Konten dari Pengguna

Terjebak dalam Beban Rasa Bersalah: Manipulasi Psikologis Guilt Trip

Shafa Salsabila Kamal
Mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16 Desember 2024 15:25 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shafa Salsabila Kamal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu merasa bersalah atas sesuatu yang bukan kesalahanmu, tetapi tetap menerima dan meragukan kebenaran dirimu sendiri? Misalnya, temanmu meminjam satu-satunya pensil milik mu saat ujian, tetapi kamu menolak karena membutuhkannya dan khawatir mempengaruhi kinerjamu. Setelah itu, temanmu mendiamkanmu, dan membuatmu merasa bersalah.
Foto oleh Pixabay: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-melihat-laut-sambil-duduk-di-pantai-247314/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Pixabay: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-melihat-laut-sambil-duduk-di-pantai-247314/
Ternyata, pengalaman semacam ini dikenal sebagai guilt trip atau manipulasi psikologi, yaitu sebuah bentuk perlakuan sengaja dan hati-hati dari seseorang dengan maksud mengecewakan dan memunculkan penyesalan, rasa bersalah, dan malu pada target atau korban (Makarim, 2022). Yuk, kita bahas lebih dalam bagaimana kita bisa merasakannya!
ADVERTISEMENT
Apa yang Menyebabkan Kita Dapat Merasakan Guilt Trip?
Guilt trip dapat terjadi dalam berbagai hubungan yang melibatkan interaksi dua arah, keterikatan emosional, dan rasa peduli, seperti hubungan keluarga, pasangan, pertemanan, bahkan di lingkungan pekerjaan. Rasa kepedulian yang muncul dapat menimbulkan rasa bersalah, yang kemudian dimanfaatkan sebagai alat untuk memicu guilt trip loh. Rasa bersalah adalah emosi yang kuat, karena jika tidak dikontrol, dapat dimanfaatkan untuk memperkuat posisi seseorang dengan melemahkan posisi orang lain (Stines dalam Satu Persen, 2021)
Apa Alasan Seseorang Melakukan Guilt Trip?
Lalu, apakah guilt trip dilakukan hanya untuk meraih keuntungan tertentu atau memperkuat posisi? Sebenarnya, alasan seseorang yang melakukan manipulasi ini cukup kompleks, salah satunya untuk mengekspresikan tekanan dan mendapatkan simpati. Alasan yang kompleks ini membuat kita terkadang tidak dapat langsung mengklaim pelaku sebagai seseorang yang buruk temen-temen. Yuk, kita bahas lebih dalam mengenai jenis dan cara merespon situasi ini!
ADVERTISEMENT
Apa Saja Jenis Guilt Trip?
Foto oleh Karolina Grabowska dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/6390/
Kamu akan sulit mengenali tindakan guilt trip yang terjadi padamu, karena bentuk manipulasi psikologis ini beragam dan sering dilakukan secara pasif, sehingga sulit untuk disadari. Berikut ini adalah 3 bentuk umum dari guilt trip.
1. Kemunculan Rasa Bertanggung Jawab (perilaku antagonisme eksplisit)
Perilaku antagonistik eksplisit disampaikan oleh pelaku manipulasi psikologis secara langsung dan agresif sebagai respons terhadap tindakan korban. Terkadang melibatkan lebih banyak orang, dengan tujuan menimbulkan rasa tanggung jawab. Contohnya, ketika kamu tidak bisa hadir di acara reuni kelas karena sedang memiliki pekerjaan penting. Lalu mendapat respon, ”Acara ini jadi berantakan gara-gara kamu nggak datang,” lalu ”kami terpaksa membatalkan acara karena kamu,” ataupun ”kamu jahat! aku sudah capek berjuang mempersiapkan acara, tapi kamu tidak datang.” Padahal, meskipun kamu tidak datang, masih banyak teman-teman lain yang dapat menikmati acara tersebut. Namun, karena rasa tanggung jawab itu, kamu akhirnya merasa bersalah dan memutuskan datang ke acara tersebut.
ADVERTISEMENT
2. Kemunculan Rasa Bersalah (perilaku isolasi atau silent treatment)
Menurut channel YouTube Satu Persen (2021), rasa bersalah dalam guilt trip muncul langsung akibat perilaku diam atau menjauhi (silent treatment) yang dilakukan oleh pelaku. Selain itu, sindiran juga sering kali berperan dalam memunculkan rasa bersalah dalam guilt trip. Misalnya, setelah kamu memberi tahu bahwa tidak bisa datang ke acara reuni kelas, kamu mencoba menghubungi temanmu keesokan harinya atau bahkan bertemu langsung. Namun, dia tidak merespons atau malah menyindirmu.
3. Kemunculan Rasa Malu (pengungkapan memori masa lalu)
Taukah kamu? Respons seperti, ”kamu nggak ingat semua yang sudah saya lakukan untukmu, mana balasanmu?” atau ketika membahas keberhasilan, mereka berkata ”posisimu sekarang adalah berkat usaha dan jerih payah saya.” Respons tersebut merupakan bentuk pengungkapan memori masa lalu, di mana korban pernah dibantu oleh pelaku. Sangat sering terjadi, taktik guilt trip jenis ini sulit dilawan oleh korban karena rasa malu, bersalah, dan kewajiban untuk membalas budi. Meskipun seolah masuk akal, karena pelaku menginginkan balasan. Namun, jika diteliti lebih lanjut, sejatinya ketulusan tidak mengharapkan balasan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Cara Merespon Situasi Manipulasi Psikologis ini?
Foto oleh RDNE Stock project dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-laki-laki-lelaki-pasangan-6669852/
Saat menjadi pihak yang merasa seperti korban, perasaan emosional dan rasa bersalah membuat sulit berpikir jernih. Hal ini mempengaruhi cara merespon situasi, dan mengambil keputusan singkat yang dapat memperburuk hubungan atau terjebak dalam guilt trip. Namun, meskipun sulit taukah kamu bahwa terdapat cara yang baik dalam merespon dan menghindari Manipulasi psikologis ini? Yuk, kita bahas!
1. Kelola Emosi
Rasa bersalah mendorong kita memenuhi segala keputusan yang diberikan sebagi penghapus dosa. Merilekskan pikiran adalah hal pertama yang perlu dilakukan, tidak perlu terburu-buru merespon atau mengambil keputusan (Satu Persen, 2021).
2. Analisis Situasi
Setelah emosi terkontrol, kamu dapat bertanya pada dirimu sendiri mengapa kamu merasa bersalah dan apakah rasa bersalah ini masuk akal, lalu hindari boomerang balik dengan merespon secara tenang dan rasional.
ADVERTISEMENT
3. Membangun Komunikasi
Jika setelah menganalisis situasi, kamu merasa rasa bersalah ini masuk akal, maka meminta maaf dan membangun komunikasi untuk mencegah hal serupa terulang. Namun, jika sebaliknya, kamu dapat menjelaskan pendapatmu secara terbuka dan asertif kepada pelaku.
4. Validasi Emosi Pelaku
Validasi emosi pelaku penting dilakukan jika setelah memberi respon asertif, pelaku masih merasa sangat emosional dan agresif. Berdasarkan Berilah ruang melalui pertanyaan yang mendukung pelaku (Adrian, 2024). Misalnya, ”Sepertinya kamu merasa lelah setelah mempersiapkan acara reuni kelas ini, ada yang bisa aku bantu?”
5. Membuat Batasan
Jika semua langkah sudah dilakukan namun pelaku masih menunjukkan agresivitas dan keinginan untuk dipahami secara berlebihan, menetapkan batasan bukan keputusan yang salah demi menjaga kesehatan hubungan.
ADVERTISEMENT
Manipulasi Psikologis, guilt trip ini dapat terjadi diberbagai hubungan interpersonal dengan keeratan dan rasa peduli yang tinggi. Jika kamu merasa menjadi korban manipulasi psikologis ini, yuk segera ambil sikap. Responlah situasi ini secara bijak demi kebahagiaan dan ketahanan hubungan mu.
Referensi
Makarim, F. (2022, August 27). Ini yang Dimaksud dengan Guilt Trip dan Ciri-cirinya. Halodoc.com. Retrived from https://www.halodoc.com/artikel/ini-yang-dimaksud-dengan-guilt-trip-dan-ciri-cirinya
Adrian, K. (2024, 14 November). Fakta tentang Guilt Trip, Salah Satu Bentuk Manipulasi. Alodokter.com. Retrived from https://www.alodokter.com/fakta-tentang-guilt-trip-salah-satu-bentuk-manipulasi
Satu Persen. (2021, 23 January). Bukan Salah Gue, Tapi Gue yang Disalahin! (Manipulasi Psikologi; Guilt Trip). YouTube. https://youtu.be/ylUfEp0BnOw?si=TjCqc9BagoUkMT6j