Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kenalan Yuk sama Amigdala, Pusat Sistem Limbik yang Atur Emosi Kita
6 November 2020 15:41 WIB
Tulisan dari Sevilla Nouval Evanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selama pandemi COVID-19, banyak banget pantangan yang kita hadapi. Gak cuma kebiasaan, kita juga mau-gak mau harus pintar-pintar mengatur mindset dan mengelola emosi kita untuk tetap bertahan di situasi ini.
ADVERTISEMENT
Saat kamu merasa suntuk atau badmood, pernah gak, sih, kamu melakukan reaksi berlebihan? Seperti marah-marah, membentak, atau bahkan sampai berkata kasar? Istilahnya, kamu sulit untuk mengendalikan emosi kamu sendiri.
Kalau kamu pernah, itu artinya pembajakan amigdala sedang terjadi di dalam kepalamu. Di otak kita, jauh di dalam Lobus Temporal, terdapat sebuah pusat di sistem limbik yang terbagi menjadi dua bentuk. Salah satu inti-nya berbentuk seperti ‘kacang almond’. Bagian ini disebut sebagai amigdala (amygdala).
Amigdala dianggap sebagai komponen yang berperan penting pada emosi dan perilaku seseorang. Melansir dari neuroscientificallychallenged.com, pada 1930-an, Heinrich Kluver dan Paul Bucy pernah melakukan sebuah penelitian dengan menyingkirkan amigdala dari Monyet Rhesus. Hasilnya, perilaku monyet tersebut menjadi jinak dan gak terlalu takut.
ADVERTISEMENT
Setelah penelitian itu, kalau penghilangan amigdala dilakukan, maka akan terjadi situasi yang disebut dengan sindrom Kluver-Bucy. Amigdala terus diteliti karena perannya dalam emosi rasa takut dan marah. Kalau pada manusia, Amigdala membantu mengatur respon kita terhadap lingkungan. Terutama yang memicu respon emosional.
Cara Kerja
Seperti yang kita tahu, rasa takut adalah emosi yang penting. Rasa takut membuat kita merespon situasi yang berpotensi akan melukai kita. Nah, sebenarnya, respon kita saat takut ini berasal dari Amigdala. Awalnya, Si ‘Amlond’ mengirim sinyal pada hipotalamus (hypothalamus), ia bakal merespon dengan ‘melawan-atau-lari’. Itu sebabnya, saat kita menghadapi saat yang berbahaya, kita akan berpikir ‘Apa aku lawan? Atau lari saja?’.
‘Alur’ yang hampir serupa juga berlaku untuk rasa marah. Mengutip dari healthline.com, selain melibatkan amigdala dan hipotalamus, korteks prefrontal juga ikutan nimbrung dalam menstimulasi kita. Bagian ini-lah yang membuat kita bisa bedain ‘baik-buruk’ dan mengambil keputusan. Sebab itu, orang yang mengalami kerusakan pada korteks prefrontal susah mengendalikan emosi (marah) mereka.
ADVERTISEMENT
Pembajakan Amigdala (Amygdala Hijack)
Nah, sekarang kita kepo-in lagi yuk, tentang apa yang bisa dilakukan amigdala terhadap respon kita. Si ‘Almond’ ini ternyata gak cuma mengatur kita dalam merasakan emosi, tapi juga berperan sebagai ‘gudang ingatan emosional’. Amigdala membuat kita bisa bedain kejadian yang sedang terjadi saat ini, dan kejadian yang terjadi di masa lalu. Contohnya, ketika kamu makan mie ayam, kamu bisa ingat kalau kamu juga pernah makan itu bareng mantan kamu.
Dilansir dari pijarpsikologi, Joseph LeDoux, seorang ahli saraf di Center for Neural Science di New York University, merupakan orang pertama yang menemukan peran kunci amigdala dalam otak emosional. Ia membuktikan, saat indra kita menerima suatu rangsangan, maka informasi dalam rangsangan tersebut bakal dibagi dua sama talamus (bagian otak yang menerima informasi). Informasi yang sangat terperinci akan dikirim pada neokorteks, sedangkan informasi mentah yang penuh akan rasa emosional dikirim ke amigdala kita.
ADVERTISEMENT
Neokorteks butuh waktu lebih lama untuk memproses informasi yang lebih rinci dibanding amigdala. Sehingga, amigdala lebih dulu selesai mengelola informasi emosional mentah yang ia terima. Ibarat truk pengangkut barang, butuh waktu lebih lama buat memasukkan barang-barang berat dibanding barang ringan ke dalam truk. Karena itu, kita kadang bereaksi berlebihan tanpa benar-benar paham apa alasan kita melakukannya. Itu yang disebut dengan pembajakan amigdala.
Mengatasi Amygdala Hijack
Setelah dibaca, pembajakan amigdala atau amygdala hijack gak selalu ber-efek baik, ya. Bisa aja di situasi tertentu, kamu bahkan bersikap berlebihan dan merugikan orang lain. Tenang aja. Ada kok, cara untuk ‘menenangkan’ amigdala kamu agar gak perlu merespon berlebihan.
Menurut healthline.com, hal pertama yang harus kamu lakukan adalah sadar kalau kamu sedang merasa terancam atau marah. Dengan begitu, kamu bisa mengingatkan diri kamu agar gak melakukan sesuatu yang berisiko. Ingatlah, tindakan-mu saat ini adalah respon otomatis dari Si ‘Almond’, belum tentu sikapmu ini baik atau logis. Nah, dari sini, kamu hanya perlu ‘aktifkan’ pikiran rasional-mu. “Aku harus ‘gimana, ya?”, pikirkan solusi paling rasional untuk mengatasi situasi ini. Oh iya, jangan lupa untuk menjaga deru napasmu, bernapaslah dengan santai! Ini bisa mempermudah kamu untuk mengendalikan diri.
ADVERTISEMENT
Trauma dan Amigdala
Pada orang yang mengalami trauma, amigdala mereka menjadi lebih hiperaktif. Contohnya, seorang penderita gangguan stres pascatrauma atau PTSD, menjadi lebih mudah takut dibanding orang lain. Melansir highlandspringsclinic.org, kalau penderita PTSD ketemu sama suatu hal atau kejadian yang berkaitan dengan trauma mereka, aktivitas amigdala penderita akan menjadi berlebihan. Nah, karena inilah, penderita PTSD merasakan stress, ketakutan berlebih, bahkan sampai begitu gelisah dan sulit tidur.