Konten dari Pengguna

Sejarah Candi Tebing Gunung Kawi dan Keunikannya yang Tak Ada di Tempat Lain

Seputar Bali
Mengulas serba serbi kota Bali, mulai dari pariwisata hingga budayanya.
13 Februari 2024 14:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Seputar Bali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Candi Tebing Gunung Kawi. Foto hanya ilustrasi bukan tempat sebenarnya. Sumber foto: Unsplash.com/Elisabeth Morin
zoom-in-whitePerbesar
Candi Tebing Gunung Kawi. Foto hanya ilustrasi bukan tempat sebenarnya. Sumber foto: Unsplash.com/Elisabeth Morin
ADVERTISEMENT
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak peninggalan sejarah, hal tersebut tidak lepas dari banyaknya kerajaan yang pernah berdiri di Indonesia. Salah satu peninggalan yang ada di Bali adalah Candi Tebing Gunung Kawi.
ADVERTISEMENT
Candi ini merupakan salah satu situs purbakala yang ada di Bali dan menjadi salah satu tempat suci bagi umat Hindu. Candi ini masih berdiri kokoh hingga saat ini dan sering digunakan untuk upacara adat.

Sejarah Candi Tebing Gunung Kawi dan Keunikannya

Candi Tebing Gunung Kawi. Foto hanya ilustrasi bukan tempat sebenarnya. Sumber foto: Unsplash.com/Manya Krishnaswamy
Dikutip dari Buku Siswa Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas 10 karya Windriati, (2021), Candi Tebing Gunung Kawi merupakan candi yang terletak di Sungai Pakerisan, Dusun Penaka, Desa Tampaksiring, Kabupaten Gianyar.
Candi ini sangat unik karena dibuat dengan cara memahat dinding tebing batu pasir di tepi sungai. Ada 10 candi yang tersebar di tiga titik di sekitar sungai. Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-11 Masehi sebagai tempat pemujaan arwah Raja Udayana dan keluarganya dari Dinasti Warmadewa.
ADVERTISEMENT
Raja Udayana adalah salah satu raja terkenal di Bali yang menikah dengan Gunapriya Dharmapatni, seorang putri dari Jawa. Mereka memiliki tiga anak, yaitu Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu.
Airlangga kemudian menjadi Raja Kediri menggantikan kakeknya, Mpu Sendok. Marakata dan Anak Wungsu meneruskan pemerintahan di Bali. Candi Tebing Gunung Kawi awalnya dibangun oleh Marakata sebagai tempat pemujaan bagi arwah ayahnya, Udayana.
Kemudian, Anak Wungsu menambahkan candi-candi lainnya untuk menghormati ibu dan saudara-saudaranya. Salah satu bukti arkeologis yang mendukung asal-usul candi ini adalah tulisan Haji Lumah Ing Jalu yang menggunakan aksara Kediri pada bagian atas gerbang candi paling utara dari lima candi di timur sungai.
Tulisan ini berarti sang raja yang disemayamkan di Jalu. Jalu adalah sebutan untuk taji ayam jantan, yang bisa juga berarti keris atau pakerisan. Nama Sungai Pakerisan inilah yang kini dikenal sebagai nama sungai yang membelah dua tebing Candi Tebing Gunung Kawi.
ADVERTISEMENT
Candi Tebing Gunung Kawi juga menunjukkan adanya toleransi antara agama Hindu dan Buddha pada masa itu. Di sekitar candi, terdapat beberapa kompleks pertapaan Buddha yang disebut kantyangan.
Salah satunya adalah Amarawati, yang disebutkan dalam Prasasti Tengkulak yang berangka tahun 945 Saka (1023 Masehi). Di sini, para pertapa melakukan meditasi dan ritual keagamaan.
Candi Tebing Gunung Kawi adalah situs bersejarah yang menakjubkan dan memiliki keunikan yang tak ada di tempat lain. Candi ini merupakan karya seni pahat yang mengagumkan dan bukti kecintaan anak kepada orang tua. (WWN)