Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kampanye 16 HAKtP: Bukti Peduli terhadap Keamanan Perempuan dan Anak
13 Desember 2022 12:25 WIB
Tulisan dari Shadrina Rose Rifki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini, kasus tindak kekerasan semakin sering terjadi di masyarakat Indonesia. Kasus itu dapat terjadi pada siapa pun tanpa memandang latar belakang korbannya. Perempuan dan anak merupakan dua kelompok yang paling banyak menjadi korban dari tindak kekerasan, terutama kekerasan di ranah domestik. Tindakan tersebut dapat berdampak buruk terhadap kondisi fisik dan psikologis korban.
ADVERTISEMENT
Tindak kekerasan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Sayangnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang mengira bahwa tindak kekerasan hanya dapat dilakukan secara fisik, seperti pukulan, tendangan, tamparan, dan sebagainya. Padahal, kekerasan juga dapat dilakukan secara nonfisik, yakni secara lisan dan tulisan. Tidak hanya itu, kekerasan melalui media elektronik, seperti media sosial juga dapat terjadi. Semenjak pandemi COVID-19, kasus kekerasan seksual melalui media elektronik menjadi salah satu bentuk kekerasan yang marak terjadi. Hal ini terjadi karena banyaknya penyalahgunaan dari teknologi yang memudahkan kita untuk mengakses internet.
Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) Tahun 2022 yang dirilis oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), perempuan merupakan kelompok jenis kelamin terbanyak yang menjadi korban kekerasan, yakni sebesar 79,7%. Selain itu, anak di bawah umur juga menjadi korban kekerasan terbanyak berdasarkan status usianya, yakni mencapai 56,7%. Hal tersebut membuktikan bahwa keamanan perempuan dan anak di Indonesia sangatlah memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, data dari SIMFONI PPA menunjukkan bahwa kasus kekerasan paling banyak terjadi di lingkup rumah tangga. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat bagi perempuan dan anak untuk mendapat kasih sayang dan perlindungan, malah menjadi sumber trauma bagi mereka. Data-data di atas belum mencakup seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia sebab masih banyak korban yang merasa terancam atau takut untuk melaporkan kasusnya, terutama bagi korban kekerasan yang pelakunya adalah orang terdekatnya. Hal tersebut diperparah dengan adanya penilaian buruk yang diberikan masyarakat terhadap korban kekerasan.
Dalam menanggapi kasus-kasus tersebut, Komnas Perempuan yang berperan sebagai lembaga negara di bidang hak asasi manusia (HAM) menginisiasi sebuah kampanye yang disebut sebagai “16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan” (16 HAKtP). 16 HAKtP merupakan kampanye internasional yang dilaksanakan pertama kali oleh Women’s Global Leadership Institute pada tahun 1991. Kampanye ini dilaksanakan setiap tanggal 25 November hingga 10 Desember dengan tujuan mendukung upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap keamanan perempuan dan anak.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, kampanye 16 HAKtP sudah diperingati sejak tahun 2001. Hal ini berarti kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak telah berlangsung selama 21 tahun. Setiap tahunnya, tema yang dibawakan dalam kampanye 16 HAKtP selalu berbeda. Tema kampanye 16 HAKtP pada tahun 2022 adalah “Bersatu Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan”. Kampanye ini diperingati dan diselenggarakan oleh berbagai lembaga, seperti lembaga nasional, lembaga swadaya masyarakat, organisasi keagamaan, dan perguruan tinggi.
Sebagai salah satu lembaga perlindungan perempuan dan anak, Kemen PPA turut memperingati 16 HAKtP dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan, seperti lomba video kreatif, advokasi, kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta dialog bersama perempuan korban kekerasan. Kegiatan-kegiatan tersebut didukung oleh berbagai pemerhati isu perempuan dan anak, aktivis HAM, serta mitra kerja lembaga penyelenggara. Dengan beragamnya acara menarik dan bermanfaat tersebut, kampanye 16 HAKtP mendapat banyak reaksi dan dorongan positif dari masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya masyarakat yang berpartisipasi dalam memperingati 16 HAKtP pada tahun ini.
ADVERTISEMENT
Besarnya partisipasi dan dukungan masyarakat menunjukkan adanya kesadaran mereka akan perlunya penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun, kampanye 16 HAKtP dan kesadaran masyarakat masih belum cukup untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Diperlukan hukum yang mengatur tindak kekerasan tersebut, baik yang sifatnya preventif maupun represif.
Indonesia telah memiliki beberapa undang-undang yang memberikan perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan. Salah satunya adalah Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang baru saja disahkan tahun ini oleh pemerintah. Pengesahan UU TPKS mendapat respons yang positif dari masyarakat, terutama para aktivis HAM. Mereka menilai berlakunya undang-undang ini akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan perempuan dan anak.
Dari penjelasan di atas, kampanye 16 HAKtP dinilai berhasil meningkatkan kepedulian masyarakat untuk mendukung upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. Akibatnya, pandangan buruk masyarakat terhadap korban kekerasan akan semakin berkurang dan dorongan bagi korban untuk melaporkan kasusnya kepada pihak terkait akan semakin bertambah. Terlebih, dengan adanya berbagai lembaga serta regulasi pendukung penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, seperti Komnas Perempuan dan UU TPKS, keamanan dan kesejahteraan perempuan dan anak akan semakin terjamin dari segala tindakan kekerasan.
ADVERTISEMENT