Adik: Kak, Aku Enggak Suka Masker

Sevilla Nouval Evanda
Mahasiswi Jurnalistik yang suka menulis dan gemar bercerita hingga lelah sendiri.
Konten dari Pengguna
11 Juli 2021 13:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sevilla Nouval Evanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dua anak yang menggunakan masker tengah bermain. (Foto: Sevilla Nouval Evanda)
zoom-in-whitePerbesar
Dua anak yang menggunakan masker tengah bermain. (Foto: Sevilla Nouval Evanda)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kebiasaan baru perlu diterapkan selama pandemi. Lansia, dewasa, remaja, hingga anak-anak. Tak ada pengecualian untuk berusaha tetap sehat di tengah wabah. Namun, awalnya, membiasakan hal baru, termasuk protokol kesehatan cukup sulit bagi anak-anak di keluarga kami. Jangankan membiasakan diri, melihat lingkungan sekitar yang berubah sepi pun terasa asing.
ADVERTISEMENT
Jalan-jalan kecil di seberang rumah sudah lama tak terlihat seramai sebelumnya. Aku sendiri pun sudah tak terlalu ingat suasana yang hidup karena ulah anak-anak di sore hari. Kegiatan sekolah dan kerja dilakukan secara daring. Begitupun, apakah anak-anak kecil bisa mengerti bahwa saling temu dan berjabat tangan adalah hal yang jadi cukup berbahaya saat ini?

Kotak Pos atau Petak Umpet

Ada sepintas kenangan yang teringat olehku. Setiap pulang kuliah, biasa kutemui anak-anak berseragam merah putih yang berkumpul. Mereka mulai melakukan “suit”, kemudian pada akhirnya menentukan siapa yang harus bersembunyi dan siapa yang harus mencari. Tak jarang anak-anak itu hampir menabrakku karena fokus berlari sana-sini.
Belum lagi adik-adikku sendiri yang asyik bermain kotak pos dengan teman-temannya di depan kedai. Tak ada satu pun pembeli yang protes akan kehadiran mereka, seolah memang sudah seharusnya mereka ada di sana dan meramaikan suasana. Tak cuma itu, anak-anak pun kadang jadi penyebab layang-layang kecil mengudara di sekitar.
ADVERTISEMENT
Yah … bukan berarti tidak ada anak-anak yang hanya fokus pada gadget mereka dan memainkan game online. Tapi, terkadang gim itu pun dimainkan bersama teman-teman lain di satu tempat yang sama. Mereka terlihat di mana-mana dan itulah perbedaan yang sangat terasa saat adikku bertanya: “Kenapa aku enggak boleh main?”

Bagian dari Korban

Kenyataan memilukan tak terlepas dari pertanyaan itu. Banyak dari pasien COVID-19 yang merupakan anak-anak. Otomatis, semua anak harus lebih diperhatikan, termasuk anak-anak di keluarga kami. Penyebaran virus terjadi melalui perantara pertemuan orang-orang. Oleh sebab itu, sekolah dan tempat kerja pun memberlakukan sistem belajar dan bekerja dari rumah. Sementara itu, anak-anak yang belum mengerti hanya bisa menganggap diam di rumah sebagai malapetaka.
ADVERTISEMENT
Adik-adikku sangat sulit diajak bekerja sama, usia yang sama sekali belum menyentuh masa remaja membuat mereka sibuk mengeluhkan kebiasaan baru. “Kenapa aku enggak boleh ketemu teman? Kenapa enggak bisa berdekatan? Kak, aku enggak suka masker,” Pertanyaan mereka sangat simpel. Namun, aku harus memutar otak agar bisa memberikan penjelasan yang masuk akal bagi anak-anak itu.

Kebiasaan Baru yang Asing

Ada kalanya mereka merajuk saat melihat beberapa anak di luar rumah yang masih santai bermain tanpa menerapkan protokol kesehatan. Tanpa izin orang tua, mereka pun berlari ke luar rumah karena diajak bermain teman-teman yang lain. Hatiku terasa berat, tapi memarahi mereka tak selalu jadi solusi. Perlu memberikan pengertian yang tepat agar mereka tak kebingungan.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun, para orang tua harus mendisiplinkan anak-anak dengan cara yang baik. Di rumah kami, mereka diberi vitamin sesuai usia. Selagi belum bisa menerapkan kebiasaan baru, adik-adikku diajarkan untuk lebih rajin makan sayur, minum air putih, dan mengurangi jajanan dalam kemasan. Mereka memang perlu dirangkul dengan tegas, tapi tetap bersirat rasa tulus dan kelembutan.

Terus bermain

Adik-adikku tumbuh dengan rasa penasaran yang meningkat selama pandemi. Mereka selalu ingin tahu alasan banyak pelarangan di sekitar. Meski begitu, kebiasaan baru berhasil diterapkan. Aku memang tak selalu bisa melarang mereka bermain sama sekali, tapi adik-adikku pun mengerti dan mulai menerima saat diminta menerapkan protokol kesehatan.
Bermain gim online tanpa bertemu muka, menerbangkan layang-layang tanpa terlalu berdekatan, menghindari taman bermain, atau mengganti permainan kotak pos dengan tangkap bola yang memerlukan jarak. Kini, saat ingin bermain di luar rumah, adik-adikku melakukannya dengan kesadaran bahwa mereka perlu tetap sehat. Sebagai gantinya, mereka pun bisa bermain dengan leluasa di rumah bersama keluarga.
ADVERTISEMENT