Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Ironi Media, Masyarakat, dan Pemerintah Indonesia: Sensasi atau Fakta?
19 Juni 2024 7:18 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Shafa Fatin Ahmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Urgensi Media dalam Menghadapi isu Masyarakat
Media memiliki peran penting dalam mendukung demokrasi dengan penyampaian informasi yang relevan dan akurat kepada masyarakat. Dalam konteks demokrasi, media berfungsi sebagai penjaga kebebasan berpendapat dan memberikan akses informasi yang diperlukan bagi warga negara untuk membuat keputusan yang cerdas dalam proses politik. Di negara Indonesia sendiri yang menganut asas demokrasi, media massa berfungsi sebagai pilar utama dalam menjaga keseimbangan kekuasaan antara pemerintah dan masyarakat. Media massa memberikan akses informasi yang diperlukan bagi warga negara untuk membuat keputusan yang cerdas dalam proses politik tanpa ada tunggangan dari pihak manapun.
ADVERTISEMENT
Menurut McQuail (2005), media yang independen dan objektif dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi publik dalam proses demokrasi. Teori demokrasi deliberatif menekankan pentingnya adanya ruang publik yang inklusif dan informasi yang berkualitas untuk mendukung diskusi yang rasional dan pengambilan keputusan yang demokratis (Habermas, 1996).
Dengan memberikan sorotan terhadap kebijakan pemerintah, isu-isu sosial, dan politik, media membantu masyarakat untuk memahami, mengkritisi, dan mengawasi tindakan pemerintah. Hal ini pada gilirannya dapat mendorong transparansi, akuntabilitas, dan responsivitas pemerintah terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang merupakan pilar-pilar penting dalam sistem demokrasi yang sehat (Norris, 2000).
Fenomena "no viral, no justice" menjadi sebuah gambaran yang menunjukkan bahwa segala permasalahan yang ada di publik selalu saja harus ramai terlebih dahulu jika ingin didengar oleh pemerintah. Hal ini mengindikasikan bahwa media massa memiliki peran yang krusial dalam mengangkat isu-isu penting agar mendapatkan perhatian yang layak. Maka dari itu, media harus tetap fokus pada isu-isu substansial yang mendukung proses demokrasi yang sehat dengan memperhatikan isu-isu yang mungkin tidak selalu mendapat perhatian besar dari masyarakat agar tetap berperan sebagai penjaga demokrasi yang efektif.
ADVERTISEMENT
Namun, hal tersebut justru bertolak belakang dengan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang dilansir dari Databoks (2024), jumlah konten hoaks media massa yang bersifat sensasional tercatat selama 5 tahun terakhir berjumlah 12.547 konten. Konten tersebut sudah melewati uji verifikasi oleh Tim AIS Ditjen Aplikasi Informatika dan mencakup isu kesehatan, penipuan, pemerintah, politik, internasional, kejahatan, kebencanaan, pencemaran nama baik, mitos, perdagangan, pendidikan dan lainnya. Seluruh informasi hoaks tersebut beredar pada laman website dan platform media digital yang dapat diakses oleh seluruh kalangan masyarakat. Media yang seharusnya memegang peranan sebagai corong informasi dalam memberitakan kebenaran sebenar-benarnya tanpa adanya segala bentuk pengaburan informasi justru memilih untuk mencari sensasi.
Melihat jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar, negara ini sedang menghadapi tantangan yang cukup sulit dalam memastikan bahwasannya sebuah informasi yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah akurat dan terpercaya. Kemampuan literasi digital yang semakin hari semakin berkembang di kalangan masyarakat juga memperbesar peluang untuk lebih mudah mengakses informasi yang tersebar di seluruh dunia. Disinilah peran media yang terpercaya dan tidak memihak menjadi sangat penting dalam menjaga kualitas informasi yang dikonsumsi publik dan secara tidak langsung dapat membantu masyarakat untuk menerima informasi yang dapat dipertanggungjawabkan serta berlandaskan pada fakta.
ADVERTISEMENT
Inkompetensi Media indonesia: Kapitalisasi Isu yang Blunder?
Independensi dan netralitas media saat ini semakin dipertanyakan, seiring dengan adanya keterkaitan sejumlah aktor media dengan kekuatan politis praktis. Media tidak lagi berfungsi sebagai pengawal kebenaran dan pembawa informasi yang netral, melainkan seringkali menjadi alat propaganda untuk kepentingan tertentu. Hal ini tercermin dalam berita yang seringkali berisi pesan dari para elit politik yang mengarah pada framing yang tidak objektif. Framing merupakan cara penyajian berita yang dapat memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap suatu isu. Ketika media massa melakukan framing yang tidak objektif, misalnya dengan menonjolkan satu sudut pandang tertentu tanpa memberikan ruang bagi sudut pandang lain, hal ini dapat menciptakan opini yang bias dan tidak seimbang di masyarakat. Selain itu, media massa juga dapat mencelakakan oknum yang tidak bersalah dengan memberitakan informasi yang tendensius atau tidak akurat. Beberapa kasus telah terjadi di mana media yang terlibat dalam menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau merugikan individu tanpa bukti yang cukup.
ADVERTISEMENT
Isu-isu sensitif juga cenderung dihindari oleh media karena adanya kekhawatiran akan stigmatisasi oleh masyarakat atau represi dari pihak berkuasa. Meskipun UU No. 40 tahun 1999 menegaskan pentingnya independensi media dan penekanan pada kepentingan publik serta budaya demokrasi, tetapi dalam praktiknya hal ini seringkali terabaikan. Terdapat juga perilaku janggal dalam media yang diduga sebagai akibat dari keterlibatan mereka dalam lingkaran kekuasaan. Media yang terjebak dalam hubungan dengan kekuasaan cenderung menghadirkan pola pemerintahan yang tidak sehat dan anti kritik. Pemilihan informasi yang terdistorsi sesuai dengan kepentingan penguasa semakin memperkeruh situasi, menghambat proses demokratisasi, dan transparansi dalam tatanan pemerintahan.
Hubungan Media, Masyarakat, dan Kepentingan Politik
1. Masyarakat
Masyarakat memiliki peran penting dalam menciptakan media melalui preferensi dan konsumsi mereka terhadap berbagai informasi. Naasnya, sebagian besar masyarakat justru lebih tertarik pada konten yang bersifat sensasional, sedangkan berita yang substansial lebih sepi peminat ataupun ketika ramai hanya untuk ikut-ikutan saja. Hal ini menyebabkan berita yang viral di media seringkali didasarkan pada apa yang masyarakat konsumsi sehingga berita yang penting kadang kurang mendapat perhatian yang layak, bahkan dalam beberapa kasus masyarakat juga cenderung mudah percaya pada berita hoaks dan langsung menyebarkannya secara masif tanpa memeriksa kebenarannya.
ADVERTISEMENT
2. Media
Meskipun seharusnya menjadi wadah dari kebenaran, tetapi media sekarang cenderung terjerumus pada kepentingan pihak tertentu. Akan tetapi, hal ini juga dipengaruhi oleh arahan dari politik dan permintaan konsumen. Akibatnya, media dianggap penuh dengan sensasi dan tidak lagi menjadi sumber informasi yang objektif.
3. Pemerintah/Kepentingan Politik
Pemerintah dan kepentingan politik seringkali memanfaatkan kekuasaan mereka untuk memengaruhi konten media. Berita yang disajikan seringkali merupakan pesanan dari mereka atau digunakan untuk mengarahkan opini publik sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini bertentangan dengan prinsip independensi jurnalistik dan dapat membangun persepsi politik tertentu pada masyarakat.
Hubungan antara media, masyarakat, dan kepentingan politik memiliki dinamika yang kompleks. Media tidak hanya sebagai penyampai informasi, tetapi juga memiliki kemampuan untuk memengaruhi persepsi dan sikap masyarakat terhadap suatu isu atau peristiwa. Salah satu cara media memengaruhi adalah melalui proses framing, di mana media memilih sudut pandang tertentu dalam menyajikan informasi yang dapat menghasilkan konstruksi kebenaran yang keliru jika tidak dilakukan dengan cermat. Dengan memberikan ruang untuk demokrasi yang sehat, media dapat menjadi sarana pendewasaan bagi masyarakat dalam berdemokrasi. Penting untuk menjaga agar media tetap menjadi tempat di mana kritik dapat disampaikan tanpa takut akan represi dari pihak berkuasa sehingga pemerintah dapat menerima kritik tersebut dengan terbuka.
ADVERTISEMENT
Namun, ketika media telah disusupi oleh kepentingan politis, hal ini dapat membangun persepsi politik tertentu pada khalayak dan sangat tidak sesuai dengan prinsip independensi jurnalistik. Media yang terjebak dalam kepentingan politis cenderung menyesatkan opini publik dan tidak lagi menjadi sumber informasi yang objektif.
Dampak Sensasionalisme Media terhadap Stabilitas Sosial
Media memiliki peran penting dalam mengarahkan opini publik dan memengaruhi kebijakan dalam pemerintahan. Namun, ketika media terlalu mengutamakan sensasi daripada kebenaran, dampaknya bisa merusak stabilitas sosial. Sensasionalisme, yang seringkali ditandai dengan judul-judul yang provokatif dan konten yang kurang akurat dapat memicu kepanikan, misinformasi, dan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat. Alih-alih memberikan informasi yang mendidik, media yang sensasional lebih berfokus pada menarik perhatian dengan cara yang bisa membahayakan harmoni sosial.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Indonesia, sensasionalisme media seringkali diperlukan untuk mengangkat isu-isu yang terlupakan atau diabaikan oleh pemerintah. Ironisnya, peran media sosial dalam mengekspos permasalahan mendesak justru menunjukkan lambatnya respons pemerintah terhadap isu-isu yang dihadapi masyarakat. Tanpa dorongan kuat dari media, banyak masalah penting seperti korupsi, ketidakadilan, dan bencana alam mungkin tidak akan mendapatkan perhatian yang diperlukan. Hal ini mengindikasikan bahwa mekanisme pemerintah dalam menangani isu-isu publik masih perlu diperbaiki untuk lebih responsif dan efektif.
Namun, ketergantungan pada media untuk menekan pemerintah juga memiliki risiko. Ketika berita sensasional digunakan sebagai alat utama untuk mendorong perubahan, kita menghadapi ancaman disinformasi yang dapat memperburuk situasi. Pemerintah harus melihat ini sebagai panggilan untuk meningkatkan kinerja mereka dalam merespons kebutuhan masyarakat tanpa menunggu tekanan media. Dengan demikian, stabilitas sosial dapat dijaga melalui informasi yang akurat dan tindakan pemerintah yang proaktif, bukan reaktif terhadap sensasionalisme media.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Media yang ideal harus mempertahankan independensinya dari tekanan politik dan menampilkan informasi secara objektif. Masyarakat diharapkan untuk menanggapi berita secara kritis, memilih informasi yang masuk, dan aktif terlibat dalam isu-isu penting. Sementara pemerintah, sebagai pengatur, seharusnya menghormati kebebasan media tanpa campur tangan dalam agenda politik pribadi atau kelompok untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan seimbang.
Secara keseluruhan, media massa di Indonesia memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi positif dalam pembangunan masyarakat dan negara. Namun, untuk dapat berfungsi secara efektif sebagai penjaga kebenaran dan keadilan, media massa perlu menjaga independensinya, bersikap netral, dan mengedepankan kepentingan publik di atas kepentingan politik atau bisnis.
Hubungan antara media, masyarakat, dan kepentingan politik adalah sebuah proses dinamis yang membutuhkan keseimbangan yang baik agar media dapat menjalankan fungsinya sebagai penjaga kebenaran dan keadilan dalam masyarakat. Media harus tetap independen dan netral dalam menyajikan informasi, sementara masyarakat juga perlu kritis dalam menilai informasi yang diterima. Pemerintah juga harus membuka diri terhadap kritik dan memperlakukan media sebagai mitra dalam menciptakan masyarakat yang lebih demokratis.
ADVERTISEMENT
Referensi
Databoks. (2024, May 1). Ada 12.547 konten hoaks selama 5 tahun terakhir, terbanyak isu kesehatan. Databoks.katadata.co.id. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2024/01/05/ada-12547-konten-hoaks-selama-5-tahun-terakhir-terbanyak-isu-kesehatan
Habermas, Jürgen. (1989). The Structural Transformation of Public Sphere: An Inquiry into Category of Bourgeois Society. Thomas Burger (terj.).Cambridge: Polity Press.
McQuail, D. (2005). McQuail's Mass Communication Theory. SAGE Publications.
Norris, P. (2000). A Virtuous Circle: Political Communications in Postindustrial Societies. Cambridge University Press.
Lampiran
Nama Penulis Anggota Kelompok 5 Mata Kuliah Kewarganegaraan:
Shafa Fatin Ahmad (215120307111091)
Syifaa Haniifah (215120307111025)
Yemmiyah Irene (215120300111074)
Felicia Tiara Kusuma (215120300111081)
Talitha Firjatullah (215120301111014)