Konten Media Partner

MUI Riau: Tak Ada Maksud Menag Bandingkan Suara Azan dengan Gonggongan Anjing

24 Februari 2022 15:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
MENTERI Agama, Yaqut Cholil Qoumas, saat di Pekanbaru, Rabu (23/2/2022). (FOTO: SELASAR RIAU/RAMADHI DWI PUTRA)
zoom-in-whitePerbesar
MENTERI Agama, Yaqut Cholil Qoumas, saat di Pekanbaru, Rabu (23/2/2022). (FOTO: SELASAR RIAU/RAMADHI DWI PUTRA)
ADVERTISEMENT
SELASAR RIAU, PEKANBARU - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau, Ilyas Husti mengatakan, Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, tidak bermaksud membandingkan toa azan di masjid seperti gongongan anjing.
ADVERTISEMENT
Menurut Ilyas, Menag hanya melihat dari sisi dampak ributnya saja. Seumpama di dalam sebuah kampung itu ribut semua, masyarakat setempat lainnya menjadi terganggu. Bukan mengumpamakan toa azan itu seperti gonggongan anjing.
“Artinya, dia (menag) ingin menyampaikan dengan menganalogkan kalau dalam kondisi seperti itu, dalam keadaan ribut bisa mengganggu orang lain. Orang lain bisa terganggu,” kata Guru Besar UIN Suska ini, Kamis (24/2/2022).
Ilyas juga mengatakan, suara azan tidak mengganggu, karena azan merupakan ajaran agama islam yang menandakan masuknya waktu salat.
“Hanya saja ditertibkan, bukan dilarang. Dalam artian pelaksanaan syariat tetap dijalankan dengan baik, tapi tidak mengganggu orang-orang di sekitar itu yang tidak beragama islam,” pungkasnya.
Ilyas menjelaskan, Indonesia terdiri dari berbagai agama dan keyakinan.
ADVERTISEMENT
Ada enam agama dan keyakinan yang masing-masingnya itu punya cara-cara sendiri dalam menjalankan ibadah, termasuk agama islam.
“Ditertibkan sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada. Ini perlu kita atur supaya tidak mengganggu pula bagi masyarakat yang bukan berasal dari agama islam,” katanya.
Ilyas menjelaskan, suara azan tidak mengganggu, karena azan merupakan ajaran agama islam yang menandakan masuknya waktu sholat.
“Cuma ini kan ada yang sebelum azan itu membaca Al-Quran terlalu jauh sebelum waktu salat. Jadi sebelum azan, dia sudah buka kaset. Itu mungkin ditertibkan. Bukan dilarang,” ujarnya.
Ilyas bercerita, di kampung-kampung dulu, saat masuk waktu salat, ada bunyi beduk terlebih dahulu. Setelah bunyi beduk, baru suara azan.
Ada juga yang diawali dengan membaca ayat quran atau sholawatan sebelum azan. Itu semua adat kebiasaan di dalam suatu masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Ini kan tidak mengganggu karena masyarakat sudah biasa dengan adat kebiasaan seperti itu. Tapi umpamanya ada pada tempat-tempat yang beragam berbeda keyakinan, kita harus memperhatikan masyarakat di tempat itu juga,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Qalil Qoumas mengatakan, jika tinggal di komplek dimana tetangga banyak memelihara anjing, kemudian anjing tersebut bersuara bersamaan tentu akan sangat mengganggu.
"Sederhana lagi, tetangga kita, kalau kita hidup dalam satu komplek pelihara anjing semua kiri kanan depan belakang. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu tidak? Artinya apa, suara-suara ini apapun suara itu ya harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan," katanya.
Yaqut mengaku tidak melarang masjid dan musala menggunakan pengeras suara, tapi harus diatur maksimal 100 desibel.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak melarang masjid dan musala menggunakan toa tidak, Silahkan, karena kita tahu itu bagian dari syiar agama Islam. tetapi harus diatur bagaimana volume spikernya toanya itu gak boleh kencang-kencang 100 desibel maksimal. diatur kapan mereka bisa mulai menggunakan spiker itu sebelum azan dan sesudah azan bagaimana menggunakan spiker di dalam dan seterusnya. tidak ada pelarang. Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis," pungkasnya.
Laporan: MUTHIA AL HAURA