Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Pengaruh Digitalisasi Terhadap Kesenjangan Sosial Suku Baduy
9 Juni 2022 13:05 WIB
Tulisan dari SHAFA RAMADHANI SABINA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
![Dokumentasi Suku Baduy (Source : personal picture)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/018114e0ccc43cb7944931d5a5130750.jpg)
Baduy merupakan suku di pedalaman Lebak Banten, atau lebih tepatnya Kecamatan Ciboleger Desa Kanekes yang masih kental dengan adat istiadat dan kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Suku ini dikenal sebagai suku yang patuh dan terikat erat dengan norma – norma sosial yang telah diterapkan secara turun – temurun oleh para pendahulunya. Norma tersebut menjadi pedoman kehidupan mereka hingga terus melekat dan menjadi sebuah keunikan tersendiri yang dikagumi oleh dunia luar karena pada penerapannya, mereka berpegang teguh terhadap prinsip naturalisme dan tidak terpengaruh oleh arus globalisasi maupun digitalisasi dunia yang masif.
ADVERTISEMENT
Suku Baduy dibagi menjadi 2 kawasan, yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam dengan tatanan sosial dan norma yang cukup berlawanan. Kawasan Baduy Dalam jauh dari pemukiman dengan akses jalur perjalanan yang sulit ditempuh karena harus melewati medan daki yang cukup melelahkan setelah melewati kawasan baduy luar. Sedangkan, Baduy Luar memiliki akses pintu masuk langsung dari Ciboleger dan merupakan destinasi wisata budaya yang mudah dijangkau. Perbedaan kedua kawasan disebabkan oleh arus globalisasi, sehingga terkontaminasi oleh perkembangan teknologi hingga mengubah tatanan sosial dan norma di suku tersebut. Ketika salah seorang penduduk suku menggunakan media digital atau didapati mengenakan atribut modern, maka akan dikenakan sanksi berupa pengeluaran dari suku, dan menyebabkan terbentuknya kawasan Baduy Luar. Baduy Dalam sendiri melarang masuknya budaya modern dan perkembangan teknologi karena dianggap akan mengacaukan tatanan budaya nenek moyang yang ada sedari dulu dengan basis naturalismenya “Semesta tercipta untuk seluruh makhluk-Nya dan akan kembali pada-Nya.”
ADVERTISEMENT
Kedua ciri suku yang memiliki dismilaritas ini tetap berpegang teguh terhadap pelestarian budayanya, namun terdapat kesenjangan sosial yang cukup jauh antara Baduy Luar dan Baduy Dalam. Baduy Luar sudah berbaur dengan teknologi dan akrab dengan media atau platform digital hingga dijadikan sumber mata pencaharian dalam menjajakan hasil jasanya yang berupa kain batik baduy atau tenun, baik merchandise yang mencirikan culture asli mereka. Hal ini berdampak pada prinsip semula suku mereka yang berorientasi pada alam terpapar dengan modernisasi, hingga diperkirakan warga suku Baduy Luar sudah seperti masyarakat pada umumnya yang tak lepas dari teknologi. Berdasarkan realita dari warga Baduy yang mengayom pendidikan di Kota Rangkasbitung, dampak modernisasi ini menyebabkan generasi muda suku baduy berikutnya memutuskan untuk keluar dari desa mereka dan mencari penghidupan baru yang lebih modern.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena sebagai destinasi wisata budaya yang ramai, pengunjung menjadi media arus digital yang menuntun warga Suku Baduy Luar terbiasa dengan teknologi, dan bukan lagi menjadi hal tabu. Ini juga demi mengenalkan masyarakat Indonesia terhadap budaya Suku Baduy, warga setempat menggunakan gawai sebagai media promosi dan pembuatan konten – konten selaras lainnya.
Gencarnya pemerintah Lebak Banten dalam meningkatkan pelaku UMKM dengan memanfaatkan media digital juga berdampak terhadap pelaku usaha di Suku Baduy Luar karena dengan itu, menjadi dalih penggunaan internet dengan tujuan memasarkan produk. Walaupun muncul kekhawatiran tersendiri bagi mereka karena masih ada pembatasan penggunaan media digital dari tetua adat, dan masih melekatnya norma sosial, sehingga perlu dipertimbangkan bagaimana penggunaan teknologi yang efektif agar tidak mengancam tatanan sosial suku.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya Baduy Luar, kekhawatiran terhadap perubahan norma dan tatanan sosial Baduy Dalam akibat digitalisasi dapat terjadi. Meskipun penduduk Suku Baduy Dalam tertutup dan diperkirakan tidak begitu terpengaruh, tetapi dapat diasumsikan salah satu aspek sosial atau habit suku tersebut tergoyahkan.
Sebagai suku yang konservatif terhadap perkembangan dunia luar, Baduy Dalam memiliki peraturan ketat terhadap mobilitas pengunjung. Peraturan tersebut berupa norma yang harus dipatuhi dan seleksi teknologi atau benda digital yang dilarang, serta pembatasan lapisan kain khusus yang harus dikenakan. Hal ini masih diterapkan hingga sekarang, tetapi dengan realita Baduy Luar saat ini, dikhawatirkan penduduk Baduy Dalam terbawa arus digitalisasi yang serupa. Namun, dengan pemantauan yang dilakukan oleh pihak pemerintah, Baduy Dalam masih asri dengan keteraturan budayanya. Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya perubahan yang terjadi pada aspek sosial.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan Suku Baduy Luar dan Baduy Dalam dapat dicirikan dengan visualisasi pakaian yang mereka kenakan. Baduy luar identik dengan warna gelap, yaitu hitam dan biru pekat, sebaliknya Baduy Dalam mengenakan pakaian dengan warna terang, yaitu setelan putih, putih tulang, atau warna putih yang dipadukan dengan celana hitam. Mereka juga menggunakan ikat kepala yang selaras dengan warna pakaian masing – masing. Melalui ciri visual tersebut, terdapat makna warna yang menerangkan arti dari pemakaiannya, yaitu warna putih sebagai kemurnian dan hitam yang dianggap sudah tertoreh. Dari hal itu, dapat terlihat kesenjangan antara kedua suku yang dipisahkan untuk mencirikan wilayahnya.
Budaya Baduy Luar dan Baduy Dalam masih memiliki kesamaan, meskipun Baduy Luar kehilangan sedikit ciri khas yang dibawa dari Baduy Dalam, tetapi kesenjangan antar keduanya dapat menjadi pandangan baru dan bahan edukasi yang dapat dikaji lebih dalam lagi. Melalui kesenjangan ini kita mengetahui, bahwa budaya tidaklah selalu statis, selalu ada perubahan-perubahan kecil namun pasti, meskipun tidak dapat dilihat oleh kasat mata atau dirasakan secara langsung.
ADVERTISEMENT
Budaya Baduy yang mulai terkikis dari lapisan luar ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk membina program yang dapat melestarikan budaya mereka, atau gerakan tertentu yang dapat membimbing penduduk Baduy atau wisatawan untuk lebih aware terhadap pelestarian budaya.
Salah satu peraturan yang patut dicoba untuk menjaga Suku Baduy dari putaran digitalisasi adalah dengan membatasi penggunaan gawai atau media digital terhadap wisatawan atau pengunjung yang akan masuk ke wilayah Baduy Luar, dan juga pembatasan penggunaan gawai itu sendiri bagi penduduk asli Suku Baduy. Selain itu, dengan pengendalian tersebut diperkirakan akan berkurangnya mobilitas penggunaan gawai di Kawasan Baduy Luar.
Di masa perkembangan zaman ini, memang sulit untuk melestarikan keontetikan sebuah budaya dan konsisten dalam menjaganya. Meskipun begitu, sebagai warga negara Indonesia kita harus peka dan aware terhadap ancaman terkini yang sedang merambat dan menarik perhatian dunia. Kesenjangan yang ada terhadap Baduy Luar dan Baduy Dalam merupakan hal normal dan bagian dari tantangan untuk menjaga kearifan lokal warga setempat. Sehingga kita harus melakukan pemecahan masalah, langkah apa yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kebocoran dari budaya Desa Kanekes, dan Langkah apa yang dapat dilakukan untuk meringankan kebocoran tersebut, sehingga kesenjangan yang ada tidak begitu jauh dan meninggalkan kebudayaan aslinya.
ADVERTISEMENT