Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Sejarah Pasar Tanah Abang dari Zaman Hindia Belanda hingga Jadi Sentra Grosir
9 September 2024 16:08 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Seputar Jakarta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejarah Pasar Tanah Abang cukup panjang, bahkan dimulai dari zaman penjajahan Belanda . Sebelum menjadi sentra grosir se-Asia Tenggara, pasar ini sempat mengalami pasang surut sesuai dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia dari zaman ke zaman.
ADVERTISEMENT
Pasar Tanah Abang punya nama asli Pasar Tenabang, pada zaman Belanda dulu. Berdasarkan website resmi PD Pasar Jaya, pasarjaya.co.id, pasar itu hingga kini terletak di Jalan K.H. Fachrudin, Kelurahan Kampung Bali, Kecamatan Tanah Abang.
Sejarah Pasar Tanah Abang
Sejarah Pasar Tanah Abang bisa ditelusuri dari beberapa buku yang memuat mengenai cerita perkembangan pasar di Indonesia. Salah satunya adalah buku Pengantar Kajian Sejarah Ekonomi Perkotaan Indonesia, Purnawan Basundoro (2023:13-16).
Buku tersebut cukup dalam memaparkan sejarah awal berdirinya Pasar Tanah Abang. Berikut adalah perkembangan Pasar Tanah Abang dari zaman ke zaman.
1. Pasar Tanah Abang Zaman Hindia Belanda
Pasar Tanah Abang dibangun dari zaman penjajahan Belanda. Pasar Tanah Abang didirikan oleh seorang Belanda yang telah lama menetap di Batavia. Orang ini adalah Justinus Vinck, orang yang sama, yang membangun Pasar Senen di kawasan Weltevreden (Senen).
ADVERTISEMENT
Pasar Tanah Abang pertama kali dibangun masih berupa gubuk-gubuk bambu dengan atap ilalang. Sebagian besar pedagang yang berjualan di Pasar Tanah Abang adalah keturunan Tionghoa. Dahulu, pasar ini beroperasi hanya setiap hari Sabtu.
Sejak dulu, barang dagangan yang dijual di Pasar Tanah Abang adalah barang-barang tekstil, kelontong, dan sedikit sayuran. Dahulu, konsep pasar adalah untuk menyediakan tempat untuk berdagang, dan juga mencari keuntungan dengan menarik bea/cukai harian.
Penarikan cukai era Vinck yakni dengan menyerahkan hal tersebut kepada orang-orang Tionghoa. Orang-orang Tionghoa dijatah untuk bisa menarik cukai dengan besaran tertentu dan diberi kelonggaran untuk memperoleh keuntungan dari penjualan barangnya.
Selain masa keemasan Pasar Tanah Abang, tahun 1740 jadi tahun yang kelam di Hindia Belanda. Tahun tersebut terjadi peristiwa Chineezenmoord, di mana orang-orang Tiongkok dibantai dan juga terjadi perusakan harta benda.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga termasuk terjadi di Pasar Tanah Abang. Pasar itu porak-poranda dan dibakar.
Kemudian, sekitar tahun 1926 pemerintah Hindia Belanda sempat juga membongkar Pasar Tanah Abang. Kali ini adalah pemugaran dan mengganti bangunan permanen menjadi tiga los panjang dari tembok dan papan serta beratap genteng.
2. Pasar Melemah di Masa Penjajahan Jepang
Ketika bangsa Jepang mengambil alih pemerintahan, banyak pasar-pasar di Indonesia yang tidak berfungsi sebagaimana fungsi pasar. Pada masa pendudukan Jepang, Pasar Tanah Abang hampir tidak berfungsi, dan malah menjadi tempat para gelandangan.
3. Masa Kemerdekaan dan Agresi Militer
Meskipun telah merdeka, fungsi pasar pun belum sepenuhnya pulih. Berbagai perlawanan dan perjuangan mempertahankan Indonesia, masih dilakukan di berbagai wilayah. Perbaikan ekonomi pun belum terlalu terlaksana.
4. Jatuh Bangun dalam Masa 2 Orde Pemerintahan
Secara perlahan, ekonomi Indonesia pun membaik. Menurut sejarah yang terekam, peremajaan bangunan sempat terjadi di Pasar Tanah Abang , yakni tahun 1973. Peremajaan pasar dilakukan dengan mengganti 4 bangunan berlantai empat.
ADVERTISEMENT
Setelah peremajaan di tahun 1973 lalu, Pasar Tanah Abang juga mengalami dua kali kebakaran pada tahun yang berdekatan. Yakni, pertama tanggal 30 Desember 1978, yaitu Blok A di lantai 3 dan kedua di Blok B tanggal 13 Agustus 1979.
Rupanya budaya penarikan cukai pada masa Belanda pun masih terus diturunkan. Pada buku,
Politik Jatah Preman, Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru, Ian Douglas Wilson (2018:120-123) dijelaskan banyak tindakan premanisme terjadi.
Pada masa akhir kepemimpinan Presiden Soeharto (1998), terjadi kerusuhan besar-besaran di Jakarta. Hal itu termasuk penjarahan besar di pasar-pasar besar di Jakarta, termasuk Pasar Tanah Abang.
5. Pasar Tanah Abang Kini Jadi Sentra Grosir
Ekonomi pun kembali membaik seiring banyak pergantian pemimpin Indonesia. Geliat jual beli di Pasar Tanah Abang pun kembali terjadi. Bahkan di era milenium, yakni tahun 2000 hingga 2013, pasar ini kerap jadi pasar tumpah, apalagi jelang Hari Raya.
ADVERTISEMENT
Saat itu, peran Gubernur DKI Jakarta cukup berat yakni harus menertibkan pedagang kaki lima di kawasan Tanah Abang. Hal tersebut secara perlahan berhasil diatasi pada masa pemerintahan Gubernur Jokowi-Ahok.
Seiring berjalannya waktu, Pasar Tanah Abang masih jadi primadona bagi pencari bahan tekstil dan pakaian.
Meskipun pada masa pandemi Covid-19 pamor sentra grosir ini meredup, namun sebagian orang masih mencari berbagai keperluannya di Pasar Tanah Abang. Selain itu, kini kondisi transportasi menuju ke pasar ini sudah dibenahi dan mudah untuk dijangkau oleh pengunjung.
Itulah sejarah Pasar Tanah Abang dari zaman pemerintahan Belanda. Pasar yang mulanya hanya gubuk bambu dan ilalang, berkembang pesat menjadi sentra grosir terbesar se-Asia Tenggara. (Fitri A)
ADVERTISEMENT