus seperti di atas cukup banyak bila ditelusuri lebih jauh, baik kartu terbit setelah pemiliknya meninggal atau kartu tidak dilaporkan setelah pemiliknya meninggal.
Selama kartu-kartu tersebut masih aktif, kata Triono, pemerintah akan terus membayarkan premi atas nama pemilik sudah meninggal. Ketidakakuratan data penerima bantuan BPJS PBI APBN ini menyebabkan kerugian negara.
“Tidak hanya negara rugi, tetapi juga masyarakat. Seharusnya ada nama masyarakat lain bisa dimasukkan untuk mendapatkan bantuan sebagai pengganti peserta sudah meninggal itu,” ungkap Triono.
Berdasarkan data dari Dinas Sosial Kota Pekanbaru, penerima bantuan KIS per Januari 2019 sebanyak 155.330 jiwa. Tahun sebelumnya berjumlah 148.374 jiwa. Dari data tersebut, menunjukkan terjadi peningkatan jumlah penerima bantuan setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Selain menemukan peserta JKN PBI APBN sudah meninggal, temuan Selasar Riau lainnya di lapangan adalah adanya Kartu Indonesia Sehat (KIS) diduga peserta BPJS PBI menumpuk karena tidak ditemukannya sang pemilik kartu.
Ketua RT 002/RW 007, Kelurahan Suka Ramai, Kecamatan Pekanbaru Kota, Darwin, mengatakan kartu tersebut ia peroleh dari seorang warganya. Tidak jelas siapa menyerahkan kartu itu ke warga tersebut, hingga kemudian diserahkan kepada Darwin, sebagai Ketua RT di sana.
Setelah menumpuk sekian lama dan sempat tidak tahu harus diapakan, akhirnya kartu tersebut diserahkan Darwin ke Dinas Sosial Kota Pekanbaru, dua minggu usai wawancara dengan Selasar Riau, pertengahan April. Demikian pula KIS atas nama Asni, warga yang sudah meninggal dua tahun silam.
Infografis: estimasi kerugian negara akibat peserta Program JKN KIS sudah meninggal masih aktif dan negara harus membayar preminya.
Koordinator Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Triono Hadi, mengatakan, lembaganya pernah melakukan uji petik di 12 desa di Riau pada 2017 lalu. Hasilnya, di setiap desa rata-rata ditemukan 5 data kepersertaan PBI APBN/APBD yang tidak valid.
ADVERTISEMENT
Total jumlah desa atau kelurahan di Riau mencapai 1.846. Maka kemungkinan kesalahan administrasi menjadi banyak.
Padahal premi asuransi terus dibayarkan. Potensi kerugian dari ketidakakuratan data itu diduga mencapai miliaran rupiah.
“Bila melihat kasus Nurhayati meninggal dunia pada 2013 dan kartu KIS-nya terbit 2015, bisa dibilang hampir lima tahun negara dirugikan dengan membayar preminya. Bila preminya Rp 23 ribu per bulan, berarti negara sudah dirugikan sekitar Rp 1.380.000 dalam kurun waktu lima tahun untuk membayar premi satu orang. Kalau ini terjadi pada lebih dari satu orang di setiap daerah di Riau, bisa dibayangkan besarnya kerugian negara dari sektor ini,” kata Triono memberikan gambaran besaran kerugian negara.
Kerugian itu, tuturnya, belum termasuk pengeluaran dana kapitasi diberikan kepada Faskes pertama oleh BPJS Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Dana kapitasi adalah dana diberikan kepada Faskes tingkat pertama dihitung berdasarkan jumlah kuota (peserta terdaftar) tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan diberikan. Besarnya tarif mulai Rp 3.000 hingga Rp 6.000 per orang.
Triono Hadi, Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau.
Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Sosial dan Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial (Dinsos) Kota Pekanbaru, Neti E Nita, melalui Kasi Pemberdayaan Sosial Keluarga Miskin Dinsos Kota Pekanbaru, Heryani, menyebutkan butuh syarat tertentu mengeluarkan seseorang telah masuk data Basis Data Terpadu (BDT).
Bagi peserta sudah meninggal, ahli waris harus melaporkan ke Dinsos dengan membawa surat kematian atau surat pernyataan dari RT setempat.
“Mengeluarkan seseorang dari BDT memiliki prosedur tertentu. Tidak sembarangan mengeluarkan. Di antaranya harus ada surat keterangan dari RT atau instansi terkait (surat kematian),” kata Heryani.
ADVERTISEMENT
Sedangkan bagi warga yang ingin dikeluarkan karena telah mampu membayar sendiri, RT juga harus memberikan surat keterangan dan menyerahkannya kepada petugas Dinas Sosial di lapangan atau kantor Dinsos Kota Pekanbaru.
Kalau pindah domisili, jelasnya, tinggal melapor ke kantor BPJS dan Faskes asal saja. Karena KIS bisa digunakan di seluruh wilayah Indonesia.
Pemuktahiran data, kata Heryani, dilakukan sepanjang tahun melalui tahapan verifikasi data di lapangan. Petugas lapangan dengan bantuan RT mengecek setiap data peserta sudah ada ataupun baru mengajukan permohonan.
Setelah proses verifikasi lapangan dilakukan, ujarnya, selanjutnya digelarlah Musyawarah Kelurahan (Muskel) dihadiri para RT, RW setempat dan pihak kelurahan. Dari hasil Muskel tersebut, BDT di-update.
“Jadi tidak mudah mengeluarkan dan memasukkan seseorang dari daftar BDT. BDT merupakan acuan dalam memberikan bantuan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu. Bila ingin mengeluarkan seseorang dari list BDT, harus ada surat pernyataan RT, RW. Bila itu tidak ada, meskipun sudah kita keluarkan, maka di SK baru bisa muncul kembali nama yang bersangkutan. Selain itu, juga harus ada lampiran Berita Acara Muskel,” jelas Heryani.
Heryani, Kepala Seksi Pemberdayaan Sosial Keluarga Miskin Dinsos Kota Pekanbaru
Fakta yang ditemukan di lapangan tidak seperti yang disampaikan Heryani. Lurah Sukaramai, Murti, dikonfirmasi mengaku tidak pernah tahu ada musyawarah kelurahan.
ADVERTISEMENT
Segala hal terkait dengan JKN PBI tidak pernah melibatkan kelurahan. “Sebaiknya hubungi saja petugas dari Dinas Sosial di wilayah kerja kami,” kata Murti sambil menyebutkan nama Affandi, petugas Dinsos yang sering datang ke Kelurahan Sukaramai, Kecamatan Pekanbaru Kota.
Ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Affandi mengatakan verifikasi data hanya dilakukan pada 2017 silam. “Itu dulu sudah lama, cuma sekali. Kalau tidak salah sekitar tahun 2017. Sekarang tidak ada lagi,” katanya.
Tidak hanya Lurah Sukaramai yang tidak tahu adanya proses Muskel, Lurah Tobek Godang, Yaser Arafat, juga tidak tahu apa Muskel itu. “Saya tidak tahu soal Muskel tersebut. Mungkin ada di kelurahan induk kami, Kelurahan Delima, Kecamatan Tampan. Kelurahan ini baru dimekarkan pada 2017 lalu,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Peserta atau Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan di Pekanbaru dan Riau, ternyata bermasalah. Penelusuran di lapangan ditemukan ada peserta sudah meninggal, justru masih aktif keanggotaannya.
Dampaknya, negara dirugikan hingga miliaran rupiah setiap tahunnya akibat tidak validnya data kepesertaan tersebut.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.76 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas PP No.101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, untuk bisa mendapatkan bantuan JKN, seseorang harus memiliki persyaratan tertentu.
Bersangkutan tergolong dalam masyarakat miskin atau tidak mampu, penyandang masalah kesejahteraan sosial (gelandangan, pengemis, dan lain-lain), korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan korban bencana alam.
Penerima bantuan iuran tersebut ditetapkan pemerintah pusat berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) diserahkan ke Kementerian Sosial.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya dilakukan verifikasi dan validasi oleh Dinas Sosial masing-masing daerah. Untuk mengetahui apakah namanya tercantum dalam data tersebut, dapat dicek ke Dinas Sosial setempat atau BPJS Kesehatan cabang setempat.
Infografis: Pembayaran Premi BPJS Kesehatan bersumber daeri APBN dan APBD Provinsi Riau.
Selain syarat di atas, pemegang kartu Jamkesmas bisa mendapatkan KIS melalui proses integrasi. Caranya dengan mendaftarkan diri terlebih dulu ke kantor cabang BPJS Kesehatan setempat.
Ada dua model jaminan kesehatan bagi warga miskin dan kurang mampu di Riau. Antara lain, Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS.
Jamkesda dan JKN PBI APBD dibiayai APBD masing-masing kabupaten/kota atau sharing cost APBD Riau. Sedangkan JKN PBI APBN pembiayaannya berasal murni dari APBN.
Hingga 2017, tercatat lebih dari 2,2 juta penduduk di Riau telah dijamin kesehatannya 100 persen. Artinya, 35,5 persen dari jumlah penduduk Riau sebanyak 6,2 juta jiwa telah dibebaskan membayar dalam mengakses fasilitas kesehatan tanpa membayar iuran.
ADVERTISEMENT
Kepesertaan JKN ini sebanyak 1,4 juta jiwa melalui BPJS PBI APBN, 447 ribu jiwa peserta BPJS APBD dibayar melalui APBD, dan 350 ribu jiwa terdaftar sebagai peserta Jamkesda di 7 kabupaten se-Riau.
Semakin banyak warga masyarakat dijamin kesehatannya tanpa harus membayar iuran, menunjukkan komitmen pemerintah tinggi terhadap pelayanan sosial dasar kesehatan.
Jika merujuk data BPS di dokumen Kota Pekanbaru Dalam Angka 2018, jumlah penduduk miskin di Kota Pekanbaru pada tahun 2017 tercatat 33,09 ribu jiwa. Sementara masyarakat Pekanbaru telah dijamin kesehatannya melalui JKN PBI APBN 148.163 jiwa.

Kerugian Negara di Program JKN

ADVERTISEMENT
Akan tetapi dalam kenyataannya, justru masih banyak masyarakat miskin atau tidak mampu belum terdaftar sebagai penerima BPJS dengan bantuan iuran tersebut.
ADVERTISEMENT
Dari penelusuran Selasar Riau, mengacu data penerima bantuan JKN PBI APBN 2017 di Kota Pekanbaru, ditemukan, pertama, peserta belum tepat sasaran.
Buktinya, masih ada warga kategori mampu menerima bantuan dan warga terkategori miskin atau tidak mampu belum masuk sebagai penerima bantuan JKN.
Kedua, data kepesertaan tidak valid. Ditemukan data warga sudah meninggal belum diperbarui.
Ketiga, warga terdaftar sebagai peserta, namun kartunya tidak sampai kepada bersangkutan. Ketidaklengkapan alamat atau pindah domisili menyebabkan kartu KIS tersebut menumpuk di rumah Ketua RT.
Akibatnya, masyarakat sudah terdaftar, tidak bisa menggunakan jaminan kesehatan tersebut lantaran tidak memiliki kartu. Padahal negara terus membayarkan preminya.
Siswandi, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumbagteng Jambi.
Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumbagteng Jambi di Pekanbaru, Siswandi, mengatakan pendistribusian kartu dilakukan oleh pihak ketiga seperti PT Pos dan JNE.
ADVERTISEMENT
“Posisi BPJS (kesehatan) hanya menerima data kepesertaan. Kementerian Sosial menetapkan siapa-siapa menerima bantuan. Data tersebut kemudian diberikan ke Kementerian Kesehatan sebagai lembaga pemilik anggaran. Data by name-by address yang kami terima dari Kementerian Kesehatan itulah kami cetak kartu dan mendisribusikannya melalui pihak ketiga,” jelas Siswandi.
Siswandi menjelaskan proses pendistribusian kartu KIS. Setiap kartu selesai dicetak, didistribusikan ke semua cabang BPJS di wilayah Riau. “Posisi BPJS terkait bantuan PBI nyaris tidak terlibat langsung, baik itu PBI APBN maupun APBD,” katanya.
Cabang bekerja sama dengan JNE dan PT Pos mengantar kartu-kartu tersebut ke alamat-alamat peserta. “Untuk urusan distribusi kartu ini, kami diaudit,” ujar Siswandi.
Apabila pemilik kartu tidak ditemukan, akan dirunut latar belakangnya kenapa tidak sampai. “Itulah pentingnya pendataan yang lengkap dengan alamat yang jelas,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Siswandi tidak menampik bila terjadi deviasi (penyimpangan) dari proses-proses tersebut. “Inilah gunanya dilakukan verifikasi data,” katanya.
Ia mengaku sering mendapatkan pertanyaan perihal kepesertaan BPJS PBI dari masyarakat atau pihak RT, RW saat melakukan kunjungan ke daerah.
Kenapa nama diusulkan tidak muncul dan lain sebagainya. “Karena itu bukan ranah kami, kami hanya bisa menyalurkan informasi yang kami peroleh,” kata Siswandi.
Menanggapi peserta BPJS PBI yang meninggal dunia, BPJS memiliki sistem integrasi dengan rumah sakit. Tetapi tidak serta-merta masyarakat meninggal di rumah sakit langsung dinonaktifkan kepesertaannya.
“Kami mencatat dan menyalurkan data peserta meninggal di rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS. Berlaku untuk peserta PBI, mandiri, dan perusahaan. Kami menandai di sistem kami, tapi tidak serta-merta menonaktifkan. Karena ada regulasi dengan dokumen penunjangnya, seperti surat kematian,” kata Siswandi.
ADVERTISEMENT
Kerja sama terakhir dengan Dinas Sosial. Selama belum ada data peserta dikeluarkan. Penentu penerima dan keluar bukan di BPJS. Verifikasi dan validasi yang tidak dilakukan akan muncul kecemburuan sosial. (***)
Laporan: WINAHYU DWI UTAMI