Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sejarah Transportasi di Bandung: Pedati hingga Kereta Cepat
24 November 2023 16:48 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Seputar Bandung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejarah transportasi di Bandung diawali dengan hanya menggunakan pedati, atau kereta yang ditarik oleh sapi atau kerbau. Semakin berkembang, transportasi di Bandung kini dihiasi kendaraan modern nan canggih.
ADVERTISEMENT
Tentu saja, sejarah transportasi di Bandung tidak lepas dari peristiwa sejarah. Mulai dari masa kolonial hingga masa setelah proklamasi.
Berdasarkan buku Ekspedisi Anjer-Panaroekan, Tim Editor Kompas, (2008:105) awal mula perkembangan transportasi di Bumi Pasundan diawali oleh kedatangan Gubernur Jenderal H.W Daendels, yang membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan.
Sejarah Transportasi di Bandung dari Jalan Setapak yang Dilalui Pedati
Sejarah transportasi di Bandung diawali dengan kesederhanaan masyarakat Bandung yang hanya berjalan kaki atau menggunakan pedati sebagai sarana transportasi.
Dalam buku Album Bandoeng Tempoe Doeloe, Sudarsono Katam dan Lulus Abadi (2005), pada 1740-an kawasan Bandung hanya memiliki jalan setapak. Tandu, sapi, kerbau, kuda, hingga pikulan melalui jalan ini sebagai 'alat angkut' tradisional.
ADVERTISEMENT
Kemudian, memasuki era kolonial Belanda, Daendels kemudian membangun Jalan Raya Pos (Grote Postweg, sepanjang Anyer hingga Panarukan) sejak 1810.
Fungsi jalan ini untuk menggantikan jalan setapak penghubung Batavia dengan 'Negorij Bandoeng'--sebutan dari orang Belanda untuk kawasan Bandung--yang telah ada sejak 1786. Dari pembangunan itulah kemudian alat transportasi lain bermunculan.
Era 1890-an, masyarakat Bandung mulai mengenal sepeda, atau saat itu dikenal dengan istilah 'kereta angin'. Teknologi sepeda tersebut juga mulai diadaptasi menjadi sarana angkutan massal lewat pedati.
Pada masa itu, sapi atau kerbau akan bergerak untuk menarik pedati. Pedati-pedati ini juga diberi tenda sebagai peneduh. Penggunaan pedati di kalangan masyarakat sebagai sarana angkutan orang dan barang hingga tahun1900-an. Kala itu kuda juga sudah banyak digunakan.
ADVERTISEMENT
Kereta Api dan Rencana Pindah Ibukota ke Bandung
Selain penggunaan sepeda dan pedati, sebetulnya transportasi yang berkembang di Indonesia, dan juga Bandung dalam kurun waktu yang lebih lama adalah kereta api.
Berdasarkan buku Kereta Api: Pilihan Jenis Kereta Jalur Jakarta-Bandung yang Semakin Nyaman, TEMPO Publishing (2020:36-37), jalur kereta api pertama di Indonesia dibangun di Semarang pada 1864 oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) asal Belanda.
Kemudian rute lintasan Jakarta-Bandung mulai dibangun pada 10 April 1869. Kereta api saat itu menggunakan loko uap C28 atau lokomotif tercepat dengan kecepatan maksimal 90 kilometer per jam.
Di era pertengahan 1900-an, sebagian petinggi Belanda sebenarnya juga sudah memiliki kendaraan pribadi berupa mobil uap. Mobil uap tersebut kebanyakan dimiliki oleh pengusaha perkebunan teh (Preanger Planters).
ADVERTISEMENT
Namun bagi warga Bandung saat itu, sepeda motor, yang mulai masuk ke Bandung, mulai dilirik dan digunakan. Warga melihatnya sebagai 'kereta angin' yang dapat melaju jauh lebih cepat karena dilengkapi mesin. Bahkan sepeda motor dijuluki sebagai 'kereta setan'.
Selanjutnya dalam buku Ekspedisi Anjer-Panaroekan, Tim Editor Kompas, (2008:105), pada paruh awal abad 20, Gubernur Jenderal JP Graaf van Limburg Stirum yang memerintah Hindia Belanda pada tahun 1916-1921 memiliki gagasan memindahkan ibu kota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung.
Tidak hanya membangun kompleks perkantoran yakni yang saat ini merupakan Gedung Sate, pembangunan juga digalakkan pada sektor lain hingga menempatkan Bandung sebagai sebuah kota modern.
Termasuk di dalamnya adalah menghiasi kota-kota itu dengan taman dan mengembangkan jaringan sarana dan prasarana transportasi umum yang lebih dari sekadar memadai.
ADVERTISEMENT
Damri dan Angkutan Kota
Saat Indonesia di bawah penjajahan Jepang, terdapat layanan angkutan barang yakni perusahaan transportasi Jawa Unyu Zigyosha. Lalu ada Zidosha Sokyoku untuk penumpang.
Kemudian lepas Indonesia merdeka, masih pada tahun1945, kedua perusahaan tersebut berubah nama menjadi Djawatan Pengangkoetan untuk angkutan barang dan Djawatan Angkutan Darat untuk angkutan penumpang.
Kemudian melalui Makloemat Menteri Perhoeboengan RI No.01/DAM/46 pada tahun 1946, kedua djawatan digabung menjadi satu, yakni Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia disingkat Damri.
Tugas utama Damri yakni untuk melayani kebutuhan angkutan masyarakat sekaligus membantu mempertahankan kemerdekaan di era Agresi Militer Belanda.
Di Bandung sendiri, tidak diketahui pasti kapan Damri mengangkut penumpang. Namun, tahun 1950-an, Damri telah memiliki terminal penumpang yang beroperasi di Jalan Cikapundung Timur.
ADVERTISEMENT
Selain Damri, tercatat pula kehadiran angkutan dalam kota (angkot) di kalangan masyarakat. Terminalnya terletak di Alun-alun Selatan, bersama kereta kuda, sado dan delman. Sementara, Alun-alun Utara dipakai sebagai terminal sebagian angkot dan tempat parkir kendaraan pribadi.
Kedua transportasi ini senantiasa melayani masyarakat Kota Bandung untuk bepergian pada wilayah Kota Bandung.
Kereta Antar Provinsi dan Kereta Cepat Whoosh
Selain angkutan darat berupa kendaraan bermotor seperti bus dan minibus, Bandung juga dilengkapi dengan kehadiran kereta antar provinsi.
Melanjutkan penggunaan rute lintasan Jakarta-Bandung yang tercatat dalam sejarah beroperasi sejak 1869, kereta antar provinsi pun beroperasi. Hingga saat ini, lintasan rute kereta tersebut masih digunakan oleh kereta diesel.
Stasiun yang beroperasi aktif hingga kini untuk kereta antar provinsi di antaranya Stasiun Bandung (Stasiun Hall) dan juga Stasiun Kiaracondong.
ADVERTISEMENT
Kemudian, teknologi transportasi kereta api di Bandung semakin modern dan canggih, dengan hadirnya kereta cepat pertama di Indonesia dengan nama Whoosh pada tahun 2023.
Kereta ini memiliki kecepatan hingga 100 km per jam, melaju dari Bandung menuju Jakarta, dengan waktu tempuh hanya 30-40 menit saja. Padahal, dengan menggunakan kereta diesel biasa, waktu tempuhnya adalah 1 hingga 2 jam.
Dengan adanya kereta cepat Whoosh, stasiun yang melayani perjalanan antar kota antar provinsi ini bertambah 2 stasiun, yakni Stasiun Tegalluar dan Stasiun Padalarang.
Itulah ulasan mengenai sejarah transportasi di Bandung, mulai dari penggunaan pedati hingga teknologi canggih kereta cepat. (Fitri A)