Konten dari Pengguna

Pelanggaran HAM di Xinjiang dan Tibet: Konflik Stabilitas Nasional dan Hak Asasi

Septina Khoirunnisah
Mahasiswa S1 Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Sriwijaya
3 November 2024 10:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Septina Khoirunnisah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Septina Khoirunnisah, Universitas Sriwijaya
Sumber: Foto Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Foto Pribadi
Artikel ini akan membahas pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang dan Tibet, yang menjadi perhatian global dalam beberapa dekade terakhir. Keprihatinan atas tindakan keras Pemerintah Tiongkok terhadap etnis minoritas di kedua wilayah ini telah memicu kontroversi dan kritik internasional. Penulis berpendapat bahwa kebijakan keras di Xinjiang dan Tibet, meski bertujuan untuk menjaga stabilitas nasional, menimbulkan dampak negatif terhadap hak asasi manusia yang perlu dipertimbangkan secara serius. Untuk itu, penulis akan menyoroti tiga argumen utama: pertama, kebijakan pengawasan ketat terhadap budaya dan agama di wilayah ini; kedua, program pendidikan vokasional yang diklaim sebagai upaya deradikalisasi; dan ketiga, dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan pemerintah di Xinjiang dan Tibet.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks pelanggaran HAM, teori konstruktivis Alexander Wendt dapat membantu memahami bahwa identitas nasional Tiongkok terbentuk melalui pandangan konservatif tentang stabilitas dan keamanan. Kebijakan pengawasan ketat terhadap budaya dan agama di Xinjiang dan Tibet dianggap oleh Pemerintah Tiongkok sebagai bagian dari upaya mencegah separatisme. Namun, pelarangan berbagai praktik budaya dan agama telah menciptakan konflik antara pemerintah dan masyarakat setempat.
Beberapa laporan internasional menunjukkan bahwa kebijakan ini mencakup pembatasan penggunaan bahasa dan pengawasan ketat terhadap kegiatan keagamaan. Dalam laporan tahun 2021, Kantor Berita Xinhua menyebutkan bahwa kebijakan ini telah membantu menurunkan kekerasan dan meningkatkan keamanan. Namun, penulis berpendapat bahwa pendekatan ini dapat memperparah ketegangan etnis dan melanggar hak masyarakat untuk mengekspresikan identitas budaya dan agama mereka.
ADVERTISEMENT
Dampak kebijakan ini juga terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Xinjiang dan Tibet. Dengan dibatasinya kebebasan beragama dan budaya, muncul kekhawatiran bahwa masyarakat di kedua wilayah ini akan kehilangan identitas etnis mereka. Hal ini menimbulkan dampak sosial yang berkepanjangan dan dapat menghambat keharmonisan antara etnis Han dengan etnis minoritas.
Pemerintah Tiongkok menyatakan bahwa kamp-kamp pendidikan vokasional di Xinjiang bertujuan untuk memberikan pelatihan keterampilan dan menekan radikalisasi. Tiongkok menganggap langkah ini sebagai pendekatan preventif terhadap ekstremisme, seraya mempertahankan stabilitas nasional.
Namun, sejumlah organisasi internasional mengkritik program ini karena dianggap mirip penahanan massal yang memaksa warga mengikuti pelatihan tanpa dasar hukum yang jelas. Laporan dari Kantor Berita Xinhua pada tahun 2021 menyatakan bahwa kebijakan ini berhasil mengurangi potensi kekerasan dan meningkatkan keamanan publik. Meski demikian, penulis menilai bahwa tindakan ini seharusnya memperhatikan perlindungan hak individu dan harus dilaksanakan tanpa mengorbankan kebebasan pribadi.
ADVERTISEMENT
Program ini memang memberikan pelatihan keterampilan yang dapat membantu partisipasi ekonomi masyarakat lokal, tetapi kebijakan ini harus dilaksanakan tanpa pemaksaan dan harus dilandasi dengan prinsip HAM yang menjunjung tinggi kebebasan individu.
Kebijakan pemerintah Tiongkok di Xinjiang dan Tibet juga berfokus pada pembangunan infrastruktur dan peningkatan akses pendidikan serta kesehatan. Pemerintah mengklaim bahwa investasi besar-besaran di Tibet telah meningkatkan aksesibilitas masyarakat ke pusat-pusat ekonomi utama.
Tindakan ini berhasil meningkatkan standar hidup masyarakat setempat dan menciptakan peluang ekonomi yang lebih besar bagi etnis minoritas. Misalnya, pemerintah telah membangun jalan dan jembatan di Tibet yang menghubungkan wilayah terisolasi dengan pusat ekonomi utama. Meski demikian, kritik internasional menyatakan bahwa kebijakan ini seharusnya mempertimbangkan konteks budaya dan sosial di masing-masing wilayah.
ADVERTISEMENT
Penulis melihat bahwa meskipun kebijakan ekonomi ini memiliki dampak positif, peran pemerintah tetap harus memprioritaskan perlindungan hak asasi manusia dan memperhatikan dampak sosial budaya yang ditimbulkan, agar kebijakan ini tidak merugikan masyarakat setempat.
Pengawasan budaya dan agama, program pendidikan vokasional, serta dampak ekonomi dan sosial, menunjukkan bahwa pelanggaran HAM di Xinjiang dan Tibet memiliki dimensi yang kompleks. Pemerintah Tiongkok harus mempertimbangkan perlindungan HAM dan menghormati keberagaman budaya di kedua wilayah tersebut. Upaya mencapai keseimbangan antara stabilitas nasional dan HAM menjadi tantangan penting, dan dialog antarnegara serta organisasi internasional sangat diperlukan untuk menemukan solusi yang efektif.
Referensi:
BBC Indonesia. (2022, August 31). Penindasan China di Xinjiang: Bukti baru muncul dari kebocoran
ADVERTISEMENT
dokumen rahasia dan wawancara dengan tahanan kamp pendidikan ulang.
Chen, Y. (2022). Pembangunan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan di Tibet. Tinjauan Ekonomi
Tiongkok.
CNN Indonesia. (2022, December 13). China murka ditampar sanksi AS gegara pelanggaran HAM di
Tibet.
Fathurrahman, W. (2020). China: Pelanggaran hak asasi manusia dan isu kebebasan beragama di
Xinjian. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Geneva International Centre for Justice. (n.d.). Penindasan hak asasi manusia di Hong Kong, Xinjiang,
dan Tibet di bawah Partai Komunis Tiongkok.
Kompas.com. (2024, June 5). Membedah catatan laporan pelanggaran HAM AS oleh China.
Kumparan. (2024, January 12). AS sanksi pejabat China atas pelanggaran HAM di Tibet.
Liu, Q. (2022). Langkah-Langkah Keamanan dan Stabilitas di Xinjiang: Sebuah Tinjauan. Jurnal Ilmu Politik Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Tibet Daily. (2023). Perkembangan Sosial dan Ekonomi di Tibet.
U.S. Department of State. (n.d.). The Chinese Communist Party's human rights abuses.
VIVA.co.id. (2023, August 10). China cegah pengungkapan pelanggaran HAM di Tibetan. Diakses pada
12 Agustus 2024.
VOA Indonesia. (2023, July 12). Kelompok HAM: China berlakukan hukuman kolektif terhadap
keluarga aktivis.
VOA Indonesia. (2023, May 25). Kepala urusan HAM PBB: China langgar hak-hak dasar di Xinjiang
dan Tibet.
Zhang, H. (2023). Assessing the Credibility of Human Rights Reports on China. Asian Affairs Journal.