Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Ringan Dibaca! Ini Ulasan Lengkap Buku Awal dan Mira
6 April 2022 15:50 WIB
Tulisan dari Selvia Parwati Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awal dan Mira ialah pada awalnya disusun untuk disajikan sebagai naskah drama satu babak, tetapi tetap saja masih bisa dinikmati sebagai bentuk prosa.
ADVERTISEMENT
Awal dan Mira dikarang oleh seorang sastrawan bernama Utuy Tatang Sontani. Sastrawan kelahiran Cianjur ini seperti berhasil melahirkan karya sastra yang sarat akan makna, tetapi tetap dalam kemasan bahasa dan diksi yang mudah dimengerti.
Saya membaca buku Awal dan Mira yang saya beli dengan harga Rp35.000,00 dengan cover berwarna merah merona dan terdapat figur tokoh Awal dan Mira.
Buku yang saya miliki ialah diterbitkan oleh PT Balai Pustaka cetakan ke-5 yang diterbitkan pada tahun 2011. Buku Awal dan Mira terdiri dari 58 halaman termasuk deskripsi tentang pengarangnya yang disematkan setelah naskah selesai.
Di sampul belakang, buku Awal dan Mira menyajikan kutipan Mira saat berbicara dengan Awal, yakni berbunyi “Kalau kaucinta padaku,” jawab Mira, “bunuh aku! Bunuh dengan segenap cintamu.”. Kemudian di bawah kutipan tersebut, terdapat pesan singkat yang terdiri dari tiga paragraf pendek yang berisi kalimat subjektif dan blurb dari Awal dan Mira.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, setelah membaca buku Awal dan Mira, satu kata yang saya dapat berikan adalah “mengejutkan”.
Mengapa mengejutkan? Mari menyelami Awal dan Mira dalam tulisan yang akan saya ketikan sedikit banyaknya terdiri dari tiga lembar dengan bahasa yang saya buat mudah dipahami, diksi yang tidak bertele-tele, dan lugas dalam me-review.
Walaupun bukan pe-review andal, tetapi saya maksimalkan untuk karya yang mengejutkan ini.
Pertama, kita akan berkenalan dengan tokoh-tokohnya. Di dalam cerita Awal dan Mira, terdapat beberapa tokoh lainnya yang tidak disebutkan namanya untuk menjadi tokoh figuran.
Beberapa di antaranya terdapat juru potret yang disebut oleh penulis sebagai Si Celana Pendek, wartawan yang disebut Si Kacamata, pelanggan kopi dari kedai Mira yang disebut Si Baju Biru dan Si Baju Putih, Bapak (lelaki tua berumur kurang lebih 58 tahun yang menjadi pelanggan kopi di kedai Mira), dan ibu dari Mira. Untuk tokoh utamanya tentu adalah Awal dan Mira itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Latar dari cerita ini ialah hanya satu, yakni kedai kopi Mira. Walaupun terdapat beberapa sebutan tempat yang dilontarkan oleh tokoh dalam dialog, seperti gardu, tetapi kejadian dalam percakapan antartokoh selalu di kedai kopi milik Mira.
Kita akan berkenalan dengan Mira. Mira merupakan seorang perempuan yang memiliki kedai kopi bersama ibunya. Ia selalu duduk di belakang rak-rak dagangannya.
Mira digambarkan oleh penulis memiliki beberapa citra sebagai seorang perempuan, yakni perempuan yang cantik, perempuan yang rendah diri, perempuan yang agak keras kepala, perempuan yang tegas, perempuan yang pandai, dan perempuan yang tangguh.
Citra Mira adalah perempuan yang cantik digambarkan sebagai berikut:
“Ah,” kata Si Baju Putih, “kalau tidak ada Mira, kurang senang kita minum di sini.”
ADVERTISEMENT
“Biar,” susul Si Baju Biru lagi, “kita tunggu sampai dia datang. Buat apa pula lekas pulang? Di rumah juga tidak ada apa-apa.”
(Sontani, 2011: 9).
Kutipan tersebut memperlihatkan bagaimana Mira yang memiliki paras yang cantik sehingga dapat membuat pelanggannya tergila-gila.
Citra Mira adalah perempuan yang pandai digambarkan sebagai berikut:
“Tuan pasti tidak akan sanggup membayar.”
“Mengapa? Berapa Nona minta?”
“Apa Tuan sanggup membayar seribu rupiah?”
(Sontani, 2011: 43).
Meskipun Mira hanya pedagang kopi yang orang banyak memperlakukannya sebagai perempuan yang murahan, tetapi Mira tidak semudah itu untuk dimanfaatkan.
Seperti kejadian saat Mira meminta bayaran untuk hasil foto dirinya yang akan dijadikan sebuah majalah oleh seorang fotografer.
Dalam naskah drama Awal dan Mira, seorang Mira digambarkan sebagai tokoh perempuan yang begitu dicintai oleh Awal, tetapi Mira merasa tidak pantas untuk menerima Awal karena Mira merasa dirinya hanyalah orang biasa. Mira terus acuh terhadap Awal karena ia merasa tidak pantas untuk menaruh perasaannya kepada Awal.
ADVERTISEMENT
“Mira, kau tahu bahwa selain dari kau, orang banyak itu bagiku tidak ada artinya.”
“Saya tukang kopi, Mas.”
(Sontani, 2011: 39).
Begitulah sedikit banyak penggambaran dari tokoh Mira. Beralih ke Awal, Awal merupakan seorang laki-laki yang kalimat-kalimatnya membuat orang terkadang sulit mencerna karena dia merupakan seorang yang terpelajar dan dari rakyat kelas atas.
Awal ialah seseorang yang mempunyai prinsip yang kuat dan sering menyinggung tentang jiwa-jiwa seseorang yang menurutnya tidak baik.
Pada intinya, Awal dan Mira menceritakan kisah percintaan antara Awal yang datang dari kaum bangsawan dan mencintai Mira yang hanya perempuan dari kaum rakyat jelata.
Awal begitu mencintai Mira dan ingin sekali mengajak Mira pergi berbincang-bincang keluar. Awal menganggap Mira adalah sosok yang sempurna dan bukan badut yang seperti ia katakan kepada orang lain.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, Mira selalu menolak ajakan Awal. Mira tetap di belakang rak dagangannya dan tidak beranjak untuk menerima tawaran Awal.
Awal juga sempat terlibat perkelahian dengan Si Baju Biru dan Si Baju Putih karena kecemburuan dan itu terjadi di kedai kopi Mira, tetapi Mira tetap duduk di belakang rak dagangannya.
Di situ, Awal merasa kecewa dengan sikap Mira karena tidak mengindahkannya.
Cerita pun sampai pada titik Awal dan Mira saling berargumen, melontarkan kalimat-kalimat di penghujung malam di kedai kopi yang dingin dengan kopi Awal yang sudah tampak dingin karena asapnya tak lagi mengepul.
Awal melontarkan kalimat-kalimat romantiknya kepada Mira, berusaha meyakinkan Mira kalau dia benar-benar mencintainya dan ingin mengajaknya pergi keluar menikmati langit. Akan tetapi, Mira tetap ragu dan menolak tawaran Awal.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, karena kekecewaan Awal yang sudah mengendap, Awal pun mengobrak-abrik kedai hingga tangannya bersimbah darah. Terlihat Mira mulai beranjak dari duduknya dengan kruk di kedua ketiaknya. Ya, Mira cacat, ia kehilangan kedua kakinya karena peperangan.
Mengapa saya katakan mengejutkan? Ya, karena alasan Mira tidak mau pergi dengan Awal karena Mira tidak memiliki kaki. Lantaran ke atas Mira tampak sempurna, tetapi ke bawah Mira cacat.
Akhir dari naskah drama satu babak ini seperti menggantung karena tidak dijelaskan apakah Awal akan menerima Mira dengan kecacatannya, atau justru meninggalkan Mira.
Selamat berandai-andai!
Live Update