Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 Ā© PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Apakah Reklamasi Menjadi Faktor Utama Dalam Kerusakan Ekosistem Laut Jakarta?
22 Desember 2024 9:44 WIB
Ā·
waktu baca 3 menitTulisan dari Seli Aghnaeni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas 6,4 juta kmĀ² perairan dan dengan pulau yang berjumlah 16.671 tidak terlepas dari tantangan besar akibat perubahan iklim khususnya di wilayah pesisir Jakarta Utara. Jakarta yang konon katanya akan tenggelam apakah menjadi salah satu akibat dari adanya reklamasi pantai yang dibuat?
ADVERTISEMENT
Apa itu Reklamasi?
Reklamasi merupakan bentuk upaya dalam perluasan daratan yang secara umum dibuat untuk dimanfaatkan pula daratannya. Dengan kata lain reklamasi menjadi salah satu alternatif dalam pencegahan lahan kosong yang tidak digunakan dan kemudian dirubah menjadi lahan yang lebih berguna, atau bisa juga disebut dengan upaya dalam merubah perairan menjadi daratan.
Reklamasi sendiri di Indonesia dibuat pertama kalinya di Teluk Jakarta pada tahun 1995 sampai sekarang-2024 dengan progres yang masih terus berjalan.
Pembangunan reklamasi di Pantai Utara Jakarta telah menjadi perbincangan akhir-akhir ini karena merupakan sebuah permasalahan yang banyak menyita perhatian publik. Pembangunan yang dilakukan pemerintah berupa reklamasi ini banyak menyebabkan berbagai ancaman bagi keberlangsungan hidup khususnya masyarakat pesisir terhadap lingkungannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Pemprov DKI Jakarta yang mengatakan bahwa reklamasi dilakukan sebagai upaya jangka panjang untuk mengatasi permasalahan lingkungan dan lahan justru memiliki banyak pro kontra dari berbagai kalangan. Pasalnya, dengan terbentuknya reklamasi ini malah menimbulkan berbagai permasalahan terutama pada aspek geografis pada pesisir pantai.
Dampak-Dampak Reklamasi
Pertama, reklamasi memungkinkan perubahan bentang lahan menjadi luas dan dapat mengakibatkan perubahan garis pantai yang siginifikan. Perluasan tersebut juga banyak menimbulkan abrasi serta erosi dan banyak hilangnya perkebunan mangrove. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia pada tahun 2018 menunjukkan bahwa lebih dari 40% hutan mangrove di Teluk Jakarta telah hilang dalam 30 tahun terakhir. Padahal, mangrove berfungsi penting sebagai pelindung alami pantai dari abrasi dan habitat bagi berbagai spesies laut.
ADVERTISEMENT
Kedua, World Wide Fund for Nature dalam laporannya, mereka menemukan banyak plastik mikro (microplastics) dalam perut ikan yang ditangkap di sekitar pantai Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa polusi plastik tidak hanya mengancam ekosistem laut, tetapi juga masuk ke dalam rantai makanan manusia. Dengan begitu potensi sumber daya hayati pesisir termasuk biota laut akan berkurang dan berdampak pula pada hasil tangkapan nelayan. Masyarakat pesisir tidak lagi menikmati ikan segar karena tangkapan nelayan banyak yang sudah tercemar. Selain itu, plastik mikro ini juga banyak merusak terumbu karang sebagai salah satu tumbuhan yang memiliki fungsi ekologi yang penting. Bila ekosistem-ekosistem tersebut rusak maka fungsi-fungsi ekosistem juga akan rusak bahkan hilang.
Ketiga, ada kemungkinan terjadi perubahan serta perpindahan sedimen yang sebelumnya tertampung pada wilayah reklamasi. Pendangkalan yang terjadi tersebut menjadikan perairan Jakarta seolah menjadi laut mati, tidak ada gelombang karena permukaan air laut hanya seperti sebaran lumpur. Kenaikan muka air laut serta terhambatnya arus muara sungai menuju laut bahkan bisa ikut berpotensi dalam bahaya banjir di pantai utara Jakarta.
ADVERTISEMENT
Dari penjelasan berbagai dampak diatas, jelas bahwa reklamasi yang sudah dilakukan banyak menyebabkan dampak buruk terhadap ekosistem pesisir utara Jakarta. Selain merusak fisik pesisir dan ekosistem, reklamasi juga memberikan kerugian besar terhadap aktivitas masyarakat pesisir tersebut. Seringkali, para petinggi kekuasaan hanya berfokus pada aspek ekonomi yang akan mereka dapatkan saja. Tanpa pernah berpikir dari sudut pandang lain bahwa ada banyak dampak buruk yang terjadi.
Pada dasarnya, faktor yang menjadi penyebab dari kerusakan ekosistem dalam lingkungan merupakan sebagian besar diakibatkan oleh kegiatan yang dilakukan manusia, lalu sisanya adalah berasal dari bencana alam. Manusia seringkali memenuhi kebutuhan tanpa melihat dampak apa saja yang akan terjadi di masa yang akan datang. Pemerintah sendiri bahkan telah membuat UU yang membahas tentang pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tertera pada UU no.23 1997, dengan begitu pemerintah mengharapkan adanya upaya untuk turut serta melakukan pencegahan serta pemulihan fungsi lingkungan yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT