news-card-video
5 Ramadhan 1446 HRabu, 05 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Tradisi Menyambut Bulan Ramadhan di Semarang, Dugderan, dan Sejarahnya

Seputar Jateng
Menyajikan segala informasi seputar Jawa Timur, khususnya tentang travel dan kuliner.
26 Februari 2025 14:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Seputar Jateng tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tradisi menyambut bulan Ramadhan di Semarang. Foto hanya ilustrasi, bukan tempat yang sebenarnya. Sumber: Pixabay/sanimdesigns
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi menyambut bulan Ramadhan di Semarang. Foto hanya ilustrasi, bukan tempat yang sebenarnya. Sumber: Pixabay/sanimdesigns
ADVERTISEMENT
Menyambut bulan Ramadan yang sudah tidak lama lagi, masyarakat di berbagai daerah di Indonesia mulai bersiap untuk melakukan tradisi turun-temurun. Salah satunya adalah Dugderan, tradisi menyambut bulan Ramadhan di Semarang.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya menyambut kehadiran bulan puasa, Dugderan juga menjadi acara pesta rakyat tahunan bagi masyarakat Semarang. Acara ini selalu meriah dan ramai, dengan berbagai pawai dan salah satu agenda khasnya, Warag Ngendog.

Sejarah Tradisi Menyambut Bulan Ramadhan di Semarang, Dugderan yang Meriah

Tradisi menyambut bulan Ramadhan di Semarang. Foto hanya ilustrasi, bukan tempat yang sebenarnya. Sumber: Pixabay/Ahmedsaborty
Semula, Dugderan digelar sebagai salah bentuk upaya pemerintah setempat untuk menyamakan awal waktu puasa dan hari raya. Sampai sekarang, tradisi menyambut bulan Ramadhan di Semarang ini masih dilestarikan dan diselenggarakan setiap tahun.
Bisa dikatakan, tradisi ini menjadi cara masyarakat Semarang untuk mencurahkan rasa rindu akan datangnya bulan Ramadan. Dikutip dari buku 100 Tradisi Unik di Indonesia oleh Fatiharifah (2017:43), Dugderan pertama kali digelar pada tahun 1881 oleh Bupati Semarang, Mas Tumenggung Aryo Purboningrat.
ADVERTISEMENT
Acara yang dilakukan adalah membunyikan bedug sebanyak 17 kali dan diiringi dentuman suara meriam sebanyak tujuh kali. Suara beduk (dug dug dug) dan meriam (der der der) inilah yang kemudian disebut Dugderan.
Dugderan memiliki maskot yang ikut diarak saat festival berlangsung, yaitu Warak Ngendog. Warak Ngendog adalah binatang rekaan bertubuh kambing, berkepala naga, dan bersisik yang terbuat dari kertas warna-warni.
Binatang ini juga dilengkapi telur rebus (endog). Makna Warag Ngendog sendiri adalah warak yang sedang bertelur. Pada saat diselenggarakan Dugderan pertama kali, Semarang sedang mengalami krisis pangan dan telur merupakan makanan yang mewah.
Tradisi Dugderan diawali dengan karnaval pemberangkatan peserta dari Balai Kota dan berakhir di Masjid Kauman. Namun, sejak beberapa tahun terakhir ini, rute itu diperpanjang, sehingga karnaval berakhir di Masjid Agung Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Pada sore harinya, diadakan musyawarah untuk menentukan awal Ramadan yang dilakukan oleh para ulama. Setelah itu, digelar halaqah tentang pengumuman awal puasa dengan ditandai pemukulan beduk. Ritual ini diakhiri dengan pembacaan doa.
Tradisi menyambut bulan Ramadhan di Semarang, Dugderan, menjadi tanda bahwa budaya di Semarang masih lestari. Acara ini juga mirip dengan pasar tumpah, dengan banyaknya barang kerajinan tanah liat yang ditawarkan. (YD)