Fakta dan Mitos Dibesarkan Secara Bilingual

Setyo Hargianto
Staf Kementerian Luar Negeri RI, A Traveler, and a Daydreamer
Konten dari Pengguna
14 Maret 2020 13:06 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Setyo Hargianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Beragam bahasa yang dapat dipelajari
zoom-in-whitePerbesar
Beragam bahasa yang dapat dipelajari
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data tahun 2019 dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Indonesia menjadi tuan rumah 718 (tujuh ratus delapan belas) bahasa. Sehingga diperkirakan Indonesia memiliki jumlah anak yang dibesarkan bilingual cukup besar, mengingat dalam lingkungan tersebut anak akan mendengarkan dan menggunakan bahasa daerah setempat, serta mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan statistik tersebut pula, masyarakat Indonesia dapat dikategorikan sebagai bangsa dengan tingkat intelektualitas yang tinggi, sebagaimana hasil penelitian di University of Washington pada tahun 2016 mengungkapkan. Penelitian tersebut menemukan bahwa anak-anak yang dibesarkan secara bilingual memiliki fungsi “executive” dalam otak mereka, yaitu area yang mengatur fungsi otak dan bertanggung jawab antara lain terhadap kemampuan belajar, penyelesaian masalah dan dan penyimpanan memori, yang lebih baik dari anak yang dibesarkan secara monolingual. Sungguh hal yang membanggakan!
Akan tetapi, sebagaimana sifat penelitian, senantiasa terdapat pro dan kontra terhadap hasil yang ditemukan, termasuk dalam subyek bilingual ini. Untuk itu, berikut pembahasan beberapa penelitian dan temuan terkait anak yang dibesarkan bilingual, dan apakah temuan tersebut merupakan fakta atau mitos.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, penentuan fakta dan mitos tersebut akan diambil dari perspektif pribadi saya sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat pertanyaan yang perlu saya jawab terlebih dahulu, yaitu:
Apa kualifikasi anda?
Pertanyaan yang valid. Ketika berusia 2 (dua) tahun, orang tua saya berbaik hati memperbolehkan saya ikut bersama mereka ke Amerika Serikat, dan sambil mereka menempuh dan mendapatkan gelar pasca sarjana, saya mendapatkan kesempatan untuk tinggal di sana. Dalam kesehariannya, orang tua saya menggunakan bahasa Indonesia dengan saya ketika di rumah, dan di luar rumah saya menggunakan bahasa Inggris.
Saya dan Kakak melalui musim dingin di AS, 1988
Kemudian ketika saya berusia 7 (tujuh) tahun, saya bersama keluarga kembali ke Indonesia. Orang tua saya lalu membalikkan kebiasaan sebelumnya dengan menggunakan bahasa Inggris di rumah, dan bahasa Indonesia ketika di sekolah dan tempat lainnya di luar rumah. Usaha tersebut dilakukan oleh orang tua saya untuk mempertahankan kemampuan bilingual saya, and for that I will be forever grateful to them.
ADVERTISEMENT
Sehingga perspektif yang akan digunakan dalam hal ini adalah fakta bahwa saya merupakan produk anak yang mendapatkan privilege dibesarkan secara bilingual, berhubung saya bukan seorang peneliti, ahli linguistik ataupun neurologist. Masih bersama saya? Mari kita mulai.
1. Ajarkan Sejak Usia Dini
Opsi bahasa yang dapat dipelajari sangat beragam
Penelitian ini dimulai dari temuan bahwa anak-anak balita “have brain like sponges sehingga mereka dapat menyerap semua yang diajarkan, termasuk bahasa. Walaupun hal tersebut adalah benar, faktanya ternyata tidak semudah itu. Menurut peneliti dari University of Barcelona di Spanyol, yang telah mempelajari early learning bagi Balita sejak tahun 1997, anak-anak tersebut perlu ditempatkan ke situasi ideal, agar penyerapan bahasa-bahasa menjadi maksimal. Situasi ideal yang dimaksudkan adalah selain perlu dilakukan secara berkelanjutan dan dengan kualitas yang baik, perlu dipastikan pula bahwa bahasa-bahasa tersebut menjadi bagian penting dari kehidupan anak.
ADVERTISEMENT
Untuk “golden period” pengajaran bahasa kepada anak, masih terdapat perdebatan. Para peneliti dari North Illinois University di Amerika Serikat berpandangan bahwa usia ideal pengenalan bahasa lain kepada anak adalah 4 – 7 tahun. Namun, para peneliti dari University of Maryland juga di Amerika Serikat menemukan bahwa periode pengenalan lebih luas, yaitu dari usia 6 – 16 tahun, atau sebelum usia pubertas anak. Walaupun berpandangan berbeda terhadap periode usia, para peneliti tersebut sepaham bahwa semakin bertambah usia, semakin menurun daya serap otak terhadap bahasa baru.
Secara umum temuan para peneliti di atas adalah tepat, terbukti dengan saya yang mempelajari 2 bahasa dari usia dini, sampai saat ini kemampuan berbahasa tetap bertahan. Bahkan karena telah dikenalkan dari usia 2 tahun, logat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris tetap bertahan pula. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil temuan ini: FAKTA.
ADVERTISEMENT
2. Memiliki Kemampuan Berkomunikasi Lebih Baik, dan Lebih Sosial
Jangan lupa untuk selalu menatap lawan bicara
Mereka yang bilingual umumnya dapat berkomunikasi dengan lebih banyak individu karena kemampuan berbahasa yang dimiliki, sehingga membuka kesempatan bersosialisasi yang lebih luas dibandingkan dengan mereka yang monolingual. Oleh karena hal tersebut, kemampuan berkomunikasi jadi semakin terasah dan dapat menjadi lebih sosial.
Untuk temuan ini, akan bergantung dari pemilik kemampuan bilingual dalam hal menggunakan kesempatan untuk dapat lebih mengasah kemampuan berkomunikasinya dan menjadi lebih sosial.
Dalam situasi tertentu, kemampuan berbahasa saya dapat memberikan kepercayaan diri untuk dapat lebih sosial dengan berinteraksi dengan orang sekitar, utamanya dalam pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak asing. Dari pengalaman tersebut, kemampuan berkomunikasi pun menjadi lebih terasah, dan kemudian dapat menjadi aset dalam pelaksanaan pekerjaan kedepannya.
ADVERTISEMENT
Sehingga untuk poin ini, dapat disimpulkan adalah: FAKTA, namun akan tergantung dari user untuk memanfaatkan aset yang mereka miliki tersebut.
3. Lebih Pintar
Salah satu cara pintar? Kunjungi Perpustakaan terdekat
Hasil penelitian University of Washington di Amerika Serikat, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, menemukan bahwa balita yang diajarkan lebih dari satu bahasa memiliki fungsi “executive” otak yang lebih baik, sehingga meningkatkan kemampuan mereka kedepannya dalam hal pembelajaran, penyelesaian masalah dan penyimpanan memori.
Hasil tersebut namun dibantah oleh para peneliti dari University of Tennessee di Amerika Serikat dan Ruhr University di Jerman yang melakukan pula penelitian terhadap fungsi “executive” otak anak. Dalam penelitiannya benar ditemukan fungsi “executive” yang lebih baik pada anak yang bilingual, namun tidak signifikan sampai akan membuat mereka lebih pintar daripada anak yang monolingual.
ADVERTISEMENT
Menentukan seseorang adalah “pintar” merupakan hal yang subyektif. Contoh adalah saya, yang berhasil menempuh pendidikan dasar, dan pendidikan tingkat lanjut (S1 dan S2). Beberapa pihak mungkin anggap pencapaian tersebut berarti pintar (saya harap), namun beberapa pula akan anggap itu biasa saja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa temuan ini: FAKTA/MITOS karena akan bergantung pada anak itu sendiri, serta kualitas pembelajaran yang didapatkan. Yang perlu digarisbawahi adalah don’t put too much pressure on the child.
4. Lebih Mudah Belajar Bahasa Asing Lainnya
Pemilihan bahasa yang akan dipelajari perlu dipikirkan secara seksama
Pada tahun 2017, para peneliti dari Georgetown University di Amerika Serikat menghubungkan peningkatan fungsi cognitive pada otak dengan kemampuan mempelajari bahasa asing lainnya. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa mereka yang dibesarkan bilingual, ketika belajar bahasa asing lain akan trigger proses di otak mereka, yang serupa ketika sedang menggunakan bahasa Ibu. Proses tersebut tidak ditemukan pada mereka yang monolingual secara otomatis.
ADVERTISEMENT
Sebagai catatan, subyek penelitian ini adalah mereka yang bilingual dalam bahasa Inggris dan Mandarin, yaitu dari dua bahasa yang memiliki rumpun dasar yang berbeda, seperti dibandingkan dengan bahasa Perancis dan Spanyol yang dapat dikatakan memiliki rumpun dan pola bahasa yang serupa.
Hasil penelitian tersebut menjadi salah satu dasar kepercayaan diri saya untuk memilih ditempatkan di Senegal, sebuah negara di kawasan Afrika Barat yang Francophonie. Tiga bulan sebelum keberangkatan saya mengambil kursus, dengan harapan saya akan memiliki kecakapan berbahasa Perancis yang cukup untuk kemudian belajar sambil praktik di Senegal.
Fakta yang terjadi? Sangat melelahkan dan kewalahan. Waktu yang diperlukan untuk belajar dan mengerti bahasa Perancis sangat sulit, padahal saya sudah mencoba menciptakan “situasi ideal” agar penyerapan bahasa dapat maksimal, dengan secara terus menerus menggunakan bahasa Perancis dan bersosialisasi dalam lingkungan yang mendukung pembelajaran tersebut pula.
ADVERTISEMENT
Namun, setelah 3 tahun tinggal di Senegal, dapat dilaporkan bahwa dalam setiap situasi ketika saya menggunakan bahasa Perancis ketika bertemu dengan seorang native speaker Perancis, respon yang umumnya saya dapatkan adalah mereka akan tertawa kecil dan melanjutkan percakapan menggunakan bahasa Inggris.
Sehingga terhadap temuan ini, mengingat ketidakberhasilan saya trigger proses di otak yang dapat mempermudah pembelajaran bahasa asing lain: MITOS.
5. Akan Memiliki Karir yang Lebih Sukses
Karir yang sukses merupakan idaman bagi semua
Serupa dalam hal kemampuan berkomunikasi dan lebih sosial, bilingual dapat pula dijadikan aset untuk memiliki karier yang diminati, karena dapat menjadi nilai tambah dibandingkan dengan mereka yang monolingual. Hal yang perlu digarisbawahi, aset bilingual walaupun merupakan nilai tambah, tidak dapat menjadi satu-satunya aset untuk mengharapkan karier yang lebih sukses.
ADVERTISEMENT
Perlu penyeimbangan dengan kemampuan lainnya sesuai dengan bidang pekerjaan yang dimiliki. Contoh adalah diterimanya saya di Kementerian Luar Negeri. Kemampuan saya berbahasa Inggris sangat membantu dalam proses recruitment, namun untuk karier yang lebih baik tentu perlu penambahan aset, seperti dalam hal kemampuan penulisan laporan yang lebih concise, ataupun penambahan kemampuan berbahasa asing.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa FAKTA bilingual dapat menjadi awal karier yang sukses, namun untuk berkelanjutan, akan diperlukan usaha dan ketekunan lebih lanjut.
Akhir kata, setiap tahunnya para ahli bahasa menemukan ancaman punahnya sejumlah bahasa lokal, termasuk dalam hal ini bahasa daerah, karena sudah jarang digunakan. Untuk itu, sebagai bangsa yang memiliki 718 ragam bahasa, mari kita terus menggunakan dan bangga terhadap bahasa warisan budaya yang kita miliki.
ADVERTISEMENT