Konten dari Pengguna

Female Breadwinners: Fenomena Perempuan Menjadi Tulang Punggung Rumah Tangga

Selina Prudence Kristono
Mahasiswa S-1 Universitas Airlangga
26 Oktober 2025 14:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Female Breadwinners: Fenomena Perempuan Menjadi Tulang Punggung Rumah Tangga
Tulisan ini menjelaskan tentang fenomena female breadwinners.
Selina Prudence Kristono
Tulisan dari Selina Prudence Kristono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Female Breadwinners (Sumber: https://pixabay.com/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Female Breadwinners (Sumber: https://pixabay.com/)
ADVERTISEMENT
Di sela-sela perdebatan mengenai stereotipe yang mengatakan perempuan ujung-ujungnya hanya bekerja di dapur, kini muncul fenomena yang disebut female breadwinners. Female breadwinners merupakan keadaan di mana perempuan memiliki pendapatan tertinggi di rumah tangganya atau ia sendiri sebagai satu-satunya pencari nafkah di rumah tangga tersebut.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2024 sudah ada 14,37 persen pekerja atau sama dengan 1 dari 10 pekerja yang termasuk dalam kategori female breadwinners. Kontribusi ekonomi yang mereka berikan juga sangat besar, yakni 90-100% dari total pendapatan rumah tangga. Karakteristik utama pekerjaan female breadwinners adalah usaha perorangan yang masih rendah dalam penggunaan teknologi digital.
Fenomena ini sudah menjadi hal yang umum di berbagai negara, sebagai contoh Amerika Serikat. Hampir 42% ibu di Amerika Serikat berperan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga, sehingga negara ini telah menganggap perempuan sebagai pencari nafkah utama merupakan bagian dari norma sosial. Sedangkan di Indonesia sendiri, persentase female breadwinners tertinggi ditempati oleh Provinsi DKI Jakarta.
Sumber: Badan Pusat Statistik. Cerita Data Statistik Untuk Indonesia Volume 2, Nomor 3, 2025
Timbulnya Beban Ganda bagi Pekerja Perempuan
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, menjadi tulang punggung keluarga tidak menjadikan perempuan luput dari perannya dalam ranah domestik. Ini maksudnya, mereka harus bekerja sambil mengurus aktivitas rumah tangga, seperti memasak, membersihkan rumah, dan merawat anak. Hal ini lantas tidak sejalan dengan komitmen yang tertera dalam Sustainable Development Goals (SDGs) tujuan 5, yakni kesetaraan gender.
Beban ganda ini memaksa pekerja perempuan untuk harus bisa multitasking dan pintar membagi waktu. Tak jarang, mereka pun menjadi kelelahan, baik secara mental maupun fisik akibat banyaknya tanggung jawab dan kegiatan yang harus mereka selesaikan.
Perlunya Perbaikan Kebijakan
Di tengah banyaknya female breadwinners, nyatanya kebijakan publik yang berpihak pada mereka masih menghadapi banyak tantangan. Dirilis dari Tirto.id, Peneliti bidang sosial The Indonesian Institute, Made Natasya Restu Dewi Pratiwi, menyebutkan tantangan yang dimaksud adalah standar rekrutmen yang bias gender dan cenderung meremehkan perempuan, potensi pelecehan di tempat kerja, kurangnya akses pendidikan dan pelatihan vokasional, kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan, serta proteksi sosial yang kurang memadai.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, Natasya mengatakan perlunya mewujudkan ekosistem yang dapat melindungi dan memberdayakan female breadwinners di Indonesia melalui keterbukaan dalam mengakses pekerjaan layak secara adil dan juga perluasan akses pendidikan.
Selain itu, stereotipe tentang pekerjaan rumah tangga hanya tanggung jawab istri atau ibu harus dihapuskan. Melihat berkembangnya female breadwinners memberikan pernyataan bahwa pekerjaan domestik sejatinya adalah tanggung jawab bersama, yakni suami dan istri. Perluasan jaminan sosial juga selayaknya dilakukan lebih terpadu dalam rangka meningkatkan inklusivisme dan menjunjung hak female breadwinners secara layak, seperti pemberian hak cuti sesuai peraturan yang berlaku dan penyediaan berbagai layanan, misalnya layanan penitipan anak, layanan kesehatan reproduksi, dan layanan kesehatan mental.