Kisah Romansa dari Spotify Session

Mahasiswa Jurnalistik di Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
30 Mei 2022 14:02
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Septia Sapoetri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Spotify Session. (Unsplash/Fixelgraphy)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Spotify Session. (Unsplash/Fixelgraphy)
Malam itu, aku memutuskan untuk beristirahat sejenak dari semua pekerjaan yang menjenuhkan. Alih-alih memejamkan mata, aku justru membuka sebuah aplikasi di handphone-ku dan mengunjungi sebuah base menfess di sana.
Sudah hampir dua tahun aku menjadikannya tempat pelarian dari segala masalah yang sedang aku alami. Di sana, aku dapat menceritakan apapun secara anonim, memberikan dukungan untuk mereka yang sedang tidak baik-baik saja, dan mendapat hiburan gratis karena banyaknya pesan lucu di sana. Namun, tidak jarang pula muncul keributan yang biasa terjadi karena perbedaan pendapat.
Suasana base malam itu tampak sama seperti biasanya, penuh dengan cerita, lelucon, dan sedikit keributan. Di tengah keramaian itu, aku melihat sebuah pesan tanpa tanda pengirim. Sebuah pesan ajakan.

Spotify Session sambil chat, yuk?” tulismu di sana.

Tanpa pikir panjang, aku meninggalkan sebuah komentar sederhana di sana, hanya satu kata,

Mauuu.

Group Session atau yang akrab disebut Spotify Session merupakan sebuah fitur dari aplikasi pemutar musik Spotify yang hanya dapat digunakan oleh pelanggan paket premium. Dengan fitur tersebut, pengguna dapat mendengarkan lagu bersama secara real time dari perangkat yang berbeda ataupun sama dan dapat mengendalikan pemutaran musik dari perangkat masing-masing.
Terdengar menyenangkan, bukan? Itulah alasan mengapa aku meninggalkan komentar di sana. Mendengarkan musik bersama dan bertukar pesan adalah ide yang bagus dan aku menyukainya.
Namun, meninggalkan komentar pada pesan yang berisi ajakan seperti itu tidak selalu beruntung. Aku juga pernah beberapa kali mencoba, namun nihil, sang pengirim tidak datang menghubungiku. Tanpa kusangka, kali ini berbeda. Kamu, sang pengirim tanpa nama, datang memperkenalkan diri kepadaku.
Aku ingat apa isi dari pesan pertama yang kamu kirimkan kepadaku,

"Halo, gua Kaisar, pengirim dari menfess ini. Session-nya pakai playlist kamu aja ya, gapapa kok, boleh?" tulismu di pesan itu.

Setelah membacanya, aku segera membalas dan mengatakan bahwa aku tidak memiliki playlist. Ya, wajar saja, aku terbiasa mendengar lagu milik Taylor Swift seharian penuh.
Akhirnya, kamu memilih playlist secara acak dan mengirimkan sebuah tautan yang menuju ke room session. Tidak sabar, aku langsung bergabung dalam room. Pada saat itu, aku dan kamu sedang mendengar lagu yang sama.
Aku tersadar, kami belum berkenalan secara resmi dan akhirnya mengajakmu untuk berkenalan. Kemudian kamu mengetik cukup lama, bahkan aku sempat berpikir kamu sedang merangkai sebuah pidato. Namun ternyata, kamu hanya mengirim beberapa kalimat yang menunjukkan kepercayaan dirimu yang tinggi.

"Nama Kaisar, bisa dipanggil apa aja termasuk "Your Majesty", akunnya udah dari 2020, tampan, lajang, mapan," Begitu katamu.

Aku hanya terkekeh melihat kelakuanmu yang lucu. Namun, tingkahmu tidak hanya berhasil membuatku tertawa, tetapi juga jatuh hati.
(Septia Sapoetri/Politeknik Negeri Jakarta)