Konten dari Pengguna

Bebas dari Penjara, Pelaku Pemerkosa Anak Buat Geger Masyarakat Korea Selatan

Selidik
"Hanya ada satu kebenaran yang pasti," Conan Edogawa
17 Desember 2020 12:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Selidik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kekerasan seksual, foto: dok. Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan seksual, foto: dok. Pixabay
ADVERTISEMENT
Bebas dari masa tahanan, seorang narapidana kasus pemerkosaan anak dikabarkan membuat heboh masyarakat Korea Selatan. Jagat media pun ramai mengancam dan menghina pelaku pemerkosaan tersebut, karena ia dinilai sebagai 'penyakit' dan tak layak untuk berada di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pada 12 Desember 2020, pihak kepolisan membebaskan Cho Doo-Soon (69) dari 12 tahun masa tahanannya di penjara Seoul, Korea. Masyarakat yang sudah mengetahui kasus ini sejak lama, kemudian ramai memprotes Kementerian Kehakiman dan kepolisan seharusnya pelaku tak perlu dibebaskan.
Akibatnya dari desas-desus kebebasan Cho Doo-Soon pun memicu simpati publik. Tak tanggung-tanggung, bahkan mereka bersimpati terhadap korban datang ke pintu penjara untuk memprotes kebebasannya.
Ilustrasi demonstrasi, foto: dok. Pixabay
Kasus Cho ini terungkap pada tahun 2008 yang mengakibatkan korban berusia 8 tahun mengalami depresi berat. Bahkan sejak 2017 setidaknya sudah ada satu juta orang yang mengisi petisi online kepada presiden, guna menentang waktu pembebasan Cho.
Masyarakat distrik Ansan, juga diketahui telah paham betul dengan kasus Cho ini. Tak sedikit juga mereka mengaku ketakutan jika pria bejad itu bebas.
ADVERTISEMENT
"Cho Doo-Soon pergilah kau ke neraka," tulis salah satu spanduk pedemo saat Cho keluar dari penjara, dikutip Koreajoongandaily.
Sebelumnya kasus Cho bermula ketika ia kedapatan telah memperkosa seorang gadis di kamar mandi gereja Ansan. Tak hanya itu, kasus ini pun sempat dijadikan film pop berjudul "Hope" pada 2013. Sehingga bukan hal yang aneh saat Cho bebas dari tahanannya menjadi begitu kontrovesial di berbagai surat kabar dan media sosial.
Menyikapi fenomena tersebut lantas petugas berupaya melakukan antisipasi agar tidak ada bentrokan fisik. Hal yang paling fenomenal ialah ketika detik-detik Cho keluar, dan pedemo melemparkan telur ke mobil van petugas sekitar pukul 06.45 waktu setempat.
Perlindungan hukum yang lemah
Berawal dari kisruh di berbagai daring media, pihak kepolisian pun mencoba meyakinkan masyarakat bahwa nantinya di masa rehabilitasinya Cho akan diawasi. Hal ini dilakukan dengan pemasangan banyak kamera pemantau di berbagai sisi rumah Cho, pemasangan gelang kaki elektrik, dan pemantauan dari polisi di sekitar lokasi.
ADVERTISEMENT
Walau demikian masyarakat yang sudah lebih dulu kecewa, tetap menyayangkan keputusan peradilan yang memberikan Cho bebas. Artinya, Cho walau sudah 12 tahun di penjara ia pun harus menjalani pengawasan ketat dari petugas.
Ilustrasi TKP, foto: dok. Pixabay
Seorang analis hukum yang tak ingin disebutkan namanya menjelaskan, bahwa pembelaan pengacara Cho tentang tindak pemerkosaan yang diakibatkan mabuk, tidak mendapat pertentangan oleh jaksa penuntut.
Dengan demikian hal tersebut membuat opini publik bahwa perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan dinilai lemah. Asumsi ini kemudian menyebar dan menjadi sebab mengapa Cho mendapat pengurangan masa tahanan.
Di saat yang bersamaan, Majelis Nasional pun membuat suatu UU baru yang disebut 'UU pencegahan Cho Doo-Soo'--yang berisikan bahwa nantinya identitas pelaku tindak kekerasan seksual, pelecehan, akan dirilis ke publik dan diberlakukan pembatasan aktivitasnya.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, beberapa media lokal menyebut bahwa UU tersebut tak menjerat Cho. Sehingga menyebabkan keributan masif di berbagai media internasional.
sumber: https://koreajoongangdaily.joins.com/2020/12/13/national/socialAffairs/Cho-Doosoon-Nayoung-rape/20201213181000542.html