Konten dari Pengguna

Dongeng, Keserakahan dan Korupsi

Setiawan Muhdianto
ASN Kementerian Kelautan dan Perikanan Tulisan merupakan pendapat pribadi, tidak mewakili tempat kerja
13 Oktober 2024 10:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Setiawan Muhdianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi telur emas, gambar diambil dari freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi telur emas, gambar diambil dari freepik.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kesadaran akan antikorupsi harus dipahamkan sejak dini. Banyak cara yang dilakukan oleh orang tua maupun pendidik untuk mengedukasi anak tentang pentingnya antikorupsi. Salah satu cara yang efektif adalah dengan mendongeng. Dongeng lazim dibacakan oleh orang tua menjelang anaknya tidur.
ADVERTISEMENT
Salah satu dongeng terkait dengan antikorupsi diambil dari Fabel Aesop yang berjudul Angsa dan Telur Emas. Kisah ini menggambarkan keserakahan manusia ketika diberikan karunia oleh Tuhan. Dia akan mengharapkan yang lebih dan lebih lagi. Tapi di akhir cerita, penyesalanlah yang didapat.
Pada zaman dahulu hiduplah seorang petani miskin yang tinggal bersama istrinya. Sepulang dari ladangnya, sang suami menemukan angsa yang nampak kelelahan dan terbaring lemas di pinggir jalan. Karena merasa kasihan, petani ini membawa pulang angsa tersebut. Sesampai di rumah, angsa tersebut dimasukkan ke dalam kandang dan diberi makan.
Keesokan harinya, petani tersebut kaget ketika mendapati sebutir telur emas di dalam kandang angsanya. Buru-buru dia memanggil istrinya dan selanjutnya membawa telur tersebut ke tukang emas untuk memastikan keasliannya. Telur emas tersebut ternyata asli.
ADVERTISEMENT
Dijuallah telur tersebut dan didapatkan uang yang cukup untuk membeli makanan yang lezat. Hari-hari berikutnya, setiap pagi petani selalu mengambil sebutir telur emas dari kandang. Kehidupan petani tersebut pun mulai berkecukupan. Rumah yang tadinya reyot sekarang sudah dibangun dengan layak.
Dengan kondisi ekonomi keluarga yang layak tanpa bekerja, petani tersebut masih belum merasa cukup. Dia ingin kehidupannya melebihi warga desa lainnya. Dia berharap angsa tersebut bertelur 2 butir setiap harinya. Benar saja, keesokan harinya dan selanjutnya angsa tersebut bertelur 2 butir.
Keserakahan
Kehidupan petani tersebut semakin baik, namun masih merasa kurang. Petani itu berpikir di dalam perut angsa pasti tersimpan banyak telur. Dengan mengambil langsung semuanya berarti lebih cepat untuk mendapatkan emas yang banyak.
ADVERTISEMENT
Tanpa berpikir panjang, disembelihlah angsa tersebut, dibedahlah perutnya. Tapi dia tidak mendapati apa-apa selain jeroan dan kotoran. Menyesallah dia, tapi penyesalan sudah tiada guna.
Keserakahan selalu dikaitkan dengan korupsi, Bahkan KPK selalu menyampaikan dalam edukasinya kepada masyarakat bahwa salah satu penyebab korupsi adalah keserakahan. KPK mengambil dari Gone Theory-nya Jack Bologne bahwa ada 3 penyebab korupsi yaitu keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan pengungkapan.
Serakah adalah keinginan untuk memiliki dari yang telah dipunyai. Seorang yang serakah tidak pernah puas terhadap apa yang telah diperolehnya seperti petani dalam cerita di atas. Dalam konsep agama, orang yang serakah tidak pernah bersyukur atas ketentuan dan karunia dari Tuhan.
Gambaran sifat serakah seperti yang diilustrasikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam suatu hadist. Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tiada rasa terima kasih atas pemberian Tuhan, selalu ingin lagi dan lagi.
ADVERTISEMENT
Jujur
Kita sudah tidak asing dengan tagline “Berani Jujur Hebat”. Menurut KBBI, jujur adalah lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus dan ikhlas. Orang yang jujur tidak akan melakukan korupsi. Korupsi penuh dengan kebohongan kecurangan demi mendapatkan materi sebanyak-banyaknya.
Banyak dongeng yang menceritakan kisah kejujuran. Salah satunya adalah kisah Raja dan Benih Kejujuran. Diceritakan bahwa pada suatu hari seorang raja yang tidak memiliki anak laki-laki ingin mewariskan kerajaannya kepada pemuda jujur yang akan menjadi suami dari putrinya.
Raja mengadakan sayembara dengan memberikan sebutir biji yang dibagikan kepada para pemuda yang mendaftar. Diumumkanlah bahwa barang siapa yang bisa membawa tanaman yang paling bagus dan paling indah dari biji tersebut dialah yang akan menjadi pemenang.
ADVERTISEMENT
Para pemuda itu segera membawa pulang biji tersebut dan segera menanamnya dalam pot. Tepat setahun kemudian, alun-alun istana kerajaan penuh dengan pot berisi tanaman yang sangat indah. Raja pun berkeliling untuk memberi penilaian.
Setelah lelah berkeliling, Sang Baginda pun belum menemukan yang diharapkan. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah pot kosong hanya berisi tanah tanpa tanaman. Di dekatnya ada seorang pemuda yang tidak percaya diri tapi menyimpan aura ketulusan.
Ketika ditanya, dengan agak takut pemuda tersebut menjawab bahwa biji yang dia tanam tidak tumbuh menjadi tanaman. Akan tetapi, tanggapan raja sungguh mengagetkan. Sang Raja mengumumkan bahwa pemuda tersebutlah yang akan menjadi suami dari putrinya. Biji yang dibagikan kepada para pemuda sebenarnya telah direbus sehingga tidak mungkin akan tumbuh.
ADVERTISEMENT
Kejujuran merupakan landasan pokok antikorupsi. Orang yang jujur akan menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab. Melaksanakan tugas sesuai prosedur dan aturan. Dia tidak melakukan penyelewengan yang mengingkari hati nuraninya.
Tidak ada yang dimanipulasi atau ditutup-tutupi oleh orang yang jujur demi keuntungan dan menyelamatkan dirinya. Seperti pemuda dalam dongeng yang tidak mau memanipulasi dengan tanaman yang bagus padahal biji tidak tumbuh.
Bohong
Lawan dari jujur adalah bohong. Kebohongan dilakukan untuk menutupi kesalahan ataupun perilaku buruk seseorang. Dengan berbohong dia berharap bisa beruntung untuk mendapatkan sesuatu. Atau bisa juga untuk menyelamatkan dirinya dari kerugian ataupun tuduhan.
Mungkin hampir semua orang hafal betul dengan dongeng Sang Penggembala dan Serigala. Penggembala membohongi penduduk desa akan datangnya serigala. Sekali dua kali penduduk desa masih percaya. Tetapi selanjutnya warga desa tidak ada yang percaya dan serigala benar-benar datang. Celakalah dia, tidak ada orang yang membantunya.
ADVERTISEMENT
Dongeng-dongeng tersebut dan banyak dongeng yang lainnya menjadi wahana untuk edukasi antikorupsi sejak dini. Nilai dan hikmah dari sebuah dongeng akan mengendap dalam alam bawah sadar seorang anak hingga dewasa. Sehingga ketika nanti berhadapan dengan situasi dan kondisi yang berhubungan dengan korupsi, dia telah punya kekuatan sikap tegas untuk menolaknya.
Cukupkah dengan dongeng? Tentu tidak. Orang tua dan tenaga pendidikan harus memberikan contoh perilaku antikorupsi. Sikap jujur, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, dan kesederhanaan akan dilaksanakan oleh anak apabila orang tua atau pendidik telah menerapkannya terlebih dulu.
Anak-anak mungkin tidak mengerti apa itu korupsi. Tapi dengan menanamkan nilai jujur dan jangan serakah sudah cukup sebagai bekal melawan korupsi ketika dia dewasa nanti. Anak-anak yang telah tertanamkan nilai kejujuran dan tidak serakah bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Anak tidak akan menyontek, tidak membolos, selalu antre dan berani mengakui kesalahan.
ADVERTISEMENT