Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Kajian Epidemiologi Penyakit Menular di Indonesia
26 Juni 2020 6:14 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Septian Galuh Winata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Akhir Cerita Perjalanan Pandemi COVID-19
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam memerangi permasalahan pandemi COVID-19 ini, mulai dari melakukan social distancing, pembatasan sosial berskala besar, hingga kembali kepada keadaan normal yang baru atau disebut dengan new normal life namun, di samping upaya dalam menurunkan angka kejadian penyakit COVID-19, negara ini masih bergelut terhadap ketidakpastian kapan pandemi ini akan berakhir dan bagaimana ujung cerita dari perjalanan COVID-19 ini.
ADVERTISEMENT
Beberapa hasil riset pun telah gagal dalam memprediksi berakhirnya wabah ini, salah satunya adalah sebuah riset dari laman Singapore of University Technology and Design (SUTD) Data-Driven Innovation Lab menunjukkan bahwa COVID-19 akan berakhir pada awal bulan Mei 2020 namun sampai saat ini tidak ada tanda bahwa kurva angka kejadian COVID-19 mengalami penurunan atau melandai.
Ketidakpastian ini membuat pemerintah mengalami dilematis serius karena pandemi ini sangat berdampak pada berbagai sektor khususnya di bidang Ekonomi dan Pendidikan. Sehingga tidak heran jika saat ini, tidak ada jalan lain untuk memulihkan kondisi permasalahan tersebut, yaitu dengan diberlakukannya pelonggaran PSBB atau disebut dengan masa transisi new normal.
Namun pertanyaan besarnya adalah dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang apakah dengan kebijakan baru ini akan mempercepat atau bahkan memperlambat perjalanan penyakit COVID-19 di Indonesia?
ADVERTISEMENT
Beberapa hal, yaitu dari segi kesediaan sumber daya manusia dan infrastruktur kesehatan menjadi problem utama bagi negara Indonesia dalam memerangi pandemi COVID-19, salah satu survey yang dilakukan oleh The Center for Community Health Research and Policy yaitu salah satu lembaga pusat studi di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya kepada tenaga kesehatan yang bekerja di beberapa rumah sakit di Surabaya menunjukkan masih adanya kendala serius yang dihadapi khususnya dalam bidang kesehatan.
Kendala utama yang dirasakan adalah masih kurangnya perhatian bagi tenaga kesehatan yang secara langsung merawat pasien COVID-19, di antaranya adalah beban kerja yang dirasakan berat dengan minimnya fasilitas istirahat dan ketersedian makanan dan vitamin yang cukup, kendala lain yang dirasakan adalah lambatnya prosedur penegakkan diagnostik kasus COVID-19 dikarenakan minimnya fasilitas kesehatan yang ada sampai dengan masih acuh tak acuhnya masyarakat dalam usaha memutus rantai penularan COVID-19 terlebih ketakutan masyarakat sehingga menimbulkan deskriminasi pada warga masyarakat yang terjangkit COVID-19.
ADVERTISEMENT
Berbagai permasalahan ini turut menyumbang asumsi bahwa minimnya kesiapan masyarakat dan pemerintah dalam penanggulangan COVID-19 dan secara tidak langsung akan menambah panjang perjalanan penyakit Covid-19 di negara Indonesia.
Indonesia dan Penyakit Menular
Indonesia merupakan negara yang harusnya tidak terlalu gagap dalam mengatasi berbagai permasalahan kesehatan khususnya COVID-19. Ketidakgagapan ini harusnya ditunjukkan dengan kesiapan yang matang baik secara sumber daya manusia maupun infrastruktur kesehatan dalam menanggulangi permasalahan COVID-19. Namun, faktanya berbagai persoalan muncul dalam mengatasi pandemi ini. Sebagai negara dengan penduduk yang beragam dan memiliki beberapa wilayah dengan penduduk yang padat tentunya Indonesia tidak asing lagi dengan penanggulangan penyakit menular. Tercatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan peringkat ke-3 angka kejadian kasus penyakit TBC di dunia dan peringkat ke-3 angka kejadian penyakit HIV / AIDS (WHO 2017)
ADVERTISEMENT
Sebagai penyakit menular, HIV/AIDS termasuk tergolong penyakit yang sudah lama berada di Indonesia. Kemunculanya sebagai kasus pertama di Indonesia terjadi pada tahun 1987 di wilayah Bali. Saat ini tercatat pada tahun 2018 sebanyak 48.300 jiwa terinfeksi virus HIV dan jumlah komulatif hingga tahun 2018 terdapat sejumlah 114.065 jiwa terjangkit AIDS. Dari data di atas sangat bisa dimaknai bahwa seharusnya Indonesia sudah berpengalaman dalam penanganan kasus menular, meskipun masih banyak kekurangan namun secara sumber daya manusia dan infrastruktur Indonesia telah siap dan memadai dalam menangani penyebaran penyakit HIV/AIDS.
Sejumlah paket kebijakan telah ada dalam menunjang kebutuhan penanganan HIV/AIDS. Salah satu hal yang menjadi sangat penting dan itu menunjukkan kesiapan atau telah matangnya penanganan HIV/AIDS di Negara Indonesia adalah tersedianya lembaga khusus konseling yang terdiri dari tenaga professional dan tenaga sukarelawan yang berada pada setiap rumah sakit tempat pasien dirawat dan berada di masyarakat. selain melakukan konseling pada klien, lembaga ini juga khusus bertugas mencari kelompok berisiko tinggi untuk mau dan terbuka dalam melakukan tes HIV secara sukarela, kebijakan lainnya adalah adanya hak atas pelayanan kesehatan bagi pasien termasuk hak mendapatkan prosedur pelayanan diagnostik penyakit yang cepat dan akurat yang sampai saat ini masih menjadi problem bagi penanganan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Aspek lain yang penting adalah dilindunginya hak atas pekerjaan bagi pasien dengan HIV/AIDS, dari aspek ini pemerintah berusaha menunjukkan keseriusan dalam mensejahterakan pasien HIV/AIDS dengan memberikan kesempatan untuk dapat hidup produktif. Perusahaan tempat bekerja tidak akan diperkenankan untuk melakukan skrining HIV pada pekerjaanya agar status kerahasiaan pasien tetap terjaga dan terhindar dari diskriminasi.
Tidak akan berbeda dengan penyakit menular lainnya yaitu TB. Penyakit yang telah ditetapkan menjadi kedaruratan global sejak tahun 1993 ini, sebenarnya telah ditemukan obatnya namun juga masih menjadi perhatian serius bagi pemerintah Indonesia, dengan jumlah kasus TB baru sebanyak 845.000 jiwa pada tahun 2019 bukan tidak mungkin pemerintah telah matang dalam penanganan segala problem dari penyakit TB ini. Strategi DOTS yang telah diterapkan sejak tahun 2003 terbukti efektif dalam penanganan kasus TBC di Indonesia. Hal yang paling matang dalam penanganan TB ini terlihat pada kerjasama lintas sektoral yang melibatkan pemerintah daerah mulai dari wali kota sampai pada tingkat terkecil yaitu RT dan RW, keseluruhan bekerja sama dalam upaya mendukung kelancaran progam TB dari upaya promotif sampai kuratif.
ADVERTISEMENT
Keberadaan kader, lembaga pusat krisis berbasis masyarakat di wilayah kecamatan, lembaga sosial independent, turut menyumbang andil dalam penanganan TB di Indonesia. Sebuah hasil riset mengenai modal sosial masyarakat dalam penanganan TB pada tahun 2017, yang saya lakukan di Kecamatan Tandes, sebuah kecamatan dengan angka TB tertinggi di Surabaya, menunjukkan terdapatnya hasil yang signifikan bahwa kesuksesan progam TB sangat dipengaruhi oleh keberadaan modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat Tandes.
Akhir Cerita Perjalanan Covid-19
Keberadaan kedua penyakit menular tersebut paling tidak menjadi sebuah refleksi atau sudut pandang tersendiri dalam menjawab pertanyaan sampai kapan pandemi COVID-19 ini akan berakhir di Indonesia, bahwa dalam penanganan COVID-19 saat ini kita berada pada titik di mana kita masih dipertontonkan berbagai problematika akibat ketidakmatangan pemerintah dan ketidaksiapan masyarakat secara social menerima COVID-19. Di sisi lain, sejarah penyakit menular akan menuntut kita pada akhirnya bahwa berdamai dengan virus corona merupakan harga mati yang tidak bisa kita hindari.
ADVERTISEMENT
Damai dalam hal ini adalah bahwa kita akan terus hidup berdampingan dengan virus Corona ini, damai dalam hal ini bahwa secara sadar kita menerima keberadaan virus corona ini secara sosial tidak melakukan diskriminasi, damai dalam hal ini berarti bahwa kita sadar bahwa permasalahan penyakit ini harus diselesaikan dengan kerjasama dari berbagai pihak, damai berarti akan berbanding lurus antara kematangan pemerintah dan kesiapan secara sosial masyarakat menerima COVID, maka inilah yang menjadi akhir dari cerita perjalanan panjang COVID-19 di Indonesia.
*Septian G. Winata
Dosen Keperawatan FIK UMSurabaya