Fenomena People Smuggling : Ancaman Kestabilan Sosial dan Keamanan Indonesia

Zahra sevia savnifithri
Mahasiswa Ilmu komunikasi Univesitas Pancasila
Konten dari Pengguna
24 Desember 2023 9:23 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zahra sevia savnifithri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pengungsi Rohingnya | Sumber : https://www.unhcr.org/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pengungsi Rohingnya | Sumber : https://www.unhcr.org/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belakangan ini fenomena people smuggling atau dikenal sebagai penyelundupan manusia telah menjadi isu global yang medapatkan perhatian serius. Fenomena tersebut tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial yang signifikan bagi negara-negara yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Fenomena people smuggling seringkali terkait erat dengan masalah migrasi ilegal, perdagangan manusia, dan konflik geopolitik. Menurut data PBB, rute penyelundupan manusia sering kali melintasi berbagai benua, dari negara berkembang ke negara maju.
Definisi People Smuggling
Penyelundupan manusia atau "people smuggling" adalah praktik ilegal yang melibatkan transportasi individu melintasi batas internasional tanpa izin resmi. Fenomena ini melibatkan pemalsuan dokumen dan sering kali bertujuan memperoleh keuntungan finansial dari aksi ilegal tersebut. Dari sudut pandang kriminologi, penyelundupan manusia termasuk dalam kategori kejahatan. Menurut Undang-Undang Nomor 6 tentang Keimigrasian di Indonesia, perbuatan ini didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan mencari keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk membawa seseorang atau kelompok orang yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki atau keluar wilayah Indonesia atau negara lain. Penyelundupan migran menekankan upaya ilegal memasukkan orang ke negara lain demi keuntungan finansial atau material, dan sering dianggap sebagai pelanggaran hukum.
Ilustrasi Lautan Indonesia | sumber : freepik.com
Faktor Penyebab
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kasus people smuggling di Indonesia. Salah satunya adalah kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan banyak pulau kecil yang berdekatan dengan negara-negara lain. Kondisi ini mempermudah akses dan jalur bagi para penyelundup untuk melakukan aktivitas ilegal mereka. Selain itu, kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat lokal terhadap kejahatan penyelundupan manusia juga menjadi faktor penyebab. Hal ini dapat memungkinkan keterlibatan masyarakat setempat dalam aktivitas penampungan sementara dan penyelundupan imigran dengan imbalan finansial.
Kebutuhan ekonomi juga menjadi faktor utama dalam peningkatan kasus ini. Di beberapa daerah di Indonesia, masyarakat setempat terlibat dalam penampungan sementara dan membantu menyebrangkan para imigran ilegal dengan imbalan materi. Beberapa rute penyelundupan manusia yang dikenal meliputi Pantai Jayanti dan Pantai Santolo di Jawa Barat, Kabupaten Bulukumba di Sulawesi Selatan, Pulau Batam di Kepulauan Riau, Surabaya di Jawa Timur, serta Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur.
ADVERTISEMENT
Negara asal imigran gelap yang paling banyak berada di Indonesia umumnya berasal dari Afghanistan, Iran, dan Pakistan. Kesadaran akan kondisi ini serta peningkatan pengawasan di daerah-daerah rentan menjadi penting dalam menangani masalah penyelundupan manusia di Indonesia.
ilustrasi imigran rohingnya | sumber : ANTARA FOTO
Contoh Kasus People Smuggling
Belakangan ini Indonesia dikejutkan oleh kedatangan pengungsi etnis Rohingnya dari Bangladesh. People smuggling yang melibatkan etnis Rohingya adalah fenomena berkelanjutan di Asia Tenggara, terutama di Aceh, Indonesia. Mereka tiba melalui perjalanan laut yang penuh risiko, dengan kondisi perahu yang tidak aman serta minimnya persediaan makanan. Para pengungsi ini, terdesak melarikan diri dari pengungsian Cox's Bazar, Bangladesh, karena kondisi yang tidak layak, dibantu oleh oknum penyelundup dan perdagangan manusia dari Myanmar dan Bangladesh. Rohingya sendiri berasal dari daerah Arakan/Rakhine State di Myanmar, mereka mengalami persekusi sistematis dan tidak diakui sebagai warga negara. Mereka berusaha mencari perlindungan di negara-negara tetangga dengan bantuan oknum penyelundup, namun sering kali mengalami risiko dan kekerasan selama perjalanan.
ADVERTISEMENT
Oknum penyelundup menjanjikan pengungsi dengan iming-iming pekerjaan di berbagai sektor di negara tujuan seperti India, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Namun, tanggapan regional terhadap masalah ini masih terbatas, fokus pada keamanan nasional. Pada 22 Desember 2023, tiga orang imigran Rohingya ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Aceh Timur karena terlibat dalam penyelundupan. Mereka adalah Sajul Islam, Rubis Ahmad, dan M Amin yang memiliki peran khusus dalam kelompok tersebut. Saat penangkapan, ditemukan sekitar 50 imigran Rohingya yang mendarat di pantai Desa Seuneubok Baroh pada 14 Desember.
Para pengungsi tersebut berasal dari kamp pengungsian di Bangladesh dan membayar sejumlah uang untuk perjalanan mereka ke Indonesia. Barang bukti yang diamankan termasuk peralatan komunikasi seperti telepon genggam, telepon satelit, serta GPS untuk mengetahui arah tujuan. Mereka dihadapkan pada dakwaan melanggar undang-undang keimigrasian dan KUHP, dengan ancaman hukuman minimal lima tahun penjara dan maksimal 15 tahun. Proses penyelidikan masih berlanjut untuk mengungkap lebih detail mengenai jaringan dan peristiwa penyelundupan ini.
ADVERTISEMENT
Kerugian yang Ditanggung Negara
Negara menghadapi kerugian finansial yang signifikan yang diakibatkan oleh kasus people smuggling. Biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani, mengatasi, dan melakukan rehabilitasi terhadap imigran ilegal, serta infrastruktur yang diperlukan untuk penjagaan perbatasan dan keamanan, semuanya membutuhkan alokasi anggaran yang besar. Ini mencakup biaya operasional untuk penegakan hukum, administrasi, penampungan sementara, pengurusan keimigrasian, dan bantuan sosial bagi para imigran yang membutuhkan.
Penyelundupan manusia sering kali memicu konflik sosial antar-masyarakat dan mengakibatkan potensi konflik budaya. Kedatangan imigran ilegal yang tidak memiliki kesamaan budaya, bahasa, atau norma sosial dengan masyarakat lokal dapat menciptakan ketegangan antar-kelompok. Hal ini dapat memicu ketidakharmonisan di antara penduduk lokal dan imigran, meningkatkan risiko ketegangan sosial, bahkan konflik terbuka yang dapat mengganggu stabilitas sosial.
ADVERTISEMENT
Aktivitas penyelundupan manusia melalui jalur laut juga menimbulkan ancaman terhadap keamanan maritim. Pergerakan ilegal melintasi perairan negara dapat memperlemah kontrol keamanan di wilayah perairan tersebut. Hal ini tidak hanya memberikan celah bagi penyelundupan manusia semata, namun juga dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain yang memiliki tujuan yang tidak jelas atau kegiatan ilegal lainnya, mengancam keamanan nasional dan regional. Oleh karena itu, peningkatan pengawasan dan keamanan di sepanjang perairan negara menjadi penting untuk mengatasi risiko ini.
Upaya Mengatasi People Smuggling
Salah satu strategi utama dalam menangani penyelundupan manusia adalah dengan memperkuat program informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat (public awareness) tentang kejahatan ini. Pencegahan melalui edukasi dan peningkatan kesadaran publik dapat menjadi langkah awal yang efektif. Upaya pencegahan ini membutuhkan kerja sama dari pihak berwenang dan partisipasi aktif masyarakat. Kerjasama ini mencakup penegakan hukum yang melibatkan penangkapan para penyelundup, yang pada dasarnya dapat mengurangi tingkat kejahatan penyelundupan manusia, meskipun tidak menjamin penyelesaian sepenuhnya dari permasalahan ini.
ADVERTISEMENT
Namun, untuk menangani permasalahan people smuggling secara lebih komprehensif, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan. Pertama, melalui kontrol perbatasan yang bertujuan untuk membatasi pergerakan imigran gelap dan agen penyelundup. Kedua, melalui kebijakan deportasi dan legalisasi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Proses deportasi tidak dapat dilaksanakan tanpa status pengungsi yang disahkan oleh UNHCR, sehingga diperlukan kebijakan yang diakui oleh pemerintah Indonesia terkait status para imigran.
Ketiga, strategi ini melibatkan pemeriksaan dan pengawasan di lokasi kerja, termasuk penggerebekan dan pemberian sanksi yang tegas kepada agen penyelundupan manusia. Namun, saat ini belum ada aturan yang secara khusus mengatur masalah people smuggling di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan yang mengatur sanksi secara tegas bagi para agen penyelundup, khususnya terkait aktivitas rekruitmen ilegal dari negara asal ke negara tujuan dalam praktik illegal immigration. Upaya koordinasi dan kebijakan yang lebih tegas diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara efektif dan mencegah eskalasi arus pergerakan manusia secara ilegal ke dalam dan melalui wilayah Indonesia.
ADVERTISEMENT