Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Storytelling: Strategi Kehumasan yang Nempel di Hati Gen Z
21 April 2025 10:46 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Septiani Cahyaning Tyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Menurut Beresfordreseach.com, Gen Z yang merupakan akronim dari Generasi Z adalah kelompok generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Mereka lahir dan tumbuh seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi sehingga tidak mengherankan jika Gen Z dikenal dengan kepiawaiannya dalam menggunakan gawai dan menjelajah internet. Kehidupan mereka yang begitu dekat dengan dunia digital membuat generasi ini cepat beradaptasi, multitasking, dan terbiasa mengakses informasi dari berbagai platform di internet.
ADVERTISEMENT
Namun, di balik kecakapan Gen Z dalam menggunakan teknologi, terdapat tantangan besar yang tidak bisa diabaikan—mereka lebih suka mencari informasi melalui konten sosial di media sosial ketimbang membaca teks panjang dan formal. Menurut survei yang dilakukan oleh IDN Research Institute, sebanyak 29% Gen Z lebih suka menonton konten video, sementara hanya 7% yang memilih artikel visual dan hanya 3% yang menyukai artikel teks. Data ini menunjukkan bahwa gaya komunikasi konvensional seperti siaran pers atau laporan panjang cenderung kurang efektif bagi generasi ini. Lalu, bagaimana cara menyampaikan pesan-pesan kehumasan terutama informasi mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah agar bisa nempel di kepala dan di hati mereka? Jawabannya: storytelling.
Storytelling bukan cuma soal bercerita. Ia adalah seni menyampaikan pesan lewat narasi yang hidup, menyentuh, dan mudah dipahami apalagi bagi Gen Z, mereka lebih tertarik pada visual, emosi, dan keaslian.
ADVERTISEMENT
Dalam praktik kehumasan, storytelling dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan: mulai dari mengenalkan visi dan misi organisasi, membangun citra positif, hingga mengedukasi publik tentang isu-isu penting. Alih-alih hanya memaparkan data panjang lebar tentang program pemerintah untuk UMKM, akan jauh lebih efektif jika kita menyajikan kisah nyata—misalnya, tentang seorang pelaku UMKM yang merintis usaha kecil dari nol, lalu mendapatkan dukungan pemerintah hingga akhirnya sukses dan memberdayakan komunitas sekitarnya. Cerita seperti ini tidak hanya menginformasikan, tapi juga menginspirasi dan membekas di hati karena menyentuh sisi emosional audiens.
Mengapa Storytelling Relevan untuk Gen Z?
Gen Z hidup di tengah arus informasi yang cepat dan padat. Storytelling menjadi senjata ampuh karena mampu mengemas pesan dalam bentuk narasi yang lebih mudah dicerna, menggugah emosi, dan tidak terasa seperti “pesan formal.” Dengan teknik bercerita membuat informasi terasa lebih humanis karena hadir dengan sentuhan personal dan emosional—hal yang sangat penting bagi Gen Z yang menjunjung tinggi keaslian dalam berkomunikasi.
ADVERTISEMENT
Dalam praktik kehumasan, storytelling juga dapat dimanfaatkan untuk membangun dan meningkatkan reputasi institusi pada masyarakat. Misalnya dengan mengangkat kisah individu di institusi yang mencerminkan nilai-nilai positif organisasi, seperti integritas, kepedulian, dan inovasi. Kisah nyata seperti ini akan menguatkan citra positif institusi dan akan lebih mudah diterima dan diingat oleh Gen Z.
Bagaimana Meracik Cerita yang Nempel di Ingatan Gen Z
Untuk membuat storytelling yang efektif, langkah pertama adalah memilih tokoh utama yang relatable—seseorang yang bisa dirasakan dekat atau mewakili pengalaman audiens, khususnya Gen Z. Gunakan bahasa yang ringan dan komunikatif, hindari penggunaan jargon formal yang kaku. Jangan ragu menampilkan sisi emosional dari cerita, karena di sanalah letak kekuatan untuk menyentuh hati dan membangun koneksi.
ADVERTISEMENT
Dukung cerita dengan visual yang menarik dan musik yang sesuai dengan mood narasi untuk memperkuat suasana. Terakhir, pastikan cerita memiliki pesan inti yang jelas—apa yang ingin audiens rasakan, ketahui, dan lakukan setelah menyimak cerita tersebut. Di sinilah teknik soft selling bisa diterapkan, dengan menyisipkan informasi atau pesan utama secara halus, tanpa terkesan memaksa. Misalnya, dalam cerita tentang perjuangan wirausahawan muda, kita bisa secara natural menyampaikan peran instansi atau kebijakan pemerintah yang mendukung keberhasilannya.
Platform Favorit Gen Z Bisa jadi Tempat Tepat untuk Menyebarkan Cerita
Memahami di mana Gen Z menghabiskan waktunya merupakan kunci keberhasilan dalam strategi komunikasi kehumasan. Dalam merancang pesan, penting bagi praktisi humas untuk tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin disampaikan, tetapi juga di mana pesan tersebut disampaikan. Gaya konsumsi informasi Gen Z sangat berbeda dari generasi sebelumnya—mereka cenderung tidak menyukai dokumen panjang seperti siaran pers, dan lebih memilih mengakses informasi melalui platform media sosial seperti TikTok, Instagram, maupun YouTube.
ADVERTISEMENT
Masing-masing platform ini memiliki karakteristik yang berbeda dan memerlukan pendekatan yang disesuaikan. Misalnya, TikTok sangat ideal untuk menyampaikan narasi singkat yang padat, emosional, dan cepat tersampaikan. Konten berdurasi 15–60 detik dengan visual yang menarik dan dilengkapi musik populer dapat menyampaikan pesan secara efektif tanpa terlihat seperti komunikasi formal yang kaku. Pendekatan seperti ini dapat membantu menyampaikan pesan kehumasan, termasuk pesan-pesan kebijakan pemerintah, dengan cara yang ringan namun tetap bermakna.
Berbeda dengan TikTok, Instagram menawarkan fleksibilitas dalam berbagai format. Praktisi humas dapat memanfaatkan Reels, Stories, maupun carousel posts untuk membagikan cerita dalam bentuk visual—baik foto, video pendek, maupun rangkaian slide. Gaya penyampaian yang lebih personal dan relatable sangat efektif menjangkau Gen Z. Selain itu, penggunaan caption dapat dimanfaatkan sebagai ruang untuk menyampaikan informasi tambahan secara halus namun informatif, sehingga tetap memberi nilai komunikasi tanpa terkesan menggurui.
ADVERTISEMENT
Intinya, setiap platform digital memiliki gaya dan kekuatan tersendiri. Dengan pendekatan yang tepat, pesan kehumasan tidak hanya akan diterima, tetapi juga dapat meninggalkan kesan mendalam di benak Gen Z.