Konten dari Pengguna

Kecewa dengan Media, Ini Curahan Hati Pedagang Obat di Pasar Pramuka

Selfy Momongan
A happy Journalist
7 November 2017 17:23 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Selfy Momongan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Langit Jakarta hari ini mendung. Suasana menjadi terasa berbeda karena biasanya pada jam seperti ini matahari mulai memunculkan garangnya. Begitu pula kondisi di Pasar Pramuka yang nampak masih lesu.
ADVERTISEMENT
Pasca beredarnya isu adanya pil PCC di sentra penjualan obat terbesar se-Asia Tenggara ini, pedangang mengaku merugi. Pendapatan mereka turun drastis.
"Ya media kalau ambil berita yang sesusai lah, ya. Soalnya masyarakat jadi takut kesini. Padahal pas dicek engga ada pil PCC," ungkap Boy, pemilik Toko Obat Herbal Azzahrah saat ditemui kumparan di kiosnya, Selasa (7/11).
Menurutnya pemberitaan media akhir-akhir ini justru memperkeruh kondisi karena memberatkan posisi pedagang obat di Pasar Pramuka. Boy sendiri terlihat trauma dengan awak media. Awalnya ia menolak untuk diwawancara.
Boy mengaku was-was. Takut jika perkataan yang ia ucapkan justru dipelintir. Ia merasa permasalahan para pedagang di Pasar Pramuka sudah cukup pelik. Bagaimana tidak, selain diisukan penemuan pil PCC, ijin apotek rakyat juga tengah menjadi perjuangan para pedagang obat.
ADVERTISEMENT
"Kami di sini sedang sama-sama berjuang. Tiap hari di sini rapat. Kami mau mencari solusi biar kami semua bisa berdagang di sini dengan tenang," kisahnya. Menurut Boy, toko obat herbal ini menjadi pemasukan utamanya. Abangnya adalah orang yang merintis usaha ini sejak tahun 2000. Saat ini Boy yang melanjutkan usaha dengan menjual lebih dari 100 macam merk obat herbal.
"Kalau ngomongin omzet mah enggak tau ya. Yang saya tahu ya pendapat bersih. Ada sekitar Rp500 ribu perhari," katanya. Keuntungan tersebut dapat ia capai karena selama ini menjalankan usaha dengan jujur. Buatnya, tidak ada alasan untuk berbuat curang demi mencari nafkah.
Untuk itu Boy selalu mengecek keaslian obat-obatan yang ia beli dari distributor. "Saya ada aplikasinya, nih. Untuk ngecek barangnya asli atau tidak. Ini aplikasi BPOM. Nanti nomornya dimasukkan di sini," ungkap Boy sembari menunjukkan layar handphonenya.
ADVERTISEMENT
Selain aplikasi BPOM, ia juga menginstall aplikasi pembaca barcode. Fungsinya sama, untuk memastikan keaslian dagangannya. Boy mengaku setelah adanya internet, ia yang bukan menggeluti studi bidang farmasi menjadi lebih mudah untuk belajar. "Semua data sekarang bisa dicari. Kayak aplikasi tadi kan itu sumbernya valid," katanya.
Baginya jika izin apotek rakyat tidak turun dan pasar ini mesti ditutup, akan banyak jiwa yang kehilangan pemasukan. Ia juga memikirkan konsumen yang selama ini mengandalkan Pasar Pramuka untuk membeli obat. "Di sini kan murah. Orang-orang larinya ke sini. Masak mau ditutup?" ungkapnya.
Boy hanya berharap ladang penghasilan yang sudah 17 tahun digarap ini tidak serta merta ditutup. Menurutnya, ia dan pedagang lain mengaku siap jika harus menaati peraturan. Ia hanya berharap ini bukan persaingan bisnis semata.
ADVERTISEMENT