Penangkapan Ikan Terukur untuk Nelayan Kecil?

Setiawan Muhdianto
ASN Kementerian Kelautan dan Perikanan Tulisan merupakan pendapat pribadi, tidak mewakili tempat kerja
Konten dari Pengguna
1 Oktober 2022 10:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Setiawan Muhdianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kapal Pengawas Perikanan Ditjen PSDKP sedang bersandar di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung, siap mengawal kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota (dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kapal Pengawas Perikanan Ditjen PSDKP sedang bersandar di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung, siap mengawal kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota (dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
“Pergilah dengan bebas, berkelanalah dan berkembangbiaklah dengan leluasa” bisikku ketika melepas belasan ekor nila ke sebuah danau kecil sore itu. Ikan itu saya beli di pasar. Nampak mereka dengan ceria berenang menjauh. Terasa ada sesuatu rasa yang “aneh” merasuk dalam hati. Sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Sore hari berikutnya saya ajak kedua anak saya untuk melakukan hal yang sama. Nampak kedua anak itu dengan riang melepas ikan satu persatu. Tapi sepertinya ada yang mengganjal di pikiran mereka. “Kok ikan ini dibeli terus dilepas begitu saja? Gak sayang, Pak?” akhirnya kegundahan mereka tersampaikan. “Lihat ikannya suka kan untuk berenang di danau ini, nanti ikan-ikan itu kan jadi besar dan bertambah banyak, biar para pemancing dan penjaring ikan pada suka menangkapnya”, jawab saya.
Di saat manusia hanya ingin mengambil, ketika orang-orang hanya mengeskploitasi dan memanfaatkan, perilaku memberi dan merawat menjadi barang langka. Memberi yang tidak mengharap apa-apa dan tidak diketahui oleh siapa-siapa. Mungkin hal itu yang menjadi sebab perasaan “aneh” saya ketika melepas ikan-ikan itu.
ADVERTISEMENT
Manusia mengambil dan eksploitasi berlebihan tanpa memberi kesempatan kepada alam untuk memulihkan dirinya. Begitu pula yang terjadi pada sumber daya perikanan. Kegiatan perikanan banyak dilakukan secara illegal, unregulated dan unreported demi mengejar keuntungan semata. Mereka tidak memikirkan kelestarian dan keberlanjutan di masa depan.
Telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, akademisi maupun LSM dalam upaya untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan. Salah satu yang dilakukan oleh pemerintah adalah kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota.
Penangkapan Ikan Terukur
Kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota merupakan upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mewujudkan ekonomi biru. Filosofi kebijakan ini adalah pembatasan penangkapan ikan perlu dilakukan untuk menjaga jumlah stok ikan di laut.
ADVERTISEMENT
Konsep tersebut mentransformasikan pengelolaan perikanan yang selama ini sepenuhnya berbasis input control ke dalam pengelolaan berbasis output control. Dengan mekanisme output control, kuota penangkapan pun ditetapkan sehingga kapal perikanan yang mendapatkan izin tidak dapat lagi menangkap sebanyak-banyaknya yang berpotensi melebihi daya dukung sumber daya ikan.
Dengan adanya sistem kuota pemerintah akan mengatur zona penangkapan dan jumlah ikan yang ditangkap. Jumlah kapal dan ukurannya juga diatur termasuk alat tangkap yang digunakan. Setelah selesai menangkap ikan kapal juga harus mendaratkan ikan di Pelabuhan yang telah ditentukan.
Hal lain yang sangat penting dari implementasi kebijakan ini yakni kapal perikanan yang diberikan izin harus mendaratkan ikan di pelabuhan perikanan yang sudah ditentukan. Pendaratan ikan tidak lagi tersentralisasi di Pulau Jawa, sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi di setiap wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kritik dari masyarakat
Meskipun demikian, kebijakan tersebut bukan tanpa kritik. Kiara (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) dalam siaran pers resminya menyatakan bahwa kebijakan penangkapan ikan terukur bertentangan dengan semangat keberlanjutan sumber daya perikanan dan kelautan dan juga penyejahteraan nelayan tradisional dan/atau nelayan lokal yang menggunakan alat tangkap yang berkelanjutan.
Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini akan semakin menyulitkan nelayan tradisional karena alat produksi yang jauh berbeda. Nelayan tradisional masih menggunakan alat produksi yang hanya untuk mencukupi kebutuhan mendasar. Sedangkan nelayan modern dan/atau industri menggunakan alat produksi yang dapat menangkap sumber daya perikanan secara masif dan cenderung eksploitatif.
Hampir sama dengan Kiara, Koalisi NGO Untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (KORAL) seperti dikutip dari laman mongabay.co.id berkeyakinan bahwa nelayan kecil menjadi terpinggirkan. Ini terjadi karena investor asing dan dalam negeri diberi peluang yang sangat besar untuk memanfaatkan sumber daya ikan pada zona-zona industri melalui perizinan khusus berjangka 15 tahun. Koral juga mengkhawatirkan dampak lanjutan terjadinya eksploitasi penuh di seluruh WPP di Indonesia, terlebih saat ini pengawasan perikanan tangkap di Indonesia masih lemah.
ADVERTISEMENT
Sementara Greenpeace Indonesia menyatakan bahwa kebijakan ini tidak tepat. Mereka berpandangan saat ini kondisi laut Indonesia sedang “sakit” dan perlu langkah nyata untuk memulihkannya. Salah satunya dengan tidak mengeluarkan kebijakan yang justru memperparah keadaan. Harusnya kebijakan pemerintah mengarah pada pemulihan bukan malah meningkatkan kuota tangkapan.
Menjawab keraguan
Menanggapi kritik dan masukan tersebut pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini diterapkan untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan demi terwujudnya laut yang sehat untuk Indonesia sejahtera. Dalam beberapa pernyataan resminya KKP menjamin untuk mengutamakan kepentingan nelayan kecil.
KKP akan memprioritaskan nelayan kecil, sisanya (kuota) akan ditawarkan kepada investor agar terjadi peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Penerimaan negara tersebut akhirnya akan dikembalikan kepada nelayan baik untuk peningkatan kesejahteraan maupun perbaikan stok sumber daya ikan itu sendiri. Selain itu kebijakan ini mentransfomasikan pengelolaan perikanan nasional menjadi lebih maju, adil, dan terkendali.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan kekhawatiran terhadap masih lemahnya pengawasan, Dirjen PSDKP (Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) dalam siaran pers melalui laman kkp.go.id menyatakan telah siap untuk mengawal kebijakan penangkapan ikan terukur. Kesiapan pengawasan dilakukan saat before fishing, while fishing, during landing maupun saat post landing. Personel pengawas perikanan, sistem, sarana dan prasarana telah disiapkan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini.
Semua pihak sebenarnya memiliki tujuan yang baik terhadap sumber daya perikanan. Komitmen terhadap kelestarian dan keberlanjutan serta kesejahteraan telah menjadi komitmen bersama. Pemerintah diharapkan mengakomodir kritik dan masukan. Pelaku usaha perikanan juga harus patuh pada peraturan dan tidak rakus dalam mengeksploitasi sumber daya ikan.
Alam sebenarnya telah menyediakan kebutuhan manusia dengan berlimpah. Laut telah memberikan sumber daya ikan dengan tanpa perlu manusia memijahkan dan memberinya pakan. Wujud terima kasih manusia kepada alam dan Tuhan sebagai penciptanya adalah dengan menjaganya dan memeliharanya. Manusia perlu patuh kepada ketentuan dan peraturan yang telah menjadi komitmen bersama menjaga bumi.
ADVERTISEMENT
Kembali kepada cerita di awal, tidak perlu kita menggarami lautan, tidak usah kita menebar benih ikan ke laut. Yang dibutuhkan hanya kesadaran bahwa manusia bukan hanya mengambil dan meminta tapi juga harus memberi. Memberi kontribusi kepada manusia lain, kepada anak cucu dan kepada bumi.
Awal kerusakan adalah karena kerakusan, rakus untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Rakus untuk tidak peduli kepada yang lain, kepada yang lemah, termasuk kepada nelayan kecil. Upaya ini harus dimulai dari sekarang meski tiada orang yang tahu, walau nampak seolah pekerjaan yang sia-sia. Tapi yakinlah bahwa itu akan menjadi perhatian yang di atas seperti sabda Kanjeng Nabi SAW, “…….Sayangilah yang ada di bumi, niscaya yang di langit akan menyayangimu”.
ADVERTISEMENT