Konten dari Pengguna

Keilmuan LDK Syahid UIN Jakarta Gelar Diskusi, Bicara Perempuan dalam Terorisme

Selvia Parwati Putri
Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27 November 2022 18:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Selvia Parwati Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto bersama peserta, panitia, dan narasumber (Dr. Zakiya Darojat, M.A.). setelah selesai acara. (Foto: dokumentasi pribadi).
zoom-in-whitePerbesar
Foto bersama peserta, panitia, dan narasumber (Dr. Zakiya Darojat, M.A.). setelah selesai acara. (Foto: dokumentasi pribadi).
ADVERTISEMENT
Divisi Keilmuan Lembaga Dakwah Kampus Syahid dari Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora, dan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta, gelar diskusi BISIK (Bincang Asik Keilmuan) dengan tajuk “Korelasi Perempuan Muslim dengan Isu Islamofobia di Indonesia” pada Sabtu (26/11/22).
ADVERTISEMENT
Diskusi ini dilatarbelakangi dari fenomena seorang perempuan bercadar bernama Siti Elina yang menerobos Istana Negara dan menodongkan senjata kepada Paspamres pada tanggal 25 Oktober 2022 lalu.
Kini, ia telah diamankan oleh pihak berwajib untuk diperiksa lebih lanjut terkait motif dan latar belakang mengapa ia melakukan aksi nekat tersebut. Diduga, ini ada kaitannya dengan aksi terorisme.
Berangkat dari hal itu, Divisi Keilmuan LDK Syahid UIN Jakarta yang terdiri dari kolaborasi tiga fakultas, ingin membahas secara tuntas mengenai apa yang terjadi di dalam pusaran terorisme yang menyangkutpautkan perempuan, mengapa perempuan ditempatkan sebagai fighter, dan bagaimana dampak dari aksi terorisme ini.
Pemaparan materi disampaikan oleh Dr. Zakiya Darojat, M.A. yang merupakan Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, perempuan yang giat dalam berorganisasi, dan juga aktif dalam menulis mengenai problematika perempuan, Islam feminis, dan hal-hal mengenai terorisme.
ADVERTISEMENT
Diskusi BISIK dipandu oleh Selvia Parwati Putri, selaku moderator yang merupakan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Jakarta semester 5.
Peserta yang hadir berasal dari kalangan mahasiswa UIN Jakarta yang tersebar di berbagai jurusan, anggota Lembaga Dakwah Kampus Syahid UIN Jakarta, serta terbuka untuk kalangan umum. Semua berkumpul di Teater Lantai 1 FITK UIN Jakarta.
Dalam pemaparan awalnya, Zakiya menerangkan bahwa sejatinya Islamofobia hadir ketika Islam itu lahir. Saat Islam lahir, terdapat perlawanan atau pertentangan dari pihak yang merasa Islam adalah hal yang membahayakan.
“Islamofobia ini terjadi karena framming berita. Islam dianggap terorisme dalam artian menakut-nakuti, dan juga dianggap radikal,” ujar Zakiya.
Lalu, ia juga menjelaskan sebenarnya keterlibatan perempuan dalam terorisme ini sudah lama. ISIS menggeser peran laki-laki dengan ikut melibatkan perempuan juga untuk berkontribusi di garda depan dalam jihad yang mereka yakini.
ADVERTISEMENT
Peran perempuan dalam pusaran terorisme selain menjadi pendamping setia, juga menjadi budak seks yang menyasar gadis-gadis belia di dalamnya. Mereka telah dicuci otaknya untuk melaksanakan jihad seks.
Tradisi patriarki juga mendorong perempuan untuk mau menjadi fighter, karena menurut mereka, inilah kesempatan untuk tampil di muka umum karena sebelumnya merasa dibatasi seluruh pergerakannya.
“Proses perempuan menjadi teroris ini berawal dari ketimpangan gender, yakni marginalisasi yang kemudian perempuan merasa diperlakukan tidak adil, kemudian marah dan memberontak, lalu dicuci otaknya untuk mau menjadi fighter,” jelas perempuan yang menuntaskan pendidikan S-3 di Sejarah Peradaban Islam UIN Jakarta.
“Makanya, perempuan itu jangan dikungkung. Berikan keleluasaan perempuan dalam hal pendidikan, ekonomi, dan partisipasi publik,” terang Zakiya
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan fenomena munculnya teroris dari kalangan perempuan, menjadikan munculnya ketakutan terhadap Islam yang menyasar pihak perempuan. Terutama perempuan yang bercadar dan memakai jilbab panjang.
Dalam closing statement-nya, Zakiya menjelaskan bahwa dalam beragama, jangan fiqih oriented, tetapi juga memperhatikan sisi akhlak.
“Misal, ada hadis katanya kalau menyapu lantai menggunakan pakaian atau hijab yang dikenakan itu ada pahala di dalamnya. Masa habis ngambil wudhu dari kamar mandi kan keseret-seret itu ada najisnya di hijabnya, terus buat shalat, buat menghadap Allah. Kan harus diperhatikan sisi akhlaknya,” ujar Zakiya.
Ia juga berpesan agar bila memahami sesuatu, jangan setengah-setengah, tetapi harus komprehensif.
“Dakwah kita harus menyentuh langsung kepada masyarakat. Mulai dari saudara-saudara kita, teman-teman kita. Kita harus memperlihatkan Islam yang ramah dan memiliki akhlak yang luhur. Di mana pun berada, kita harus bisa menebarkan keselamatan dan kenyamanan terhadap orang lain,” pungkas Zakiya.
ADVERTISEMENT