Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
NU, HMI, dan UII dalam Relasi Bingkai Keislaman dan Keindonesiaan
21 Februari 2023 20:24 WIB
Tulisan dari Seto Galih Pratomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Nahdlatul Ulama (NU), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Universitas Islam Indonesia (UII) punya relasi yang menarik. Dengan adanya perhelatan 100 tahun atau 1 Abad hari lahir Nahdlatul Ulama pada 16 Rajab 1444 H atau 7 Februari 2023 sukses digelar secara meriah di Stadium Gelora Delta Sidoarjo yang dihadiri para pejabat tinggi negara Indonesia, Ulama, serta jutaan jemaah itu tak lepas dari sosok Dr. (H.C) KH. Yahya Cholil Staquf.
ADVERTISEMENT
Beliau yang kerap disapa Gus Yahya merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga sukses dalam menyelenggarakan Forum Religion G20 Indonesia. Semasa kuliah, beliau pernah menjadi Ketua HMI Komisariat Fisipol UGM dan HMI Cabang Yogyakarta pada tahun 1985. Tentu hal ini menarik dibahas, yang mana sebelumnya PBNU terlalu dikaitkan dengan organisasi mahasiswa tertentu. Maka dengan masuknya Gus Yahya menjadi Ketua Umum di PBNU, mempunyai pengaruh besar dalam menjadikan NU lebih inklusif, terbuka untuk semua.
Sesuai dengan kalimat, “NU tidak ke mana-mana, tapi NU ada di mana-mana”.
Kalimat tersebut merupakan kalimat untuk mengartikan Khitthah NU yang diucapkan oleh KH. Achmad Siddiq yang merupakan Rais Aam PBNU 1984-1991 juga merupakan Alumni Pesantren Tebuireng. Ya begitulah cara Gus Yahya dalam menahkodai PBNU, mengembalikan NU kepada Khitthahnya dan membuka NU untuk merangkul semua kalangan.
ADVERTISEMENT
Kesuksesan Gus Yahya tak lepas dari prosesnya selama di HMI. HMI sendiri merupakan organisasi mahasiswa terbesar dan tertua yang didirikan pada 5 Februari 2023 genap berusia 76 tahun sejak didirikan 5 Februari 1947 silam. Persis dua tahun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya sebagai bangsa yang berdaulat. Bertempat di Sekolah Tinggi Islam yang sekarang menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta oleh seorang pahlawan nasional Prof. Drs. Lafran Pane dan kawan-kawan.
Terpahat dalam artefak sejarah Indonesia, HMI didirikan dengan tujuan pertamanya untuk mempertahankan Negara Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia dengan bunyi, “Terbinanya Mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggung jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT”.
ADVERTISEMENT
Sebagai organisasi kemahasiswaan, HMI sukses mencetak kader-kader andal dalam melanjutkan estafet pembangunan bangsa ke depan, hal ini bisa dilihat dari banyaknya jumlah tokoh bangsa yang lahir dari rahim HMI baik diberbagai ranah dan berbagai kalangan. Antara lain Nurcholish Madjid atau Cak Nur, Jusuf Kalla, Jimly Ashiddiqie, Anies Baswedan, Mahfud MD, Karni Ilyas, Yusril Ihza Mahendra, dan masih banyak yang lainnya.
Begitupun dengan kampus UII Yogyakarta yang merupakan kampus pertama atau tertua di Indonesia. Didirikan pada 8 Juli 1945, sebulan sebelum Indonesia merdeka. Didirikan oleh sejumlah tokoh pendiri bangsa, salah satunya KH. A. Wahid Hasyim yang merupakan putra pendiri NU, KH. Hasyim Asy'ari. Nama beliau diabadikan dalam nama gedung Fakultas Ilmu Agama Islam di UII. Kampus ini melahirkan banyak tokoh bangsa, salah satunya saat ini yang menjadi Menko Polhukam, Prof. Mahfud MD dan Ketua Mahkamah Agung, Prof. M. Syarifuddin.
ADVERTISEMENT
Relasi Satu Frame Asas: Keislaman dan Keindonesiaan
Semenjak awal didirikan, HMI berkomitmen pada asas keislaman dan keindonesiaan. Hal itu bisa ditemui dalam rumusan tujuan mula HMI didirikan. Dalam awal masa kemerdekaan, HMI turut aktif dalam mempertahankan Republik Indonesia serta membangun tatanan dan mempertinggi derajat rakyat. Serta dalam menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam yang selalu dipegakan, maka kehadiran HMI berlandaskan dua arus pemikiran yang tak bisa dipisahkan satu sama lain yaitu antara keislaman dan keindonesiaan.
Islam hadir sebagai rahmatan lil alamin yang merupakan ajaran universal untuk membimbing manusia agar hidup sesuai fitrahnya, mencapai keselamatan dan kesuksesan dunia dan akhirat. Sedangkan dalam keindonesiaannya merupakan proyek hidup bersama menuju kemerdekaan dan kesejahteraan yang dicita-citakan. Nilai final bagi HMI untuk berkomitmen menjadikan Islam sebagai ruh dan Indonesia sebagai tubuh, sehingga tidak ada lagi pertentangan antara ruh dan tubuh. Pemikiran keislaman dan keindonesiaan menjadi konsep teologis HMI terdapat dalam teks Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) bagi HMI DIPO dan Khitthah Perjuangan bagi HMI MPO.
ADVERTISEMENT
Hal itu yang menjadi pegangan bagi setiap kader sehingga nilai perjuangan HMI tidak saja menekankan nilai vertikal atau melangit namun juga harus horizontal atau turun membumi. Pemikiran keindonesiaan bisa dimaknai dalam sebuah nama atau identitas yang bertujuan untuk mempersatukan bangsa dan Negara, dipahami dalam gagasan monokromatik yang mampu diterima secara determinis, dianggap telah baku dan selesai.
Hal tersebut sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Nahdlatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di dunia. Dengan memegang prinsip keislaman dan keindonesiaan. Sesuai dengan fatwa KH. Hasyim Asy'ari, hubbul wathan minal iman atau cinta tanah air sebagian dari iman. Hal tersebut dibuktikan dengan NU yang menjadi organisasi Islam pertama yang menerima Pancasila sebagai asasnya dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU tahun 1983 dan disahkan dalam Muktamar ke-27 NU tahun 1984.
ADVERTISEMENT
Sama halnya dengan kampus UII, mengusung keislaman dan keindonesiaan. Hal tersebut tercantum dalam visinya yaitu terwujudnya Universitas Islam Indonesia sebagai rahmatan lil ‘alamin, memiliki komitmen pada kesempurnaan (keunggulan), risalah islamiah, di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan dakwah, setingkat universitas yang berkualitas di negara-negara maju.
Juga dalam misi UII yakni Menegakkan wahyu Ilahi dan sunah Nabi sebagai sumber kebenaran mutlak serta rahmat bagi alam semesta, dan mendukung cita-cita luhur dan suci bangsa Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui upaya membentuk tenaga ahli dan sarjana muslim yang bertakwa, berakhlak, terampil, berilmu amaliah dan beramal ilmiah. Serta mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, seni yang berjiwa agama Islam, membangun masyarakat dan negara Republik Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang diridai oleh Allah Swt, dan mendalami, mengembangkan, dan menyebarluaskan pemahaman ajaran agama Islam untuk dihayati dan diamalkan oleh warga Universitas dan masyarakat pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Refleksi 1 Abad NU, 76 tahun HMI, 78 Tahun UII di 2023 dalam memegang kokoh komitmen keislaman dan keindonesiaan. Hal tersebut juga pernah dikemukakan oleh putra dari KH. A. Wahid Hasyim yang merupakan Menteri Agama RI Pertama, KH. Salahuddin Wahid. Seperti dikutip dalam buku Nasionalisme Pemuda terbitan Penerbit SEGAP Pustaka, beliau mengatakan:
ADVERTISEMENT