news-card-video
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Saat Etika Dikalahkan Oleh Gengsi

Sevenita Oktaviani Sipahutar
Seorang mahasiswi Universitas katolik santo thomas, Fakultas ekonomi dan bisnis Prodi Manajemen
9 Maret 2025 17:31 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
13
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sevenita Oktaviani Sipahutar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi belanja online (sumber:https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi belanja online (sumber:https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
Di tengah gemerlapnya era digital, di mana informasi dan tren silih berganti dengan cepat,kita sering melihat fenomena di mana etika dan norma sosial mulai terkikis oleh tuntutan gengsi dan eksistensi. Anak muda yang seharusnya menjunjung tinggi tata krama, justru lebih memilih mengikuti tren dan standar sosial yang sering kali mengabaikan adab.
ADVERTISEMENT
Menurut informasi dari https://yoursay.suara.com/ Rabu (18/12/2024) Gaya hidup gengsi sering kali menjadi biang keladi dari kantong yang terkuras. Banyak orang rela menghabiskan uang untuk hal-hal yang bukan kebutuhan, hanya demi terlihat “wah” di mata orang lain.Lalu dilansir dari https://finansial.bisnis.com/ Jumat (27/9/2024) data yang menunjukkan 56,6% generasi Z belum mulai menyisihkan uang untuk kebutuhan di masa depan.Berdasarkan Indonesia Gen Z Report (2022), pembelanjaan impulsif, seperti makanan dan hiburan, menghabiskan 18,69% hingga 70,59% pengeluaran Gen Z.
Dari kasus tersebut penulis,memandang tindakan para anak muda yang seharusnya menjadi pendorong positif untuk mencapai prestasi dan menjaga harga diri, kini bergeser makna menjadi ajang pamer kekayaan hanya karena tingkat gengsi yang tinggi, di mana jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin dalam. Hal ini memicu kecemburuan sosial, ketidakpuasan,dan bahkan potensi konflik.
ADVERTISEMENT
Dampak Gengsi Pada Etika
Gengsi di zaman sekarang, khususnya di kalangan anak muda, adalah fenomena kompleks yang mencakup perpaduan antara kebutuhan psikologis, tekanan sosial, dan pengaruh budaya.Di zaman sekarang banyak yang lebih peduli sama penampilan dan pengakuan sosial daripada sikap dan karakter. Banyak anak muda yang memaksakan gaya hidup mewah, membeli barang mahal, dan mengikuti tren hanya demi eksistensi di media sosial, tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan kita. Dan terlalu fokus pada validasi orang lain membuat banyak anak muda merasa cemas dan tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki.
Berdasarkan informasi dari https://www.biofarma.co.id/ Senin (3/2/2025) menyatakan bahwa tekanan dari lingkungan dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental. Menurut WHO, 1 dari 7 anak berusia 10–19 tahun mengalami masalah kesehatan mental, dengan depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku sebagai penyebab utama. Di Indonesia, survei I-NAMHS (2022) mencatat bahwa 34,8% remaja mengalami masalah kesehatan mental salah satu nya karena gaya hidup.
ADVERTISEMENT
Dari pernyataan tersebut, penulis memandang bahwa generasi sekarang penuh dengan haus validasi oleh orang lain. Tidak jarang ditemui orang yang memaksakan gaya hidup mewah di luar kemampuan finansialnya hanya untuk terlihat sukses, meskipun harus berutang dan menghadapi tekanan ekonomi.
Salah satu penyebab utama nya adalah media sosial karena menjadi sarana bagi banyak orang untuk menampilkan kehidupan yang tampak sempurna, meskipun kenyataannya berbeda jauh. Demi citra, seseorang bisa berpura-pura bahagia, sukses, atau kaya, meski di balik layar mereka mengalami kesulitan. Dalam dunia pendidikan, ada yang memilih jalur instan seperti menyontek atau membeli gelar akademik demi gengsi, tanpa mempertimbangkan pentingnya proses belajar yang sebenarnya.
Selain itu,gengsi juga dapat menyebabkan ketimpangan sosial dan kualitas hidup karena gaya hidup konsumtif yang didorong karena pengaruh oleh gengsi membuat banyak orang terjebak dalam utang dan ketidak stabilan finansial,banyak orang yang rela mengorbankan kebutuhan dasar karena semakin banyak orang yang tidak mampu mengelola keuangan dengan bijak.
ADVERTISEMENT
Flexing atau pamer juga sering kali didorong oleh gengsi menciptakan lingkungan sosial yang toxic, di mana rasa iri dan tidak aman merajalela. Anak muda terjebak dalam lingkaran perbandingan sosial yang tidak sehat hanya demi dianggap sempurna. Bahkan,mereka rela melakukan untuk selalu tampil sempurna. Oleh karena,itu sangat disayangkan para generasi sekarang yang terlalu menuntut hidup serba ada hanya demi menutupi gengsi semata.
Upaya Mengembalikan Etika Dalam Menghindari Gengsi
Seseorang yang memiliki etika yang baik akan tetap jujur dalam segala situasi, meskipun kejujuran itu mungkin menyakitkan atau tidak menguntungkan bagi dirinya sendiri. Kita tidak berpura-pura kaya dengan memaksakan gaya hidup mewah yang sebenarnya di luar kemampuan diri kita , tidak akan membesar-besarkan pencapaian hanya demi mendapat pujian, dan tidak akan berbohong untuk menutupi kelemahan. Kita lebih memilih dihargai karena keaslian daripada dihormati karena kepalsuan.Serta yang paling penting kita tidak merasa perlu membandingkan diri dengan orang lain, karena kita tahu bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidupnya sendiri,tidak iri dengan kesuksesan orang lain, tetapi fokus pada pengembangan diri sendiri. Dengan demikian, kita bisa merasa puas dan bahagia dengan apa yang mereka miliki, tanpa terbebani oleh tekanan sosial yang tidak perlu.
ADVERTISEMENT
Cara yang dapat kita lakukan untuk mengehindari gengsi sebagai berikut : kenali diri sendiri,bersyukur apa yang sudah ada, fokus pada pengembangan diri dan yang terpenting jangan takut untuk berbeda dari orang lain tetapi jadilah versi terbaik dari diri kita tanpa melihat orang lain dan bangga atas sesuatu yang kita miliki.
Penulis juga menekankan bahwa setiap dari diri kita unik, dengan minat dan bakat yang berbeda-beda.Jangan biarkan orang lain mendefinisikan siapa kita Jangan biarkan standar kesempurnaan palsu dari media sosial menghalangi kita untuk menjadi diri sendiri. Jadilah unik, bukan seragam. Serta Fokuslah pada perjalananmu, bukan pada perbandingan. Hidup ini bukan tentang gengsi, tapi tentang berkembang menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, semua orang perlu memperhatikan dalam membatasi diri. Penulis menyarankan utuk beberapa cara diantaranya sadar akan priortas dan kebutuhan pribadi,kurangi kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain,jangan memaksa diri secara finansial,jangan takut bila tertinggal dari orang lain karena pengakuan orang lain tidak menjamin kebahagiaan.
Dengan demikian, membatasi diri dari gengsi bukan berarti tidak boleh menikmati hidup, tetapi lebih kepada membuat keputusan yang lebih bijak dan tidak dikendalikan oleh standar orang lain. Fokus pada dirimu sendiri, dan kebahagiaan akan datang tanpa perlu bergantung pada pengakuan orang lain.Yakinlah, dengan membangun hubungan yang tulus, yang didasarkan pada kejujuran dan saling menghormati. Penulis juga menyarankan untuk bersyukur dengan apa yang kita miliki, bukan selalu membandingkan diri dengan orang lain, jangan takut untuk berbeda, untuk menjadi diri sendiri dan bangga dengan itu.Ingatlah, hidup ini adalah perjalanan, bukan perlombaan. Jangan biarkan gengsi menghalangi kita untuk menikmati setiap langkah perjalanan kita. Mari kita fokus pada diri kita sendiri, pada potensi yang ada di dalam diri kita,jangan takut berjalan lebih lambat, selama itu adalah langkah yang sesuai dengan tujuanmu. Jangan tergoda untuk mengikuti arus hanya demi pengakuan orang lain. Pada akhirnya, yang paling penting adalah bagaimana kita merasa tenang atas diri sendiri, bukan bagaimana orang lain melihat kita.
ADVERTISEMENT
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Unika Santo Thomas.