Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Jambi Tolak Kekerasan Seks
12 April 2018 6:39 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Seru Jambi Online tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Opini: Dessy Rizki*
Ketidakberdayaan menahan nafsu seksual membuat para pemangsa tubuh perempuan gelap mata demi memenuhi hasrat birahinya. Mereka tak kuasa membendung fantasi liar yang menguasai, lagi-lagi perempuan dan anak terancam menjadi tumbal bagi para penikmat seks yang lupa daratan.
ADVERTISEMENT
Melihat fenomena yang terjadi, sebenarnya persoalan seks bukan hanya sebatas melepaskan hasrat birahi semata. Menurut Sigmund Freud, kehidupan manusia memang tidak bisa dilepaskan dari persoalan seksualitas. Sejak bayi manusia sudah memiliki naluri seksual dalam tahap-tahap tertentu.
Ada manusia yang begitu cepat memperlihatkan insting seksualitas, ada manusia lain yang meskipun sudah mencapai umur dewasa belum memperlihatkan insting seksualitas.
Bagi masyarakat yang dangkal pengetahuan, minimnya iman serta ketakwaan dan faktor lainnya, membuat kemampuan seksualitas ini justru disalahgunakan. Seksualitas disimpangkan sedemikian rupa sehingga tidak sejalan lagi dengan fitrahnya.
Fakta saat ini, seksualitas diaplikasikan ke kebutuhan biologis semata tanpa aturan maupun ikatan pernikahan, sehingga terbungkus menjadi sebuah kejahatan seksual. Kejahatan seksual merupakan fenomena yang sebenarnya sudah berlangsung lama dan selalu menjadi topik hangat yang ramai diberitakan oleh media massa.
ADVERTISEMENT
Angka-angka statistik yang dibuat oleh berbagai lembaga seperti Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, termasuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), tidak dapat diragukan lagi kebenarannya.
Belakangan, tahun ini, Provinsi Jambi dihujani kasus-kasus tindakan kekerasan seksual yang menimpa anak-anak dan perempuan. Perkara seksual yang mengancam kaum hawa dirasa telah mencapai tingkat yang cukup meresahkan bagi masyarakat.
Tahun lalu ada berita kasus pelecehan, yang menyebutkan bahwa seorang laki-laki yang berusia 65 tahun menyetubuhi empat orang anak SMP di bawah umur. Kasus ini diketahui setelah orang tua salah satu korban melaporkannya ke Polresta Jambi. Atas perbuatan kejinya, predator seksual yang telah menyantap empat orang anak di bawah umur secara beruntun, oleh hakim hanya divonis satu tahun penjara. Sementara di tengah beban trauma yang harus ditanggung oleh korban, ditambah para orang tua harus berhadapan dengan proses hukum yang tidak berpihak kepada korban.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 7 Februari 2017, berita mengejutkan datang lagi dari seorang warga di Desa Jebak Kecamatan Tembesi Kabupaten Batanghari yang bernama H. Sebagai seorang ayah, bukannya melindungi dan merawat anak tapi justru sebaliknya ia malah menyetubuhi putri kandungnya sendiri.
Belum lama kasus seorang kakek dan ayah yang mencabuli anak tersebut yang sempat menyita perhatian khalayak ramai, 25 Januari 2018 muncul lagi kasus baru di Dusun Pangkal Bloteng, Desa Teluk Rendah Ulu, Kecematan Tebo Ilir, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Seorang gadis malang bernama Dina Wulandari harus menghembuskan nafas terakhirnya di dalam sungai Batanghari setelah dianiaya, diperkosa, lalu dibunuh secara sadis.
Pelaku mengikat leher korban dengan akar dan memilitkan tubuh korban ke sebuah kayu, kemudian korban ditenggelamkan ke sungai bersama sepeda motornya dengan kondisi yang masih bernyawa.
ADVERTISEMENT
Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dapat terjadi di mana saja, di tempat umum, tempat kerja, bahkan lingkungan keluarga. Tindakan kekerasan seskualpun dapat dilakukan oleh siapa saja baik itu teman laki-laki, pasangan, bahkan orang terdekat seperti ayah, saudara laki-laki dan lain-lain.
Faktor apa yang merupakan penyumbang terbesar terjadinya tindakan kekerasan seksual?.
Penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan di antaranya faktor budaya, stigma yang beredar di masyarakat bahwa laki-laki lebih superior dari pada perempuan sehingga laki-laki merasa mempunyai hak penuh untuk memperlakukan perempuan seperti barang miliknya. Faktor ekonomi, yaitu ketergantungan perempuan secara ekonomi pada laki-laki. Bila dilihat dari Faktor hukum, lemahnya penegakan hukum yang berpihak kepada korban. Dan jika dilihat dari faktor politik, kekeresan terhadap perempuan dan anak belum sepenuhnya dianggap sebagai persoalan yang serius bagi para pembuat kebijakan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan falsafah Pancasila dan undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Kekerasan seksual merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia serta bentuk diskriminasi yang sampai hari ini merupakan PR negara yang belum terselesaikan.
Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi terhadap perempuan dan anak seolah-olah merupakan suatu penyakit yang sukar disembuhkan, oleh karenanya dibutuhkan pemulihan dan penanganan yang intensif agar Jambi kembali menjadi lingkungan yang ramah untuk anak-anak dan perempuan.
Seharusnya yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mengentaskan persoalan kejahatan seksual di antaranya, undang-undang tentang penghapusan kekerasan seksual benar-benar tewujud, mengoptimalkan fungsi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam memfasilitasi kebutuhan perempuan dan anak korban kekerasan, dalam memenuhi hak korban (hak atas kebenaran, hak atas perlindungan, hak atas keadilan dan hak atas pemulihan).
ADVERTISEMENT
Lalu, Lembaga yang diberi amanah oleh negara dalam mengatasi persoalan kekerasan seksual tidak hanya menjangkau wilayah kota saja, tetapi harus hadir di tingkat desa bahkan RT.
Dalam konteks yang lebih luas, tindakan hukum bukan satu-satunya cara untuk menghentikan kejahatan seksual, masih ada aspek lain yaitu fungsi kontrol dan pengawasan. Fungsi kontrol dan pengawasan ini perlu dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan oleh aparatur negara, seluruh orang tua, dan masyarakat guna meminimalisir pontesi terjadinya kasus serupa. Selain itu, penting sekali untuk melakukan edukasi seksual secara dini kepada anak laki-laki dan perempuan, karena pendidikan seks itu penting, untuk membantu mereka menghindari terjadinya penyalahgunaan seksual, eksploitasi, pelecehan maupun kekerasan.(***)
* Penulis adalah mahasiswi Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Syariah UIN STS Jambi
ADVERTISEMENT