Presidensi G20 Potret Kerakusan Hegemoni Kapitalis

Shafa Aulia R
Mahasiswa S1 Antropologi FISIP Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
26 Mei 2023 20:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shafa Aulia R tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pertemuan Forum Presidensi G20 merupakan forum bentuk kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). Forum yang menhabiskan anggaran dana miliar-an rupiah ini telah terselenggarakan pada November tahun 2022 lalu ini membuat Indonesia mendapatkan banyak pujian atas pencapaiannya dari
Logo G20 Indonesia dan negara yang tergabung (dokumentasi pribadi)
berbagai aspek pembangunan. Pujian ini dirasa berdampak sebagai bentuk pengakuan Indonesia sebagai negara yang memiliki perekonomian terbesar di dunia dan menjadi role model bagi negara berkembang lainnya.
ADVERTISEMENT
Tentunya pujian diatas bukan terjadi tanpa dasar alasan, pujian ini dilontarkan karena selama ini Indonesia berhasil mengumpulkan banyak investasi atau utang dari negara-negara besar untuk berbagai pembangunan di Indonesia. Lantas pertanyaan besar dari hal ini adalah benarkah konsep yang diusung dalam G20 ini mengarahkan ekonomi Indonesia ke arah yang lebih baik?
Konsep Kegagalan Sistem Masa Lalu
Proklamasi G20 yang memastikan dana keluar untuk terhindar dari krisis dunia merupakan sebuah gagasan yang tak dapat sepenuhnya diterima, ketika kita menarik simpul panjang dari sejarah masa lalu dimana G20 yang sudah terbentuk sejak 2008 dengan tujuan untuk melalui segala bentuk setelah krisis hingga kini belum mencapai dan menuntaskan krisis itu sendiri walau telah berjalan empat belas tahun lamanya. Ekonomi yang berpatok pada konsep sektor non riil telah gagal mencapai tujuan awal menciptakan ekonomi berkelanjutan yang inklusif karena yang terlihat krisis saat ini justru semakin meningkat dan bertambah dari tahun ketahun. Bukti nyata ketimpangan ekonomi antara kaya dan miskin semakin terlihat hal ini lagi-lagi tak sesuai dengan tujuan awal pemerataan ekonomi yang juga diharapkan adanya.
ADVERTISEMENT
Konsep ekonomi yang dihadirkan merupakan konsep yang rentan akan krisis yang terus berulang seperti skenario yang berputar bahkan lebih parah dari sebelumnya. Bila diperhatikan komposisi tiga belas negara yang terakhir tergabung dalam G20 merupakan negara dengan jumlah penduduk besar dan memiliki potensi sumber daya alam yang menjanjikan, negara negara ini termasuk Indonesia bukan menjadi semakin maju justru hanya akan menjadi bemper atau pelindung negara besar penguasa. tujuan dan kajian G20 yang diusung merupakan lanjutan dari hegemoni kapitalis dari para negara penguasa untuk terus dilaksanakan yang kali ini dengan model dan cara yang halus dibungkus secara natural dan terlihat membanggakan. Padahal lagi-lagi Indonesia hanya akan menjadi target pasar yang mengikuti para kapital.
ADVERTISEMENT
Menelisik Tiga Fokus Utama G20
Tiga fokus utama yang menjadi isu strategis presidensi Presidensi G20 Indonesia disampaikan langsung oleh Presiden Indonesia dalam Peresmian Presidensi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Indonesia lalu, Tiga isu tersebut berisi mengenai penanganan kesehatan yang inklusif, transformasi berbasis digital dan transisi menuju energi berkelanjutan. Ketiga isu strategis ini terlihat amat baik dan memunculkan harapan besar bagi negara Indonesia.
Isu energi berkelanjutan bertujuan sebagai antisipasi proses pemulihan ekonomi pasca pandemi dan mempercepat transisi pemanfaatan energi terbarukan. Investasi adalah salah satu cara Indonesia mendapatkan dana untuk teknologi terkait pemanfaatan energi ini.
Isu energi yang digaungkan menjadi isu krisis global ini sejatinya berawal dari permasalahan negara-negara kapital itu sendiri,dapat dilihat data negara dengan penyebab emisi karbon tertinggi merupakan negara Amerika Serikat dengan 509 Giga ton CO2 (GtCO2), diikuti dengan peringkat selanjutnya, yaitu Tiongkok dan Rusia. Krisis ini kemudian dibalut dengan konsep isu global yang menjadikan para negara berkembang-pun ikut serta berpartisipasi mengeluarkan dana yang sebenarnya akan menjadikan hutang negara. Lagi dan lagi yang akan diuntungkan disini adalah para negara kapitalis.
ADVERTISEMENT
Isu strategis kesehatan yang inklusif yang bertujuan memperbaiki sistem kesehatan juga memiliki sisi manfaat bagi negara-negara yang berkuasa. Dapat dilihat masalah pandemi yang justru menumbuhkan ladang bisnis baru bagi para kapital menjual belikan vaksin untuk seluruh dunia. Gagasan isu transformasi digital yang berlandaskan praktek ribawi hanya akan menjerumuskan para generasi muda pada kerugian dan kesengsaraan. Karena para generasi muda juga menjadi pangsa pasar menjanjikan bagi para pembuat isu global ini.
Pemuda Pangsa Pasar Digital
Transformasi digital yang terus digaungkan untuk mendorong pergerakan generasi muda bukanlah hal yang dapat mengarahkan pada kesejahteraan yang sesungguhnya. Poin isu strategis digital justru menjadi hal yang menjerat para pemuda pada putaran permainan kapitalis yang tak lepas dari keuntungan mereka, dimana dapat disadari dengan produsen digital adalah negara kapital itu sendiri. Bukti yang ada justru ratusan pemuda justru terjerat hutang pinjaman dari investasi digital yang mereka lakukan.
ADVERTISEMENT
Dengan konsep transformasi digital yang terlihat mempermudah segala aktivitas transaksi digital akan terus mengarahkan pada praktek ribawi yang menjerat siapapun. Generasi muda yang seharusnya menjadi tombak peradaban secara tak sadar hanya menjadi pangsa pasar bagi negeri kapitalis. Lagi dan lagi keutungan tak berpihak pada negara berkembang seperti Indonesia, tidak ada yang kita dapatkan selain menjadi manfaat bagi mereka. Konsep mengejar investasi digital merupakan paradoks belaka yang nyata adanya.