Usai 3 Jaksa Peras 64 Guru, Kejati Riau Gandeng PGRI Teken MoU

Konten Media Partner
21 Oktober 2020 21:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
KEPALA Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, Mia Amiati (kanan) dan Ketua PGRI Riau, M Syafi'i, memperlihatkan MoU sudah ditandatangani di antara keduanya, Rabu (21/10/2020).
zoom-in-whitePerbesar
KEPALA Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, Mia Amiati (kanan) dan Ketua PGRI Riau, M Syafi'i, memperlihatkan MoU sudah ditandatangani di antara keduanya, Rabu (21/10/2020).
ADVERTISEMENT
SELASAR RIAU, PEKANBARU - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, Mia Amiati menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Riau, Rabu (21/10/2020).
ADVERTISEMENT
Kajati Riau, Mia Amiati mengatakan, MoU dengan PGRI ini bentuk sinergi dengan guru guna menjaga sekolah agar tidak terjadi penyimpangan penggunaan uang negara.
"Para guru dan para kepala sekolah sekarang boleh menggunakan anggaran. Ada dana BOS dan dana alokasi lainnya. Nah banyak sekali terjadi penyimpangan, ternyata setelah kami evaluasi banyak ketidaktahuan. Kedua, ketidaktransparan mereka, tidak tahu atau memilih atau menentukan pemenang pelaksana," ungkap Mia.
Penandatanganan MoU ini dilakukan usai terungkapnya pemerasan dilakukan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Rengat, Indragiri Hulu (Inhu) Hayin Suhikto.
Selain itu, juga melibatkan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Ostar Al Pansri dan Kasubsi Barang Rampasan Kejari Rionald Feebri Rinando, Agustus 2020 silam.
Bersinergi dengan Pengurus PGRI Riau, kata Mia, dapat memberikan dampak positif mengantisipasi jaksa nakal.
ADVERTISEMENT
"Ada juga jaksa nakal, bisa menakut-nakuti guru atau kepala sekolah, mengancam. Itu menjadi pelajaran bagi kami agar semua bisa bersinergi sesuai dengan aturan," jelasnya.
Pendampingan ini, diingatkan Kajati, tidak berarti para guru kebal hukum. Jika terdapat kekeliruan atau tindakan melanggar aturan, tentu diproses hukum.
"Selama pendampingan tidak berarti bapak dan ibu guru ini kebal hukum, kalau ada yang salah tetap kita proses. Misalnya, ada guru melakukan tindak pidana umum, selama materi terpenuhi, ya kita tetap proses. Begitupun kasus korupsi, walaupun tidak sedikitpun menikmati, ya tetap kita proses. Jika tidak, ya jaksa salah atau keliru jika tidak menindaklanjuti," tegasnya.
Dengan penandatanganan MoU ini, diharapkan dapat segera diimplementasikan pendampingan antara jaksa dan para guru, agar tidak ada lagi oknum-oknum menakut-nakuti.
ADVERTISEMENT
Namun, Kejati tidak dapat menjadi jaksa pengacara negara bagi para Guru.
"Kami berharap ini tidak sekadar tanda tangan kami berdua dan foto-foto tadi. Artinya harus ada action, dan difungsikan, agar tidak ada lagi, mohon maaf, oknum-oknum menakut-nakuti. Baik oknum jaksa, LSM atau apapun," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua PGRI Riau, M Syafi'i mengatakan, kerja sama pendampingan lebih dari 120 ribu Guru di Riau ini merupakan sejarah luar biasa.
Para guru merasa terlindungi dalam menjalankan tujuan bernegara mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Ada tiga kita maklumi, profesi guru ini profesi mulia. Dalam pelaksanaannya kadang ada faktor-faktor eksternal tidak dipahami. Mungkin atau tidak pada fokus intelektualnya, mau tidak mau harus dipahami," katanya.
Ketua PGRI Riau ini mencontohkan, kepala sekolah merupakan guru diberikan tugas tambahan mengelola angaran. Namun, tidak mengetahui bagaimana mengelola anggaran tersebut, sehingga terjadi pelanggaran hukum.
ADVERTISEMENT
"Karena ada tugas tambahan, ada tugas anggaran di situ. Sedangkan, guru-guru dididik atau diberikan kelimuannya pada bidangnya masing-masing. (Ada) IPA guru IPA, fisika guru fisika, IPS guru IPS, tapi tidak pernah diberikan keilmuan tentang bagaimana mengelola anggaran, terkadang inilah harus kita maksimalkan," jelasnya.
Ketika itu, 64 Kepala SMPN di Kabupaten Inhu diperas dengan modus menerima laporan dari oknum LSM, kemudian memanggil satu per satu dengan meminta sejumlah uang.
Selasar Riau kala itu mewawancarai Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Persatuan Guru Republik Indonesia (LKBH PGRI) Riau, Taufik Tanjung.
Ia mengatakan, tiga kali permintaan uang tersebut dan kesemuanya dipenuhi para Kepsek. Ia menjelaskan, permintaan pertama dilakukan oleh oknum jaksa di Kejari Rengat tahun 2019 silam.
ADVERTISEMENT
"Permintaan pertama, oknum jaksa minta Rp 65 juta. Ini dipenuhi oleh 9 Kepsek. Tanya ke Pak Eka," kata Taufik Tanjung di kantor Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru usai persidangan, 22 Juli 2020 silam.
Tak hanya sekali, tutur Taufik, dua permintaan lainnya dilakukan. Permintaan kedua pada 29 April 2020 silam. Kali ini, jelasnya, oknum jaksa meminta jumlah sama dengan permintaan pertama kali, Rp 65 juta.
"Namun, kemudian negosiasi, akhirnya disepakati dibayar Rp 35 juta oleh 6 Kepsek. Jaksa tersebut menunjuk satu koordinator namanya Pak Raja," ungkap Taufik Tanjung blak-blakan.
Laporan: AULIA RONI TUAH