Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Bunda Malaikat Tanpa Sayap
22 Desember 2021 21:52 WIB
Tulisan dari Isha Ananda Firdausi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
❝Mungkin seorang ibu bisa mengandung serta melahirkan, tetapi tidak semua ibu bisa merawat serta mendidik anak.❞
ADVERTISEMENT
Bunda, dia malaikat tanpa sayap yang telah ku lukai. Bukan fisik melainkan batinnya.
Maafkan aku bunda.
***
"Bun, sudah aku bilang aku tidak mau," kataku membantah dengan perkataan bunda.
"Nala, sekali ini saja mendengarkan perkataan bunda. Dia tidak baik untukmu, percaya dengan bunda sayang," jawab bunda sambil meyakinkan aku akan sesuatu yang tidak pernah aku percaya.
"Bunda tahu apa? Ini hidup aku bun, zaman aku sama zaman bunda itu berbeda!" kataku kali ini dengan sedikit bentakkan.
Plak
Sebuah tamparan mendarat dipipi mulusku, aku menatap pria paruh baya yang menamparku dengan tatapan tajam. Apa ini? Mengapa aku ditampar? Apa salahku?
"NALA ROSETTA! Sudah sehebat apa kamu sampai membentak bundamu sendiri? Bundamu hanya ingin kamu tidak kenapa-kenapa, apa ini balasanmu? Hei, siapa yang merawatmu sejak kecil? Siapa yang memandikan serta menjagamu sewaktu kamu masih kecil? Apa kamu tidak berpikir seberapa lelahnya bundamu menahan kantuk saat kamu terbangun di tengah malam?" Pertanyaan-pertanyaan terucapkan dari mulut pria paruh baya di depannya ini.
ADVERTISEMENT
Aku bergeming, tetapi aku tidak salah bukan? Aku menatap mata ayahku. "Aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan dari wanita itu tuan. Aku sudah besar, aku butuh kebebasan! Aku memiliki hak untuk diriku sendiri," kataku, muak sudah aku dengan keluarga ini. Dirinya hanya ingin merasakan kebebasan, merasakan masa remajanya. Mengapa orangtuanya tidak dapat mengertinya?
Wanita paruh baya yang tidak lain ialah bundaku terperanjat dengan perkataanku. Bagaimana bisa seorang anak berkata seperti itu kepada wanita yang sudah berjuang demi melahirkannya? Dia berkorban dengan nyawanya hanya untuk mempertahankan buah hatinya. Bunda menangis terisak, hatinya sakit mendengar perkataan anak sulungnya itu. Ibu mana yang tidak sakit hati mendengar perkataan menyakitkan itu.
"Nala, apa pantas seorang anak berkata seperti itu? Pikir Nala pikir! Wanita yang kamu sebut itu bunda kamu Nala. Wanita yang kamu sebut itu sudah rela berjuang walaupun nyawa menjadi taruhannya demi untuk melahirkan kamu. bagi wanita yang kamu bentak itu, kamu anugerah dari tuhan untuknya," kata pria paruh baya yang tidak lain ialah ayahnya, pria itu tidak percaya dengan perkataan anaknya. Mengapa anaknya menjadi kepribadian seperti ini? Menjadi anak durhaka.
ADVERTISEMENT
"Aku lelah dengan drama keluarga ini, yang satu hanya bisa menangis, yang satu hanya tahunya membentak," kataku segera beranjak dari tempat dan berjalan keluar, di sana sudah ada seseorang yang menungguku, aku tersenyum menatapnya.
"Hai sayang, kenapa tidak mengabari aku kalau sudah sampai? Kamu pasti sudah lama menunggu aku," kataku pada laki-laki yang sudah menungguku, kemudian tangan kirinya mengelus surai hitamku.
"Aku baru saja sampai, aku baru ingin mengabarimu, tetapi kamu sudah keluar duluan," katanya sambil tersenyum manis, hanya laki-laki ini yang mengerti dirinya. Sungguh aku mencintainya, tidak seperti orang tuaku yang hanya tahu melarang dan membentak.
Dia memberiku helm, aku memakainya lalu menaiki motor tersebut. Aku mengalungkan tanganku pada perutnya. "Sudah siap sayang?" Tanyanya.
ADVERTISEMENT
"Siap kapten, ayo kita berangkat," jawabku mengeratkan pelukkan pada perutnya, aku hanya melirik kearah pintu rumahku. Di sana sudah ada dua orang berdiri sambil menatapku, aku memalingkan wajahku kehadapan yang lain.
***
"Mas, perasaan aku tidak enak sejak tadi," kata wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dimata sang suami, meskipun usianya sudah tidak muda lagi.
"Tidak perlu memikirkan anak pembangkang itu. Dia sudah berani membentakmu, dia sudah melukai hatimu, biarkan saja dia," jawab sang suami seraya menenangkan sang istri.
"Tapi mas, aku tak-" perkataan wanita itu terpotong, karena suaminya lebih dulu berbicara.
"lebih baik kamu istirahat saja, aku tahu kamu lelah," kata sang suami, sedangkan sang istri hanya bisa menurut dengan perkataan suaminya.
ADVERTISEMENT
Bunda harap kamu baik-baik saja Nala, bunda tidak pernah membencimu nak.
Wanita itu berjalan menuju kamar, dia merebahkan tubuhnya di kasur, kemudian memejamkan matanya.
klek
Seseorang berjalan mendekati wanita yang sudah terbaring di kasur, terlihat jelas wajah wanita yang sedang tertidur itu sangat lelah. Orang itu mengusap kepalanya dengan lembut.
"Maafkan mas yang tidak bisa membuat anak kita menurut. Mas tahu kamu lelah, lelah fisik serta batinmu. Kamu istri sekaligus ibu yang terbaik, aku menyayangimu istriku," pria itu berbicara sendiri, dia tahu istrinya telah terlelap dalam tidurnya. Tidak ingin mengganggu sang istri , dia memilih beranjak meninggalkan kamar.
***
Langit sudah menggelap, tetapi belum ada tanda-tanda anaknya pulang, wanita paruh baya itu mondar-mandir di depan pintu seraya menunggu sang anak pulang, tetapi justru yang ditunggu sedang asik dengan dunianya.
ADVERTISEMENT
"Mas, kenapa Nala belum pulang juga? Ini sudah malam mas, kalau terjadi sesuatu dengan Nala bagaimana mas? Aku khawatir sekali," kata wanita paruh baya itu, terlihat jelas wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
"Sudahlah, biarkan anak itu. Biarkan dia bebas sesuai keinginannya, lebih baik kamu makan, ini sudah larut malam," kata sang suami.
"Tidak bisa mas, aku tidak tenang kalau anakku belum pulang. Bagaimana jika sesuatu terjadi di jalan mas?" Tanya wanita paruh baya itu, dia benar-benar panik jika anaknya mengalami sesuatu di jalan.
"Tidak akan terjadi apapun, sekarang kamu makan. Lihat, Devan dari tadi menanyakanmu," kata sang suami.
"Astaga mas, aku lupa jika anakku bukan Nala saja. Astaga ibu macam apa aku ini melupakan anaknya."
ADVERTISEMENT
"Jangan mengatakan seperti itu, kamu sudah menjadi ibu terbaik untuk meraka. Ayo sekarang kamu makan dahulu, supaya kamu memiliki tenaga lebih," ajak sang suami, wanita itu mengiyakannya dan memilih beranjak menuju meja makan. Baru dua langkah terdengar suara motor di depan rumah. Wanita itu menghentikan langkahnya, dia kembali menatap pintu. Dia berdoa semoga anaknya baik-baik saja.
Klek
Seorang gadis membuka pintu, dia terperanjat dengan seseorang yang berdiri tidak jauh dari pintu. Dia menatapnya sebentar dan langsung berjalan begitu saja melewati kedua orang yang menatapnya.
"Nala, di mana sopan santunmu terhadap orangtua? Apa seperti ini sikapmu saat pulang ke rumah? Apa kamu tidak bertanya mengapa kami berdiri disini? Nala, bundamu sudah menunggumu sedari tadi. Dia bertahan menahan rasa laparnya hanya untuk menunggu anak yang tidak tahu diuntung sepertimu," pria itu membentak sang anak yang baru saja sampai.
ADVERTISEMENT
Nala menatap malas kearah ayah dan bundanya. "Sudah ceramahnya? Aku lelah, ingin istirahat," kata gadis itu, lalu beranjak begitu saja tanpa ingin mendengar jawaban dari kedua orangtuanya.
"Mas sudah, Nala itu lelah baru pulang. Lebih baik mas menemani aku makan saja," kata wanita itu dengan senyuman lembut. Sang suami mengangguk, kemudian mereka berjalan menuju meja makan yang sempat tertunda.
***
Entah sudah sebanyak apa anak sulungnya membentaknya, dia hanya bisa menahan kekecewaan. Sungguh, dia terlalu kecewa dengan perubahan sang anak. Setelah anaknya mengenal pria itu, anaknya menjadi kepribadiaan yang berbeda. Tidak ada lagi Nala yang penurut dan ceria, sekarang hanya ada Nala yang pembangkang serta sikapnya yang semakin tidak sopan kepada bundanya.
ADVERTISEMENT
Tetapi, walaupun demikian bundanya tidak pernah membencinya. Itulah hebatnya seorang ibu, sekecewa apapun terhadap anaknya, dia masih bisa menahannya. Sudah berapa banyak luka yang Nala torehkan pada sang bunda. Mungkin kata maaf saja tidak cukup untuk menyembuhkan rasa sakit serta kekecewaan itu.
Sang bunda sabar menunggu anaknya kembali seperti dulu, dia tahu anaknya hanya salah pergaulan. Dia selalu berdoa yang terbaik untuk sang anak. Sampai ketika perlakuannya terlalu menyakitkan bundanya.
"Minta uang bun, aku ingin ke puncak," kata gadis itu sambil meminta uang pada sang bunda. Gadis itu bersyukur ayahnya sedang bekerja.
"Tanpa menginap Nala," kata sang bunda, gadis itu menatap mata sang bunda, yang benar saja masa dia tidak boleh menginap.
ADVERTISEMENT
"Terserah aku, mau menginap atau tidak, apa urusannya denganmu?" jawab gadis itu. "Cepat mana uangnya, kekasih aku sudah menunggu aku," lanjut gadis itu.
"Tidak Nala, lebih baik kamu tinggal di rumah saja. Sudah berapa kali bunda bilang, jauhi laki-laki itu Nala. Dia tidak baik untukmu, dia bukan laki-laki bertanggung jawab. Percaya nak sama bunda, perasaan bunda mengatakan demikian," kata sang bunda, sambil memegang kedua bahu gadis itu. Gadis itu menghentakkan kedua tangan bundanya di bahunya dengan kasar.
"Perasaan tidak selalu benar, jadi mana uangnya cepat," jawab gadis itu tetap kukuh dengan pendiriannya.
"Tidak Nala, bunda bilang tidak ya tidak."
"Lama." kata gadis itu dan mengambil dompet yang berada di tangan bundanya, lalu mengambil uang di dalamnya dan melemparkan dompet itu dengan asal.
ADVERTISEMENT
"Terima kasih nyonya atas kemurahannya, maaf dompetnya aku buang," kata gadis itu seraya menatap mata bundanya, lagi-lagi tatapan sedih itu, muak sekali dirinya.
"Nala, sekali ini mendengarkan perkataan bunda nak," wanita paruh baya itu tidak peduli dengan uang ataupun dompet, wanita itu masih kukuh dengan perkataannya. Dia menahan anaknya supaya tidak keluar rumah.
"Lepas tidak? kekasih aku sudah menunggu di depan," gadis itu meronta-ronta agar tangan bundanya bisa melepaskan tangannya.
"Tidak Nala!"
Tanpa berpikir panjang, gadis itu mendorong sang bunda supaya dia bisa bebas. Melihat sang bunda terjatuh, dia hanya menatap datar dan memilih beranjak meninggalkan sang bunda yang masih terduduk di lantai.
"Tuhan, tolong lindungi anakku," kata sang bunda menatap nanar ke arah pintu, dia berharap anaknya selalu mendapat perlindungan.
ADVERTISEMENT
***
Perbuatan yang telah dilakukan, tidak ada gunanya untuk disesali. Gadis itu hanya bisa menangis, menangis meratapi dirinya. Dia telah gagal menjadi anak, anak yang seharusnya dapat membanggakan serta membahagiakan kedua orang tuanya. Kini yang orang tuanya terima hanya kekecewaan, sudah cukup dia melukai wanita selembut bundanya. Kini dia telah menghilangkan kepercayaan keduanya, walaupun sang bunda masih mau memaafkannya. Semua sudah terlambat, perbuatan yang sudah ia tuai harus ia pertanggung jawabkan.
"Maksud kamu ini apa Nala?"
"Aku hamil."
"Siapa yang menghamilimu? Laki-laki itu? Lalu kemana dia? Suruh dia bertanggung jawab, segera panggil dia kesini."
"Dia meninggalkanku begitu tahu aku hamil, dia berselingkuh dengan temanku."
Pria paruh baya itu menjambak rambutnya sendiri, bagaimana bisa anak sulungnya hamil saat dia masih bersekolah? Pria itu menatap anaknya yang sudah menangis gemetaran, sedangkan sang istri mencoba untuk menenangkan anaknya.
ADVERTISEMENT
"Lihat Nala sekarang lihat, ini akibat anak yang tidak pernah menurut dengan perkataan orang tuanya. Sekarang terimalah akibatnya, kamu sudah mencoreng nama keluarga kita. Mau taruh di mana wajah ayahmu ini Nala, apa kamu tidak berpikir saat melakukan itu? Ayah kecewa denganmu Nala, mungkin bundamu bisa memaafkanmu, tetapi ayah tidak Nala!" kata sang ayah, pria itu sudah tidak mau tahu lagi tentang anaknya.
Gadis itu bergeming saat dimarahi oleh ayahnya, dia hanya bisa menangis.
"Mas sudah mas, sekarang pikirkan dahulu anakmu. Mentalnya sedang terguncang, jangan memarahinya," gadis itu menatap sang bunda. Bunda yang selalu ia bentak, yang selalu ia lukai batinnya. Mungkin luka fisik masih bisa disembuhkan, tetapi tidak tahu jika batin itu selalu dilukai terus-menerus.
ADVERTISEMENT
Sang bunda memeluk serta mengelus punggungnya, sang bunda mencoba menenangkannya. Gadis itu semakin terisak dengan perlakuan bundanya, wanita yang selalu ia bentak masih menyayanginya? Wanita yang selalu ia lukai batinnya masih mau menerimanya? Mengapa ia baru sadar, bundanya seperti malaikat tanpa sayap. Terbuat dari apa hatinya ini? Mengapa anak durhaka sepertinya masih bisa menerima rasa sayang itu.
"Maaf bunda, maafin Nala. Nala sudah berbuat dosa dengan bunda. Nala selalu membentak bunda," isaknya semakin menjadi, bunda masih memeluknya erat.
"Tidak sayang, tidak apa-apa," jawab sang bunda dengan lembut, Nala semakin terisak dengan jawaban bundanya. Ya Tuhan apa ini balasan darimu karena aku kerap melukai malaikat tanpa sayap ini?
"Nak, jika dia tidak ingin bertanggung jawab, biarlah. Kita merawat cucu bunda sama-sama." kata bunda, bunda melepaskan pelukannya lalu menatapnya, bunda mengusap air mata yang membasahi pipi mulusnya.
ADVERTISEMENT
"Sekarang kamu percaya? Bunda menahanmu, mengekangmu bukan karena bunda ingin melihat anak bunda tidak bebas, bunda hanya ingin anak bunda tidak terjerumus dengan hal-hal yang tidak baik. Perasaan seorang ibu selalu tepat nak, sejak pertama melihatnya, hati bunda selalu merasa tidak enak. Dia bukan laki-laki yang baik, laki-laki baik tidak akan mencoba untuk merusak wanitanya nak, sekarang kamu paham mengapa bunda melakukan itu padamu?" ia menatap bunda, wanita di depannya benar-benar malaikat. Ia kembali terisak dan mengangguk pelan.
"Maaf bunda maaf, Nala sudah menjadi anak durhaka," katanya dengan tangisan yang masih terdengar.
"Bunda sudah memaafkanmu. Nala, mungkin seorang ibu bisa mengandung serta melahirkan, tetapi tidak semua ibu bisa merawat serta mendidik anak. Kelak jadilah ibu yang baik serta bijak untuk anakmu," kata bunda sambil tersenyum.
ADVERTISEMENT
Sedangkan sang suami memandangi kedua wanita itu dengan lembut, meskipun dia merasa kecewa dengan sang anak, tetapi tidak dapat dimungkiri dia khawatir. Dia justru takut anaknya melakukan sesuatu yang tidak baik. Sang suami menatap sang istri sambil tersenyum, dia bersyukur memiliki istri seperti malaikat, sekalipun hatinya kerap dilukai. Tetapi, lihatlah tidak ada rasa benci kepada anaknya.